Tim sinergi bentukan BBPJN yang terdiri dari kejaksaan dan kepolisian, diharapkan menyelidiki penyebab kerusakan jalan di Kaltim dari sisi pelanggaran hukum.
BALIKPAPAN-Konsistensi aparat menindak kendaraan kelebihan muatan atau over dimension overload (ODOL) dinanti publik. Sebab, kerusakan ruas jalan di Kaltim, khususnya kategori jalan nasional turut dipicu lalu lintas kendaraan ODOL. Khususnya angkutan batu bara dan kelapa sawit. Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) menyampaikan, dari 1.710,92 kilometer ruas jalan nasional di Kaltim, 20 persen rusak akibat kendaraan ODOL.
Kepala BBPJN Kaltim Junaidi mengatakan, baru 80 persen ruas jalan nasional di Kaltim yang kondisinya mantap. Kondisi ini menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah dalam menyiapkan infrastruktur jalan di Kaltim sebagai ibu kota negara (IKN) baru. Dengan panjang jalan nasional keseluruhan adalah 1.710,92 kilometer, biaya pemeliharaan yang dikucurkan pun relatif besar. Untuk lingkup pekerjaan per kilometer dengan lebar 7 meter, membutuhkan biaya pemeliharaan rutin sebesar Rp 50 juta.
Selain itu, biaya rutin kondisi menelan anggaran Rp 150 juta per kilometernya. Pun demikian dengan kegiatan rehabilitasi minor, dibutuhkan anggaran Rp 3,15 miliar per kilometer. Sementara rehabilitasi mayor Rp 6,5 miliar per kilometer, serta rekonstruksi Rp 10,9 miliar per kilometer. “Salah satu faktor kerusakannya, karena kegiatan kurang disiplin dalam berlalu lintas. Baik akibat pertambangan maupun angkutan berat lain, seperti angkutan perkebunan sawit,” katanya kepada Kaltim Post pekan lalu.
Dia melanjutkan, jalan rusak yang diakibatkan kendaraan ODOL, turut berdampak pula pada kecelakaan lalu lintas. Serta waktu tempuh perjalanan menjadi lebih lama. Sehingga, berimbas pada lambatnya pertumbuhan ekonomi. Termasuk menimbulkan kerugian negara. Karena terdapat penambahan pembiayaan perbaikan jalan yang tidak sesuai dengan umur jalan yang telah diprogramkan. Di sisi lain, anggaran pembiayaan pemeliharaan jalan terbatas. Ditambah, belum tersedianya Unit Pelaksana Penimbangan Kendaraan Bermotor (UPPKB) di tiap kabupaten/kota.
“Ada gap yang sangat besar, pada kondisi jalan nasional di Kaltim ini,” ungkap mantan kepala Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) XX Pontianak ini. Junaidi mengungkapkan, idealnya jalan nasional dalam kondisi mantap, sesuai standar, dan berkeselamatan. Untuk memastikan hal itu, BBPJN akan melibatkan kepolisian, kejaksaan, kementerian atau lembaga terkait, hingga pemerintah daerah. Guna mengusahakan kesepakatan perbaikan, pemeliharaan, pengawasan, dan pembiayaan.
“Insyaallah, kalau sudah ada tim ini, kita bisa cepat bergerak. Besok-besok kalau ada kendala, terkait hambatan dan kerusakan infrastruktur, akibat kegiatan perkebunan atau pertambangan. Kita sudah ada tim cepat untuk mencari solusinya,” kata Junaidi.
Sementara itu, Kepala Balai Pengelola Transportasi Darat (BPTD) Wilayah XVII Kaltim-Kaltara Avi Mukti Amin menuturkan, mulai 1 Januari 2023, Indonesia ditargetkan sudah bebas kendaraan ODOL. Kebijakan ini sesuai Kesepakatan Program Kerja Sama Indonesia Zero ODOL oleh Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi bersama Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita dan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono pada 24 Februari 2020 lalu. “Ini menjadi momentum yang harus dipatuhi bersama,” kata dia.
Walau masih dua tahun lagi, kebijakan tersebut dilaksanakan secara bertahap. Dimulai dengan pelarangan kendaraan ODOL pada pelabuhan penyeberangan, dengan pemberlakukan tilang sejak 1 Februari 2020. Serta pelarangan naik ke atas kapal penyeberangan yang diberlakukan sejak 1 Mei 2020. Pada semester pertama 2021, BPTD Wilayah XVII Kaltim-Kaltara telah membentuk empat titik pengendalian, pengawasan, dan penegakan hukum terhadap kendaraan ODOL.
