Area Bendungan Benanga Kian Menyusut

- Rabu, 16 Juni 2021 | 20:00 WIB
Bendungan Benanga di Samarinda Utara.
Bendungan Benanga di Samarinda Utara.

BALIKPAPAN-Penanganan banjir di Kota Samarinda dan Balikpapan kian diseriusi pemerintah pusat sering rencana pemindahan ibu kota negara (IKN) ke Kaltim. Tahun depan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) turun tangan langsung dengan menyusun masterplan atau rencana induk pengendalian banjir di dua kota itu.

Hal tersebut disampaikan Kasubdit Sungai dan Pantai Direktorat Sumber Daya Air (SDA) Kementerian PUPR Asdin Julaidy, saat berkunjung ke Balikpapan kemarin (15/6). Dia menerangkan, secara geografis Balikpapan berada di daerah hilir dan relatif datar. Lalu, wilayah penampungan air banjir di daerah hulu. Jadi, Kementerian PUPR akan memprogramkan masterplan secara umum pengendalian banjir di Balikpapan.

Tahun ini, lanjut Asdin, kawasan hilir Sungai Ampal akan dibangun jetty atau dermaga. Fungsinya, mengendalikan gelombang di sisi muara sungai. “Dan tahun 2022, baru akan dilakukan untuk daerah hulunya,” katanya. Dia melanjutkan, beberapa sungai juga akan diprogramkan untuk kegiatan normalisasi. Akan tetapi, kendalanya hampir seluruh wilayah Kalimantan, khususnya Kaltim, masyarakatnya relatif tinggal di bantaran sungai. “Ini yang menjadi kendala utama bagi kami, dalam hal penanganan dan penanggulangan banjir ini,” imbuhnya.

Oleh karena itu, pihaknya akan memprogramkan pembangunan long storage atau sistem tampungan air yang memanfaatkan saluran memanjang sungai sebagai tempat penampungan. Hanya, Kementerian PUPR bakal kesulitan kalau menempatkan long storage di hilir, seperti membangun bendungan. Karena wilayah Kaltim, sambung dia, cukup padat permukiman penduduknya, sehingga sangat sulit dilakukan pembebasan lahan.

Menurut Asdin, akan lebih efektif pada di daerah hulu ditempatkan pompa untuk mengalirkan air ke long storage yang akan dibangun nanti. “Saat banjir akan kami arahkan ke long storage itu. Pada saat kemarau, airnya bisa dipakai untuk membantu air baku. Akan tetapi, pengendalian banjir dengan membangun long storage itu terkendala dengan kondisi lahan yang ada,” jelas Asdin.

Kepala Balai Wilayah Sungai (BWS) Kalimantan IV Samarinda Harya Muldianto menambahkan, tidak hanya Balikpapan, masalah banjir tahunan yang lebih pelik juga terjadi di Samarinda. Dalam setahun, banjir bisa berulang kali terjadi, sehingga menjadi perhatian BWS Kalimantan IV Samarinda.

“Bahwa ada permasalahan sosial yang menghambat kami untuk melakukan normalisasi. Terutama di bantaran sungai. Banyak masyarakat yang bertempat tinggal di sana. Apabila kami ingin menormaliasasi air sungai, masih terhambat,” katanya. Dia menerangkan, pada prinsipnya, penanganan pada wilayah hulu diupayakan untuk menahan air hujan selama mungkin. Caranya, air ditampung lebih dahulu di embung atau bendali (bendung pengendali) agar tidak langsung dialirkan ke sungai.

Lalu pada wilayah tengah, akan dilakukan normalisasi aliran sungai atau memperbaiki tanggul sungai. Supaya air tidak melimpas masuk ke daratan. Sementara pada wilayah hilir, diupayakan agar aliran sungai tidak langsung masuk ke laut. Untuk pengendalian banjir di Balikpapan, difokuskan pada DAS Sepinggan dan DAS Ampal. Sesuai data daerah rawan banjir pada RPJMD Kaltim 2019-2023. Penanganan banjir berupa pembangunan bendali, normalisasi sungai atau saluran dan bangunan muara sungai.

