SAMARINDA - Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LP2M) Universitas Mulawarman menggelar Pelatihan Penulisan Proposal Riset Ilmu Sosial dan Humaniora secara daring, Senin (14/6/2021).
Hadir sebagai narasumber pelatihan kali ini yaitu Broto Wardoyo, Ph.D akademisi dari FISIP Universitas Indonesia dan Prof. Dr. Esti Handayani Hardi dari Universitas Mulawarman.
Pelatihan yang dipandu moderator Frisca Alexandra, M.A. dari Universitas Mulawarman juga melibatkan P2KG-PA (Puslit Kesetaraan Gender dan Perlindungan Anak), P3IS-Hum (Puslit Pendidikan, Ilmu Sosial dan Humaniora) dan P3W-KP (Puslit Pengembangan Wilayah dan Kebijakan Publik).
Dalam paparannya, Prof Dr Esti mengungkapkan kegagalan proposal riset memperoleh sponsor dana karena tidak sesuai arah penelitian dengan ketentuan penelitian dibuat lembaga pemberi dana.
"Menurut saya, dosen dan civitas akademika itu terbiasa menulis proposal, hanya kadang salah kamar. Salah kamar itu menentukan riset kita kemana. Di dasar, terapan atau pengembangan? kalau riset kita di dasar, apply nya di terapan, sudah pasti di administrasi sudah tidak lulus," jelas Prof Esti.
Prof Esti menyarankan agar memakai nama sendiri dalam pengajuan proposal riset dengan track record dari dasar riset yang dimiliki. Karena, proposal riset sosial banyak gagal, akibat meminjam nama peneliti lain.
Kemudian, hal yang harus diperhatikan proposal riset juga mesti mencermati penyusunan Rencana Anggaran Biaya (RAB) dengan SBU yang harus sesuai dengan arah riset.
"Kadang ada yang menyepelekan RAB. Ya sudah lah sembarangan saja. Akhirnya tidak match apa yang dilakukan (riset) dengan RAB," ujar Prof Esti.
Dalam pelatihan daring ini, Prof Esti juga mengakui dirinya di awal banyak gagal mengajukan proposal riset. Ia pun akhirnya bisa peroleh dana riset Rp 37 juta untuk pertama kali dalam kategori riset fundamental dan sampai terlibat penelitian dengan sponsor LPDP dengan dana 1,9 miliar per tahun.
Sementara itu, Broto Wardoyo, Ph.D menjelaskan proposal riset sosial yang diajukan harus kuat konsepnya dengan teori yang hendak dipakai lebih siap untuk dibawa ke perdebatan.
"Kalau misalnya, saya nih belum tahu perdebatan teorinya. Siapkan saja teori itu untuk tahun depan. Jadi, kita harus tahu riset mau apa untuk 4 tahun, 5 tahun dan 10 tahun ke depan," kata Broto.
Broto juga ungkapkan metodologi penelitian proposal riset sosial ke depan lebih banyak digunkan adalah campuran kualitatif dan kuantitatif. Adapun, riset sosial biasanya memunculkan banyak pertanyaan yang dijawab harus dihindari.