SAMARINDA - Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Disperindagkop dan UKM) kembali mendorong produksi komoditas di daerah melalui program hilirisasi industri. Salah satunya agroindustri kelapa. Hilirisasi kelapa dianggap potensial dan berpotensi ekspor.
Kepala Disperindagkop dan UKM Kaltim Yadi Robyan Noor mengatakan, selama ini pihaknya sudah banyak memiliki program dan kegiatan dalam pengembangan potensi hulu di Kaltim. Terutama untuk program sektor pertanian dan hortikultura seperti tanaman pangan, perkebunan, dan peternakan. “Agroindustri ini sangat potensial, salah satunya kelapa,” katanya.
Tanaman kelapa merupakan komoditas tradisional Kaltim, tumbuh dengan baik pada semua tempat yang diusahakan oleh masyarakat sebagai tanaman pekarangan, maupun yang diusahakan dalam hamparan yang cukup luas. Turunan buah ini bisa menjadi kopra edible.
Kopra adalah daging kelapa kering yang biasanya dipecah menjadi dua bagian. Dari rangkaian pilihan jenis kopra yang ada, hingga saat ini kopra edible adalah jenis kopra yang paling unggul, premium quality. Untuk membuat kopra edible, kelapa yang dipilih harus melalui proses sortir yang ketat, antara lain jenis kelapa hibrida yang berukuran kecil sekitar 0,6-0,8 kilogram, berdaging tebal, kulit mulus dan lain sebagainya.
Umumnya, untuk kopra edible dikeringkan dengan metode rumah UV house drying system atau oven drying system. “Kopra edible ini potensial kita kembangkan. Sebab, pangsa pasar kopra edible Indonesia sudah sampai Pakistan, India, Bangladesh, dan Sri Lanka. Permintaannya pun cukup banyak,” ungkapnya.
Di Kaltim sudah ada beberapa pelaku usaha yang mengembangkan kopra edible. Salah satunya CV Masagenah. Untuk kuantitas, CV Masagenah memerlukan 10 boks per bulan. Setiap boks berisi sekitar 24 ton kopra edible. Dengan harga per kilogramnya Rp 17 ribu. Jika dikalikan, per kontainer bisa sampai Rp 400 juta.
Artinya Kaltim perlu mengintegrasikan penanaman kelapa. Untuk memenuhi industri kelapa terpadu di wilayah Kaltim. Pihaknya menginginkan pengembangan produk komoditas secara terintegrasi antara hulu hingga hilir, salah satunya adalah hilirisasi kelapa ini. Perkembangan komoditas bisa mendapatkan banyak manfaat ekonomi, mulai dari peningkatan pendapatan daerah, hingga serapan tenaga kerja.
“Kita bisa belajar dari Sulawesi Tengah, mengelola coklat dari hulu sampai hilir. Kita juga harus bisa mengembangkan komoditas-komoditas unggulan Kaltim,” pungkasnya. (ctr/ndu/k15)