Status KEK di Maloy Terancam Dicabut, Minta Bantuan Kementerian Tarik Investor

- Rabu, 16 Juni 2021 | 17:37 WIB
Kawasan Maloy yang tak kunjung berkembang.
Kawasan Maloy yang tak kunjung berkembang.

Kaltim memiliki beberapa kawasan industri yang direncanakan menjadi motor penggerak ekonomi daerah lewat hilirisasi komoditas. Namun sayang, pengembangan kawasan industri tersebut belum optimal. Bahkan yang sudah berlabel kawasan ekonomi khusus (KEK) sekalipun.

 

SAMARINDA- Kepala Kantor Perwakilan (KPw) Bank Indonesia (BI) Kaltim Tutuk SH Cahyono mengatakan, Bumi Etam sebenarnya memiliki beberapa kawasan ekonomi yang digadang-gadang menjadi pusat industri hilir. Salah satunya KEK Maloy Batuta Trans Kalimantan (MBTK) di Kutai Timur yang ditarget menjadi sentra industri hilir minyak kelapa sawit. Namun sampai sekarang belum sesuai harapan.

Selain minyak kelapa sawit, Kaltim juga punya berbagai komoditas andalan seperti batu bara yang harusnya bisa dikembangkan. Apalagi produk turunan emas hitam yang bernilai tambah relatif tinggi mulai diminati investor. Hilirisasi batu bara mendorong terintegrasinya industri pengolahan lainnya yang terkait di satu kawasan.

“Kita tidak bosan-bosannya untuk mendorong agar industri hilirisasi di Kaltim bisa berjalan,” ungkapnya pada Diseminasi Laporan Perekonomian Provinsi (LPP) Kaltim secara daring, Selasa (15/6).

Tutuk menilai ada beberapa kendala yang ditemui di lapangan. Dia mencontohkan hilirisasi batu bara. Di tengah peningkatan nilai tambah melalui konversi batu bara ke metanol, ternyata terdapat tantangan mengenai regulasi, pasar bahan baku dan harga. Di samping itu, insentif yang diharapkan oleh investor pada proyek hilirisasi metanol ternyata ada ketidaksesuaian.

“Ini berpotensi menghambat investasi karena ketidaksesuaian insentif yang diharapkan dengan regulasi yang berlaku,” sambungnya.

Senada, Ketua Umum Himpunan Kawasan Industri (HKI) Sanny Iskandar mengatakan, Kaltim ini memiliki potensi industri yang sangat luas. Namun, tidak dikembangkan dengan optimal. Contohnya KEK Maloy. Sudah diresmikan sejak 2019, setiap tahun kawasan ini selalu dievaluasi bahkan terancam dicabut label KEK-nya.

“Maloy ini selalu dievaluasi, sebab kalau tidak niat dibangun label KEK-nya akan digeser ke daerah lain. Mohon maaf saya harus menyampaikan ini, sebab jika tidak maksimal label KEK-nya harus dicabut,” ujarnya.

Dia mengatakan, banyak daerah yang terlalu terburu-buru mengajukan KEK. Setelah diberikan malah tidak berjalan. Berdirinya suatu kawasan harus memiliki infrastruktur yang baik dan ulititas yang mendukung. Jangan meminta status menjadi KEK tapi infrastrukturnya tidak mendukung.

Utilitas dan infrastruktur ini meliputi pembangkit listrik, instalasi pengolahan air bersih dan air limbah, jaringan gas industri, dekat dengan pelabuhan, jaringan telekomunikasi, dan dekat dengan bandara atau kereta api barang.

“Kita terus tunggu progres Maloy ini, sangat lamban sekali. Padahal kita terus perjuangkan agar bisa maksimal. Sebab, kita harus mengolah komoditas di Kaltim untuk menumbuhkan nilai tambahnya,” pungkasnya.

Kepala Bidang Industri Disperindagkop dan UKM Kaltim Erwinsyah mengatakan, pihaknya optimistis KEK Maloy tidak akan dihapus status KEK-nya. Soalnya sudah ada pelaku usaha yang akan membangun tangki timbun crude palm oil (CPO). Dengan begitu, kawasan ini bisa berjalan dan statusnya tidak dicabut.

“Kita juga meminta Kementerian Perindustrian dan Kementerian Investasi untuk membantu mengarahkan investor ke KEK Maloy agar Kawasan ini bisa menjadi pendukung pergerakan ekonomi di Kaltim,” katanya.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Ekonomi Bulungan Tumbuh 4,60 Persen

Kamis, 28 Maret 2024 | 13:30 WIB

2024 Konsumsi Minyak Sawit Diprediksi Meningkat

Selasa, 26 Maret 2024 | 12:21 WIB
X