Yakni Kabupaten Berau, serta Pelabuhan Kariangau dan UPPKB Karang Joang di Kota Balikpapan. Sementara di Kaltara, penegakan hukum dilaksanakan di Kabupaten Bulungan. “Banyak sekali yang harus dibenahi. Khususnya terkait dengan muatan. Angka pelanggarannya cukup fantastis. Dari 1.273 kendaraan yang dicatatkan atau dinilai laik, hanya 599 kendaraan yang memenuhi. Artinya 675 kendaraan lainnya, dinyatakan tidak laik,” ungkap mantan Kasubdit Uji Berkala Kendaraan Bermotor Dit Sarana Transportasi Kementerian Perhubungan (Kemenhub) ini.
Dia melanjutkan, sejak Januari sampai Juni 2021, pelanggaran administrasi menjadi yang terbanyak dilakukan kendaraan besar ini. Jumlahnya 334 kendaraan. Kemudian over dimension 19 kendaraan dan overload 166 kendaraan. Sedangkan kendaraan ODOL tercatat 5 kendaraan. “Secara konseptual di lapangan, kondisi kendaraan overload dan over dimension cukup memprihatinkan untuk di wilayah jalan nasional yang ada di wilayah Kaltim dan Kaltara,” terang dia.
Berkaca dari temuan itu, menurut kendaraan ODOL bukan sekadar permasalahan transportasi semata, melainkan sudah memiliki dimensi sosial-ekonomi. “Makanya sudah kami mulai saat penegakan hukum yang dilaksanakan di semester 1. Karena ODOL bukan menjadi permasalahan transportasi semata. Melainkan sudah memiliki dimensi secara ekonomi, yang harus kita selesaikan secara bersama,” katanya.
Diwartakan sebelumnya, kondisi jalan di Kaltim kembali menarik perhatian elite daerah akibat rusaknya jalan poros Samarinda-Bontang di Desa Tanah Datar, Kutai Kartanegara. BBPJN melaporkan, panjang jalan nasional dari Samarinda ke Tanah Datar sekira 70 kilometer.
Dari panjang tersebut, sekira 20 kilometer jalan di Tanah Datar rusak. Tersebar di beberapa titik. Dengan panjang kerusakan beragam. Berkisar 500 meter hingga 1 kilometer. “Coba bayangkan hampir separuhnya rusak,” kata Kepala BBPJN Kaltim Junaidi usai focus group discussion (FGD) Strategi Kebijakan Penanganan Kerusakan Jalan Akibat Kegiatan Pertambangan di Hotel Platinum Balikpapan. Aktivitas pengupasan lahan, penggalian, dan lalu lintas angkutan batu bara yang tak terkendali disebut jadi penyebab kerusakan. Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kaltim Christiannus Benny mengatakan, tambang ilegal diduga bermain di kawasan itu. Selain melakukan pengupasan lahan, para pelaku tambang ilegal juga kerap menggunakan jalan umum Samarinda-Bontang ini sebagai lalu lintas kendaraan tambang dengan muatannya.
Rusaknya jalan poros turut membuat Gubernur Kaltim Isran Noor geregetan. Dia pun sempat mengeluarkan unek-uneknya pada Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) ke-42 Kaltim di Bontang, Rabu (9/6) malam. Dengan nada tinggi, Isran menyebut jalan rusak sepanjang jalur Samarinda-Bontang akibat tambang ilegal. "Pokoknya Jalan Samarinda-Bontang, kita lihat kiri kanan (tambang batu bara) itu enggak ada izin. Belum lagi Sebulu-Muara Kaman. Hancur jalan, hancur. Kadang-kadang saya kesal sebenarnya," kata dia. (kip/riz/k15)
Panjang ruas jalan nasional di Kaltim 1.710,92 kilometer.
Dari angka itu, 80 persen diklaim mantap, 20 persen rusak berat.
Dengan lebar 7 meter, tiap 1 kilometer membutuhkan biaya:
Pemeliharaan rutin Rp 50 juta.
Biaya rutin kondisi sebesar Rp 150 juta
Rp 3,15 miliar untuk kegiatan rehabilitasi minor.
Rehabilitasi mayor Rp 6,5 miliar
Rekonstruksi sebesar Rp 10,9 miliar.
Sumber: BPJN Balikpapan
Penegakan Hukum Kendaraan ODOL Sepanjang 2021 di Kaltim
Lokasi Laik Tidak Laik Jumlah
Kabupaten Berau 58 148 206
Pelabuhan Kariangau 437 380 817
UPPKB Karang Joang 96 69 164
Sumber : BTPD Wilayah XVII Kaltim-Kaltara