Ibu Kota Negara Harapan Baru Sektor Pertanian di Kaltim

- Kamis, 17 Juni 2021 | 11:26 WIB

Oleh:

M Hidayanto

Peneliti & Pemerhati Pertanian Kaltim

 

Presiden Joko Widodo telah menetapkan kawasan di Kalimantan Timur (Kaltim) sebagai calon ibu kota negara (IKN) baru, yaitu Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kabupaten Penajam Paser Utara. Terpilihnya Kaltim sebagai IKN yang mempunyai luas wilayah sekitar 129 ribu kilometer persegi, dan pada 2020 berpenduduk  lebih dari 3,7 juta jiwa ini tentu mempunyai nilai lebih jika dibandingkan dengan calon IKN lain.

Nilai lebih tersebut tentu sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan, antara lain: (a) lokasi strategis, yaitu secara geografis berada di tengah wilayah Indonesia, (b) tersedia lahan luas milik pemerintah/BUMN Perkebunan, (c) lahan bebas bencana gempa bumi, gunung berapi, tsunami, banjir, erosi, serta kebakaran hutan dan lahan gambut, (d) tersedia sumber daya air yang cukup dan bebas pencemaran lingkungan, (e) dekat dengan kota existing yang sudah berkembang untuk efisiensi investasi awal infrastruktur [bandara udara, pelabuhan laut tingkat layanan air minum, sanitasi, listrik, dan jaringan komunikasi yang memadai], (f) potensi konflik sosial rendah dan memiliki budaya terbuka terhadap pendatang, serta memiliki dampak negatif minimal terhadap komunitas lokal, dan (g) memenuhi parameter pertahanan dan keamanan.

Namun demikian, selain mempunyai nilai lebih tersebut, ada beberapa kelemahan terutama yang terkait isu kesiapan daerah dalam menyediakan bahan pangan yang cukup. Kondisi tersebut tidak berlebihan dan menjadi keniscayaan, karena dengan bertambahnya jumlah penduduk akibat datangnya ASN dan keluarganya, tentu akan diikuti dengan bertambahnya kebutuhan pasokan bahan pangan yang semakin meningkat, baik dari segi kuantitas, kualitas maupun kontinuitasnya.

 

Potensi dan Kendala

Luas lahan pertanian di Kaltim sekitar 9,97 juta hektare dari luas total wilayah 14,16 juta hektare. Lahan pertanian tersebut terdiri atas lahan sawah 93.045 hektare dan bukan sawah 9.879.731 hektare. Sedangkan luas baku sawah baku berdasarkan metode kerangka sampel area (KSA) 2018 hanya 36.399 hektare atau menurun sekitar 35,6 persen jika dibandingkan dengan data Sensus Pertanian (SP) BPS 2016 luas baku sawah Kaltim yang mencapai 56.505 hektare.

Sumber daya lahan untuk pengembangan pertanian cukup luas, antara lain tersedia lahan sawah, lahan rawa, dan lahan kering. Kondisi iklim di Kaltim cukup mendukung untuk pengembangan pertanian. Sampai saat ini, semua subsektor pertanian berkembang cukup baik, terutama di daerah kawasan IKN  yaitu di Kabupaten Kutai Kartanegara dan Penajam Paser Utara. Dua kabupaten ini merupakan daerah sentra pengembangan pertanian dan sebagai pemasok utama pangan terutama beras di Kaltim.

Meskipun potensi sektor pertanian di Kaltim cukup besar, namun terdapat beberapa kendala untuk pengembangannya. Beberapa kendala tersebut antara lain: sebagian besar lahan sawah merupakan tadah hujan, produktivitas padi relatif masih rendah, sarana irigasi terbatas,  jumlah petani terbatas dan mayoritas berusia lebih dari 50 tahun, modal terbatas, banyak jalan usaha tani belum memadai, mekanisasi pertanian belum maksimal, pupuk dan benih terbatas, kelembagaan petani belum berkembang, dan penyuluhan pertanian belum optimal.

Produktivitas hasil pertanian terutama padi di Kaltim pada 2020 hanya 35,67 kuintal per hektare, atau di bawah rata-rata nasional yang mencapai 51,28 kuintal per hektare. Produksi padi di provinsi ini belum mampu mencukupi kebutuhan lokal, atau kekurangan beras setiap tahun berkisar antara 80-90 ribu ton dan harus mendatangkan dari luar daerah terutama dari Jawa dan Sulawesi. Dengan asumsi jumlah penduduk setelah IKN Baru yang semula jumlah penduduk Kaltim 3,7 juta jiwa kemudian menjadi 5,2 juta jiwa, maka kebutuhan pangan terutama beras juga akan bertambah.

Jika kebutuhan beras per kapita per tahun sebesar 92,9 kg (asumsi di 2020), maka pada 2020 kebutuhan beras di Kaltim: 3.766.039 x 92,9 kg = 349.865.032 kg. Produksi beras di Kaltim pada tahun tersebut hanya 262.860.000 kg, sehingga masih defisit 87.005.023 kg dan harus diimpor dari daerah lain. Jika nanti terdapat pertambahan penduduk akibat IKN sebesar 1,5 juta jiwa, maka akan menambah kebutuhan beras sekitar 139 ribu ton, sehingga kekurangan beras di Kaltim menjadi lebih dari 210 ribu ton per tahun. Ini baru kebutuhan beras, belum kebutuhan pangan yang lain. Kondisi tersebut sebenarnya tidak menjadi masalah, dan justru menjadi peluang kebangkitan pertanian di provinsi ini, jika pemerintah pusat dan daerah jauh-jauh hari telah menyiapkan kebijakan dan program pangan untuk mendukung IKN tersebut.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X