Hasil Rapat TKB soal Coblosan di 2024, Pemilu 28 Februari, Pilkada 27 November

- Minggu, 6 Juni 2021 | 12:50 WIB

JAKARTA – Kepastian terkait jadwal dan tahapan pelaksanaan Pemilu dan Pilkada Serentak 2024 mulai menemukan titik terang. Rapat konsinyering tim kerja bersama (TKB) antara pemerintah, Komisi II DPR RI, dan penyelenggara sudah bersepakat soal sejumlah isu mendasar. Hari H pemungutan suara pemilu adalah Rabu, 28 Februari 2024. Adapun coblosan pilkada disepakati digelar pada Rabu, 27 November 2024.

Sementara itu, untuk start tahapan pemilu, rapat konsinyering menyepakati dilaksanakan selama 25 bulan sebelum pemungutan suara. Jadi, akan dimulai pada Maret 2022. Rencana tersebut lebih pendek daripada usul KPU RI yang mencanangkan 30 bulan. Selain itu, disepakati hasil Pemilu Legislatif (Pileg) 2024 akan dijadikan dasar pencalonan pilkada. Perolehan suara dan kursi DPRD di Pileg 2024 menjadi basis penghitungan syarat ambang batas pencalonan.

Komisioner KPU RI Pramono Ubaid Tanthowi mengakui ada kesepakatan rapat TKB pada Kamis malam (3/6) itu. Namun, dia menyebutkan, kesepakatan itu belum final. “Sifatnya (masih, Red) sementara,” ujarnya kepada Jawa Pos (4/6).

Menurut Pram, sapaan Pramono Ubaid Tanthowi, keputusan resmi akan diambil melalui forum rapat konsultasi (RDP) bersama DPR. ”Saat KPU mengajukan rancangan peraturan KPU tentang tahapan, program, dan jadwal,” ucapnya. Pram menambahkan, yang dibahas pada rapat terakhir itu baru sebagian kecil isu. Rencananya dilaksanakan beberapa kali rapat konsinyering untuk membahas hal-hal lainnya.

Wakil Ketua Komisi II Luqman Hakim menambahkan, selain membicarakan tahapan, TKB membahas masa jabatan para penyelenggara pemilu. Perlu diketahui, akhir masa jabatan KPU daerah berbeda-beda bulan dan tahunnya. “Sebagian menganggap hal itu akan mengganggu pelaksanaan tahapan pemilu,” lanjut politikus PKB tersebut.

Untuk sementara, ada dua opsi yang dipikirkan. Yakni antara memperpanjang masa jabatan hingga 2025 atau memajukan proses rekrutmen menjadi 2022.

Sementara itu, peneliti Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) Hadar Nafis Gumay menilai, pembahasan melalui TKB tidak menguntungkan penyelenggara. ”Penyelenggara terperangkap dengan dibentuknya tim kerja bersama. Seolah-olah semua harus melalui tim kerja,” ujar dia.

Sebetulnya, lanjut Hadar, KPU sebagai penyelenggara memiliki kewenangan untuk memutuskan berbagai hal teknis tahapan pemilu. Otoritas ada pada KPU. Dengan cara kerja seperti sekarang, Hadar menilai, kerja penyelenggara akan lambat. Sebagai contoh, TKB yang terbentuk Februari lalu itu menargetkan kerja mereka tuntas pada Mei. Namun faktanya, kerja TKB baru dimulai Mei.

Jika hal teknis dibahas secara matang oleh KPU secara mandiri, Hadar yakin prosesnya akan lebih cepat. Tinggal bagaimana KPU meyakinkan ke DPR dan pemerintah atas isu teknis yang telah disiapkan. ”Karena kita kan inginnya cepat. Supaya pelaksanaan bisa betul-betul siap dengan kebutuhannya,” tutur dia.

Sementara itu, Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia sepakat dengan wacana penyederhanaan surat suara. Langkah itu bisa menjadi solusi daripada menerapkan pola lama di pemilu sebelumnya.

Pengalaman Pemilu 2019, format lima surat suara diterapkan karena digelar lima jenis pemilihan dalam satu waktu. Yakni pemilihan presiden, DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota. Dalam praktiknya, pemakaian lima surat suara ternyata merepotkan. Bukan hanya bagi pemilih, tapi juga bagi penyelenggara di tingkat lapangan.

Meski mendukung, Doli juga memberikan catatan. Legislator Partai Golkar itu menilai perlu ada sosialisasi yang matang ketika ada perubahan desain surat suara. Dia berharap semua usul untuk penyederhanaan ini bisa dikaji bersama. Sebab tujuannya menyederhanakan, desain surat suara yang baru harus benar-benar memudahkan pemilih, bukan malah mempersulit.

”Kalau memang nanti dalam kajian kita itu bisa kita anggap memudahkan dan kita punya waktu cukup untuk sosialisasi, ide apa pun saya kira bisa kita kembangkan,” tutur dia kemarin.

Sebelumnya, Ketua KPU RI Ilham Saputra mengatakan, desain lima surat suara cukup memberatkan bagi pemilih maupun penyelenggara. Karena itu, penyederhanaan surat suara menjadi salah satu objek kajian saat ini. ”Bisa saja hanya satu surat suara atau dua,” ujarnya Minggu (30/5).

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X