Dia menerangkan, Sungai Ampal salah satu sungai utama yang langsung bermuara ke laut di Balikpapan. Namun, penumpukan sedimentasi terus terjadi di muara. Masalah ini disebabkan penumpukan material pasir laut oleh pergerakan arus laut. Mengakibatkan pendangkalan, penyempitan saluran dan menutup muara Sungai Ampal. Tersumbatnya muara Sungai Ampal akibat sedimentasi, menghambat aliran sungai menuju ke laut, sehingga terjadi banjir di bagian tengah dan hulu Sungai Ampal.

Sehingga, rencana kegiatan penanganan banjir tahun depan pada bagian hilir melalui pembangunan jetty di muara Sungai Ampal. Sementara bagian hulu, bendali di hulu Sungai Ampal difungsikan mengurangi beban kapasitas Sungai Ampal. Pada bagian tengah, normalisasi Sungai Ampal akan menambah kapasitas Sungai Ampal. “Tahun ini kami berupaya menuntaskan permasalahan di Muara Sungai Ampal. Tahun depan, kami masuk ke daerah hulunya. Sambil menunggu daerah tengah. Jika ada areal yang bisa kami kerjakan, insyaallah nanti kami usulkan untuk bisa dikerjakan,” kata pria berkacamata ini.

Sementara di Samarinda, banjir kiriman terjadi karena limpasan yang datangnya dari daerah hulu di luar kawasan yang tergenang. Hal ini terjadi jika hujan yang terjadi di daerah hulu menimbulkan limpasan banjir yang melebihi kapasitas sungai, sehingga terjadi luapan banjir. Sementara, banjir lokal merupakan genangan air yang timbul akibat hujan yang jatuh di daerah itu sendiri. Hal ini bisa diakibatkan bila hujan yang terjadi melebihi kapasitas sistem drainase yang ada.

Ditambah banjir akibat pasang Sungai Mahakam, terjadi baik akibat aliran langsung air pasang dan air balik dari saluran drainase. Banjir pasang merupakan banjir rutin akibat muka air Sungai Mahakam pasang. Di mana, lokasi rawan banjir berada di empat sub DAS. Yakni Sub DAS Karangmumus, Sub DAS Karangasam Besar, Sub DAS Karangasam Kecil dan Sub DAS Loa Bakung. “Secara bertahap di Samarinda, ada dua segmen dilakukan pada tahun ini. Yakni Segmen Griya Mukti dan Segmen Pasar Segiri di Sub DAS Karang Mumus,” katanya.

Selain itu, salah satu upaya yang dilakukan adalah merevitalisasi Bendungan Benanga sebagai bendungan multiguna. Di antaranya, penyedia air baku irigasi, air bersih, konservasi sungai, dan bendali. Akan tetapi, kondisinya kini, terjadi penyusutan volume tampungan. Dari semula 1.493 juta meter kubik pada 2001, lalu menyusut menjadi 671 ribu meter kubik pada 2015. Ini disebabkan sedimentasi di hulu Bendungan Benanga. “Kami sudah melakukan pengambilan sedimen, pembagian sedimen untuk mengurangi. Tetapi kemampuan kami masih terbatas. Masih sekitar 200 ribu yang baru bisa kami kendalikan,” ucap Harya.

Penyusutan luas genangan, menurut foto citra satelit, seluas 98 hektare. Dari 110 hektare pada 2002 menjadi 12 hektare pada 2014. Ini disebabkan banyaknya gulma dan tumbuhan air di areal genangan. Sedangkan laju sedimentasi 138.593 meter persegi per tahun. Sisa tampungan normal diperkirakan akan penuh dalam waktu 5,54 tahun. “Insyaallah tahun depan, kalau kami sudah mendapat alat dari pusat, kami bisa secara rutin untuk melakukan penggalian sedimen. Ini sangat membantu untuk meredam banjir di Samarinda,” harap dia. (kip/riz/k16)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X