Masalah penanganan sampah di Kubar memasuki babak baru. Persoalan ini seakan tak berujung. Jalan akses menuju TPA Belaw sudah diperbaiki pemerintah dengan mengerahkan alat berat.
SENDAWAR - Setelah akses jalan ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Belaw diperbaiki, masalah persampahan belum selesai. Kali ini kendaraan operasional untuk angkutan sampah menjadi kendala.
Sebelumnya, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kubar Ali Sadikin mengungkapkan, kondisi armada pengangkut sampah tak kunjung mendapat perhatian khusus. “Banyak bak truk sampah yang keropos, hingga bertahun-tahun kondisinya. Belum lagi kerusakaan lainnya. Miris dari 11 unit cuma tiga yang layak pakai,” beber Ali Sadikin.
Stigma masyarakat membuang sampah sembarangan dimunculkan demi alasan membela diri pemerintah. Pengelolaan sampah secara mandiri pun diharuskan. Hal ini ditanggapi Sekretaris Dinas Perkimtan Kubar Sabransyah.
Ia menjelaskan, secara prosedural pengelolaan sampah merupakan urusan wajib pemerintah sepenuhnya. Dua puluh persen wilayah di kabupaten ini masuk kategori kawasan kumuh yang menjadi pekerjaan rumah yang belum terselesaikan hingga sekarang.
“Sudah di-SK-kan, ada tim survei yang melihat kawasan kumuh itu. Namun, saya belum pelajari daerah mana saja. Karena itu, pertama, di sini kita harus membuat rencana induk atau masterplan,” imbuh Sabransyah.
Menurut dia, pola penanganan dengan skema yang kabur seperti ini, tentu tak akan ada hasil. “Termasuk soal sampah ini. Misalnya di kampung ini bangun apa, daerah ini bangun apa. Kalau tidak ada rencana induk, ya kita berjalan dalam gelap terus,” tandasnya.
Dengan begitu, kata dia, jangan harap bisa menuju status kota maju. Itu indikatornya adalah kota bersih. Sampah ada di mana-mana. Sementara TPS minim. Jika dicermati pada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008, pemerintah telah membuat masyarakat bingung dalam bertindak soal sampah.
Aturan ini melarang untuk tidak membuang sampah di sembarang tempat. Bahkan ada sanksi bagi yang melanggar. “Masyarakat disuruh ke tempat penitipan sementara. Kata-kata titip itu ada konsekuensinya, pasti ada biaya operasional yang harus kita keluarkan. Hal ini mestinya dipahami mekanisme yang harus dilakukan itu apa. Ujung-ujungnya masyarakat dikambinghitamkan,” sesalnya.
Ia menawarkan solusi. Strategi TPS 3R segera dikerjakan agar tak ada kawasan kumuh baru. Strateginya membangun sarana-prasarana tempat pemilahan sampah.
“Jadi, bukan lagi TPS yang dulu kita kenal dengan benda mati. Sekarang sudah berubah. Di situ adalah satu bangunan di mana ada kegiatan dari rumah ke pengumpulan. Kemudian pengangkutan sampai di TPS ada pemilihan dan pengolahan residunya. Baru kita amankan secara ramah lingkungan ke TPA,” jelasnya.
Selain menuntaskan masalah, langkah ini dinilai justru memengaruhi ekonomi masyarakat. “Akan ada lapangan kerja terbuka nantinya, ongkos angkut juga berkurang,” ujarnya. (rud/kri/k16)