Kaltim Harus Keluar dari Zona Nyaman Batu Bara

- Senin, 7 Juni 2021 | 09:53 WIB

RENCANA pemerintah mengganti PLTU dengan energi baru terbarukan (EBT) mulai 2025 seperti buah simalakama bagi Kaltim. Betapa tidak, provinsi ini sangat mengandalkan batu bara sebagai pertumbuhan ekonomi. Bisa dibayangkan, bila produksi emas hitam menurun, imbas pembangkit tenaga emas hitam yang dipensiunkan. Ekonomi Benua Etam terancam tertekan.

Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) Kaltim Tutuk SH Cahyono mengatakan, persiapan memang harus dilakukan. Sebab, memang cepat atau lambat, dunia didorong untuk paling tidak mengurangi pemanasan global yang saat ini terus meningkat demi kelangsungan kehidupan di bumi.

Untuk itu, PLTU batu bara yang dianggap sebagai salah satu penyebabnya, harus secara bertahap dikurangi dan digantikan dengan sumber energi yang baru atau terbarukan. Untuk itu, Kaltim harus, alias bukan pilihan lagi, mampu melakukan transisi yang baik agar ekonomi tidak tertekan terlalu dalam ketika dunia atau pemerintah Indonesia akan menghentikan PLTU.

“Kami dari BI sudah lama dan terus membangun kesadaran untuk secara lebih serius mengimplementasikan regulasi dan strategi kebijakan yang mampu mendorong tumbuhnya industri turunan dari batu bara di Kaltim. Teknologi sudah tersedia yang mampu mengubah batu bara menjadi produk-produk turunan yang jauh lebih punya nilai tambah,” ungkapnya.

Namun, masalah utama saat ini adalah bagaimana Kaltim mampu menarik investor itu, agar mau menanamkan investasinya mendirikan industri hilir di Kaltim. Apalagi saat harga batu bara mentah masih mahal seperti saat ini. Juga, kurangnya jaminan pembeli turunan batu bara, misalnya metanol dan lain-lain. Kondisi itu masih merupakan disinsentif bagi investor untuk memproduksi turunan emas hitam, menjadi semakin sulit mengharapkan investor masuk.

“Perlu terobosan kuat. Momennya sudah pas sebenarnya. Misalnya membangun energi untuk mendukung IKN (ibu kota negara) baru. Posisi strategi Kaltim, mulai diterapkannya UU Cipta Kerja dan lain-lain,” jelas Tutuk.

Meski begitu, dia bersyukur sudah ada satu perusahaan yang akan dibangun dan melakukan hilirisasi batu bara di Kutim berbasis coal to methanol. Hal itu memberikan harapan akan munculnya klaster industri baru berbasis batu bara seperti yang sudah berhasil dilakukan di Bontang selama ini dengan klaster industri berbasis migas.

Kalau industri coal to methanol telah dibangun dan iklim investasi berhasil menarik investasi lanjutannya, Tutuk sangat optimistis, isu penghentian PLTU batu bara secara bertahap akan mengalami transisi yang mulus. Di mana industri berpindah ke berbagai macam produk berbasis batu bara. Sebab, turunan metanol juga masih ada lagi beberapa.

“Munculnya klaster industri baru berbasis batu bara dalam sekian tahun ke depan itu sejalan dengan penurunan peran ekspor batu bara mentahnya. Menjadikan penyerapan tenaga kerja, pembiayaan, dan diversifikasi kegiatan ekonomi semakin tinggi kualitasnya,” ucap dia.

Tutuk melanjutkan, artinya penyerapan tenaga kerja semakin banyak diperlukan dengan kualifikasi yang lebih tinggi, pembiayaannya semakin banyak, dan bervariasi. Kuncinya saat ini kembali membangun iklim investasi dengan menyelesaikan beberapa tantangan yang selama ini menghambat masuknya investasi ke sektor hilir. Termasuk membenahi iklim investasi di kawasan industri yang bisa menjadi motor pertumbuhan ekonomi di Kaltim.

“Konsep yang sama bisa diterapkan juga di sawit yang selama ini banyak mengekspor hanya CPO (crude palm oil) dan palm kernel atau palm kernel oil-nya saja,” bebernya.

Sementara itu, Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Kaltim Christianus Benny menjelaskan, upaya untuk pembangunan berkelanjutan sudah diupayakan. Dipaparkannya, Kaltim hijau sudah mulai 2009. Dinas ESDM Kaltim sudah lama mengembangkan energi baru, terbarukan dan konservasi energi (EBTKE) untuk memenuhi rasio elektrifikasi, pembauran energi sesuai RPJMD Kaltim.

“Mulai pemanfaatan biogas dari kotoran sapi di Kubar dan Kutim (Rantau Pulung) serta Kukar di Kota Bangun,” kata Benny.

Dia menambahkan, pemanfaatan biogas juga ada dari pome sawit dengan sembilan izin perkebunan rata-rata 1 megawatt. Selain itu, PLTA sudah ada detail engineering design (DED) mulai 1982 dari Mahulu sampai Malinau. Kemudian PLTS juga sudah banyak dibangun, namun banyak juga yang rusak baik yang dibantu Kementerian ESDM maupun Dinas ESDM Kaltim.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X