Jalan Babak Belur di Utara Kutim, Dewan Minta Pemkab Perjelas Status

- Senin, 14 Juni 2021 | 11:46 WIB
Anggota Komisi C DPRD Kutim Siang Geah
Anggota Komisi C DPRD Kutim Siang Geah

Sulitnya akses transportasi di pedalaman Kutai Timur (Kutim) masih menjadi keluhan utama warga. Terutama jalur darat di kawasan Utara Kutim. Kendaraan kerap alami antrean hingga puluhan kilometer. Terkadang baru bisa melintas setelah menunggu delapan jam lebih.

 

SANGATTA –Lokasi yang dikeluhkan warga itu berada di  Kecamatan Muara Bengkal, Muara Ancalong, Long Mesangat, Batu Ampar dan Busang. Anggota Komisi C DPRD Kutim Siang Geah kerap merasakan dampak kerusakan jalan tersebut. Apalagi dia merupakan warga dari kawasan utara Kutim.

Politikus PDIP tersebut mengaku prihatin. Dia berharap, penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD) 2021-2026 dapat mengarah pada pembangunan yang merata. “Pembangunan jalan menjadi infrastruktur dasar yang paling diperlukan,” ujarnya.

Menurutnya, ada dua permasalahan yang harus diselesaikan. Yakni penyelesaian tata ruang. Sebab, selama ini belum fokus diselesaikan. Terutama mengenai perubahan status kawasan. Kemudian, fokus bagaimana menginventarisasi jalan yang menjadi milik pemerintah. “Harus dilakukan sebelum melakukan pembangun infrastruktur. Ada beberapa kawasan di utara yang statusnya bukan hak pemerintah,” bebernya.

Pasalnya, ada kawasan perusahaan yang selama ini beroperasi. Sedangkan jalan yang sering digunakan masyarakat merupakan milik perusahaan. Tak heran, selama ini akses yang sering digunakan adalah sungai. Sekarang sudah digunakan akses darat dengan maraknya investasi perkebunan kelapa sawit maupun hutan tanaman industri (HTI).

Dalam pemanfaatan jalan, tentunya menjadi polemik di tengah masyarakat. Selain jalan dimanfaatkan untuk kegiatan sehari-hari sebagai akses antar kecamatan dan desa tetapi juga digunakan oleh perusahaan. Terutama di Kecamatan Busang, Long Mesangat, Batu Ampar, Muara Ancalong, dan Muara Bengkal. “Ini yang harus diselesaikan. Pemerintah harus membangun komunikasi dengan pihak ketiga. Kami (dewan) pun juga berkomunikasi dengan pihak perusahaan,” paparnya.

Sejauh ini, pihaknya mendapat laporan bahwa untuk perbaikan jalan sudah ada kesepakatan-kesepakatan. Terutama jalan poros dari Busang menuju Muara Bengkal, Muara Ancalong sampai jalan yang menuju Kutai Kartanegara (Kukar). “Sudah ada kesepakatan-kesepakatan. Setiap perusahaan yang menggunakan jalan wajib berkontribusi untuk membayar dan memperbaiki jika ada kerusakan,” ungkapnya.

Kendati demikian, beberapa kendala selalu timbul. Yakni  faktor operasional yang diakibatkan situasi di perusahaan. Misalnya yang selalu dikeluhkan pada titik-titik yang rusak parah. Tetapi sudah ada dalam diskusi pihak perusahaan untuk menyelesaikan. “Nah, pemerintah harus mendorong bagaimana mengubah status kawasan itu supaya menjadi jalan kabupaten. Sekarang ‘kan statusnya bukan milik pemkab,” jelasnya.

Pihaknya mendorong agar status tersebut diubah dalam pembahasan tata ruang. Dia berharap dapat terselesaikan. Sehingga, bisa dianggarkan melalui APBD, untuk perbaikan jalan. Terutama penyemenan jalan dan pengaspalan di kawasan tersebut. “Kalau sudah selesai (status kawasan), tidak lagi saling melempar tanggung jawab. Kami bersyukur adanya perusahaan. Mereka sebenarnya sudah berbuat. Tetapi, kadang-kadang tidak dalam bentuk laporan,” ucapnya.

Dia meminta agar semua jalan tersebut diinventarisasi. Baik jalan di dalam perkampungan, akses utama antar kecamatan dan desa atau kabupaten. Meski perusahaan sudah mengambil peran. Tetap perlu didorong agar dilaksanakan dengan baik. “Makanya pembenahan tata ruang dan perubahan status kawasan penting. Selama ini hanya bisa menganggarkan untuk perbaikan jalan di dalam desa. Tidak bisa untuk jalan utama, karena milik perusahaan. Bupati dan DPRD sudah mendorong agar pihak perusahaan bertanggung jawab. Sambil menunggu perubahan status kawasan,” akunya.

Laporan perusahaan yang memperbaiki jalan harus ada. Jangan tidak sama sekali. Hal tersebut harus diperhatikan. Sehingga cepat berdampak bagi kehidupan dan perekonomian masyarakat. Makanya perlu sinkronisasi antara provinsi dan kabupaten. “Mengenai listrik, memang belum merata dengan baik. Kami terus mendorong. Tapi, bagaimana perekonomian masyarakat bisa tumbuh dari hasil perkebunan masyarakat. Melalui kerja sama CSR harus diperhatikan. Dengan pembinaan masyarakat di desa-desa,” jelasnya. (dq/far/k15)

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X