Kejayaan Batu Bara Berpotensi Terulang

- Selasa, 15 Juni 2021 | 10:35 WIB

Sejumlah analis memperkirakan fenomena commodity supercycle akan terjadi dalam beberapa tahun ke depan. Jika terwujud, kondisi ini berpotensi mendorong perekonomian Kaltim tumbuh lebih tinggi dan kembali ke masa kejayaan batu bara pada 2005-2011 lalu.

 

SAMARINDA- Berdasarkan definisinya, commodity supercycle adalah sebuah siklus di mana harga komoditas yang tengah diperdagangkan berada di atas tren harga jangka panjangnya. Atau pergerakan harga komoditas selama beberapa dekade di atas tren harga bahan dasarnya yang bersumber dari perubahan struktural dalam permintaan.

Sejumlah komoditas memang telah memulai fase new supercycle yang didorong oleh prospek pemulihan ekonomi yang solid pasca-pandemi Covid-19. Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw-BI) Kaltim Tutuk SH Cahyono mengatakan, kenaikan harga komoditas mulai terlihat dan diperkirakan terus berlanjut dalam beberapa tahun ke depan.

Data forecast dari lembaga riset dan analis global, Trading Economics memperlihatkan bahwa beberapa komoditas ekspor Indonesia seperti batu bara, crude palm oil (CPO), tembaga, baja, nikel, dan aluminium mengalami kenaikan harga dan diprediksi berlanjut beberapa tahun ke depan dan mencapai level yang cukup tinggi.

Secara khusus, batu bara yang merupakan komoditas utama ekspor Kaltim diproyeksikan mengalami peningkatan pada beberapa tahun ke depan. Pada April 2021, harga batu bara internasional tercatat mencapai USD 90,68 per metrik ton atau mengalami pertumbuhan hingga 57,52 persen (year on year/yoy). “Tren peningkatan tersebut berlangsung sejak awal 2021,” ungkap Tutuk, Minggu (13/6).

Dia menjelaskan, Kaltim sebelumnya pernah mengalami pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi di era tingginya level harga komoditas (era commodity boom). Saat era commodity boom berlangsung pada rentang 2005-2012, ekonomi Kaltim berangsur mencatatkan pertumbuhan yang tinggi. Puncaknya, pada 2011 tercatat sebesar 6,30 persen (yoy) dan menjadi pertumbuhan tertinggi dalam dua dekade terakhir.

Pertumbuhan tersebut tentunya ditopang oleh kinerja produk domestik regional bruto (PDRB) ekspor Kaltim yang tumbuh tinggi mencapai 16,76 persen (yoy). Hal tersebut utamanya didorong rata-rata harga batu bara internasional yang sangat tinggi, mencapai USD 118,87 per metrik ton dan juga merupakan level yang tertinggi dalam 20 tahun terakhir.

“Dengan demikian, apabila commodity supercycle benar terjadi maka berpotensi kembali mendorong perekonomian Kaltim tumbuh lebih tinggi dikarenakan tingginya dominasi lapangan usaha pertambangan,” tuturnya.

Di sisi lain, era tingginya harga komoditas tersebut mengakibatkan terjadinya fenomena deindustrialisasi di Kaltim. Dikarenakan harga komoditas yang tinggi menjadi disinsentif untuk pengolahan lebih lanjut terhadap komoditas. Hal tersebut tecermin dari mulai menurunnya pangsa PDRB industri pengolahan di Kaltim, semenjak periode tersebut hingga sekarang.

Sebelum 2004, pangsa PDRB lapangan usaha (LU) industri pengolahan tercatat selalu lebih besar dibandingkan PDRB LU pertambangan dan menjadi yang terbesar di antara PDRB LU lainnya. Setelah 2004 hingga sekarang, pangsa PDRB LU pertambangan selalu lebih besar dibandingkan PDRB LU industri pengolahan.

Fenomena deindustrialisasi dan ketergantungan Kaltim terhadap pertambangan juga tecermin dari pangsa penanaman modal asing (PMA) industri pengolahan dan pangsa ekspor manufacturing goods yang terus mengalami tren penurunan, semenjak era commodity boom hingga sekarang. Di tengah terus meningkatnya PMA pertambangan dan ekspor barang mentah yang didominasi komoditas batu bara.

“Tingginya ketergantungan Kaltim terhadap sektor pertambangan membuat potensi pertumbuhan ekonomi untuk tumbuh lebih tinggi dan berkelanjutan menjadi terbatas serta menyebabkan penyerapan tenaga kerja di Kaltim kurang optimal,” pungkasnya.

Mantan Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) Hasan Zein Mahmud menyebut, sinyal dimulainya commodity supercycle mulai terlihat. Setidaknya ada dua faktor yang memicu commodity supercycle. Pertama, transformasi ekonomi yang melahirkan paradigma ekonomi baru. Kedua, pemulihan ekonomi setelah terjadinya krisis.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Kontribusi BUM Desa di Kalbar Masih Minim

Kamis, 25 April 2024 | 13:30 WIB

Pabrik Rumput Laut di Muara Badak Rampung Desember

Senin, 22 April 2024 | 17:30 WIB
X