Gunung Steling Rawan Longsor, Proyek Besar Risiko Besar

- Kamis, 10 Juni 2021 | 09:49 WIB
PROYEKSI: Jalan Kakap, Kelurahan Sungai Dama, digadang-gadang menjadi jalur alternatif pemecah kemacetan lewat pembangunan terowongan bawah gunung menuju Jalan Sultan Alimuddin.
PROYEKSI: Jalan Kakap, Kelurahan Sungai Dama, digadang-gadang menjadi jalur alternatif pemecah kemacetan lewat pembangunan terowongan bawah gunung menuju Jalan Sultan Alimuddin.

Keinginan Wali Kota Samarinda Andi Harun untuk mengejar prestisius dengan membangun terowongan di kaki Gunung Steling, Kelurahan Sungai Dama, Kecamatan Samarinda Ilir, bakal menghadapi persoalan besar.

 

SAMARINDADalam dokumen rencana penanggulangan bencana (RPB) yang tengah disusun Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Samarinda, kawasan tersebut masuk zona merah bencana tanah longsor. Perlu kajian mendalam untuk menyukseskan proyek besar tersebut, apalagi telah berdiri permukiman padat sejak dulu.

Plt Kepala BPBD Samarinda Wahiduddin mengatakan, dalam penyusunan RPB, ada tiga kategori prioritas yang ditangani, yakni banjir, longsor, dan kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

Alasannya intensitas peluang terjadi bencana tersebut di Kota Tepian cukup tinggi, dan berdurasi lama. Seperti di 2020, terdapat 17 titik longsor yang terdata, sehingga perlu menjadi perhatian khusus terutama daerah Gunung Steling, Bukit Suryanata, dan beberapa titik di Palaran, masuk zona merah.

"Karena itu bencana alam, manusia tidak bisa mengatur alam, makanya dilakukan sosialisasi terus-menerus tentang bahaya potensi longsor," ucapnya, Selasa (8/6).

Berdasarkan kajian, Wahiduddin yang juga menjabat Kabid Kesiapsiagaan BPBD Samarinda menyebut, di Gunung Steling terdapat cesar aktif atau patahan yang tetap, sehingga daya kekuatan tanah untuk menopang benda di atasnya terbatas. Korelasinya jika masyarakat terus menerus membuat permukiman di sana, maka akan linear dengan besarnya potensi bencana longsor yang akan terjadi. "Dalam sosialisasi kami selalu mengingatkan, agar lokasi itu harusnya dijauhi. Misalnya pindah ke lokasi lain," urainya.

Sedangkan terkait dengan rencana proyek pembangunan terowongan, diakuinya masih didiskusikan, termasuk wacana menjadi kawasan tersebut sebagai destinasi wisata. Apakah nantinya dengan mengubah struktur kefungsian dari permukiman menjadi destinasi atau proyek terowongan akan berpengaruh terhadap potensi bencana yang bakal terjadi, belum bisa dipastikan. "Kami sudah punya data struktur tanah di sana. Namun, belum sampai pembahasan jika terjadi peralihan fungsi," ungkapnya.

Dia menambahkan, dalam setiap sosialisasi di zona merah rawan longsor, termasuk Gunung Steling, pihaknya selalu mengingatkan warga tidak lagi membangun baru. Mengingat, bangunan yang ada sudah sangat membebani tanah, apalagi jika semakin banyak, berpotensi memengaruhi daya topang tanah yang semakin lemah. "Ada juga opsi relokasi permukiman ketika nanti ada proyek di sana. Tetapi masih terus didiskusikan," tutupnya.

Sebelumnya, Andi Harun memaparkan, sesuai visi-misi yang diusung, antara lain mengatasi banjir dan kemacetan.

Soal banjir, salah satu penyebabnya adalah limpasan air dari Sungai Mahakam yang masuk melalui SKM. "Di sana akan dibuat pintu air yang dilengkapi pompa dengan sistem pengoperasian yang serba-digital bekerja 24 jam. Saat ketinggian air Mahakam meningkat, pintu tertutup. Juga dilengkapi pintu khusus selebar 10 meter agar kapal nelayan atau angkutan bisa melintas," ucapnya, Senin (7/6).

Proyek yang bernilai sekitar Rp 700 miliar itu diharapkan dapat mengurangi luas daerah tergenang dan mengurangi waktu genangan, paling utama Samarinda bisa terhindar dari banjir besar seperti tahun-tahun sebelumnya. "Tidak hanya itu, sistem drainase perkotaan dibenahi dan ditingkatkan kapasitasnya. Di beberapa titik dilakukan normalisasi atau pengerukan berkala, sehingga aliran bisa lancar," ujarnya.

Proyek kedua yakni pemecah kemacetan di Jalan Otto Iskandardinata. Berdasarkan kajian terdahulu untuk pelebaran badan jalan, dibutuhkan dana yang sangat besar, karena harus membebaskan lahan di sisi kiri-kanan. Kemudian, dua alternatif disiapkan, yakni dengan membangun jalan layang (flyover) dan terowongan (tunnel). "Dari segi biaya keduanya tidak jauh berbeda. Tetapi untuk flyover dampak sosial lebih besar. Makanya kami mendalami kajian pembangunan terowongan menghubungkan jalan Kakap dengan Jalan Sultan Alimuddin, Sungai Dama," ucapnya.

Jika di Samarinda terbangun, kepemimpinannya akan meninggalkan warisan atas legacy yang cukup baik. "Nilai prestisius. Keren banget kalau Samarinda punya terowongan. Estimasi biayanya sekitar Rp 456 miliar. Dengan dampak sosial yang lebih minim ketimbang membangun jalan layang," ujarnya. (dns/dra/k8)

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X