PTM Perlu Direalisasikan dengan Perhatikan Risiko Masa Pandemi

- Minggu, 6 Juni 2021 | 12:28 WIB
PERIKSA: Rusmadi (tengah) meninjau TK 3 Kelurahan Bukuan, yang menjadi salah satu dari 14 sekolah tangguh Covid-19, Senin (26/4).
PERIKSA: Rusmadi (tengah) meninjau TK 3 Kelurahan Bukuan, yang menjadi salah satu dari 14 sekolah tangguh Covid-19, Senin (26/4).

-

 

PENANGANAN pendidikan menjadi salah satu program yang diusung dalam 100 hari kerja Wali Kota Andi Harun dan Wakil Wali Kota Samarinda Rusmadi Wongso. Melalui program bertajuk Sekolah Tangguh, diharapkan pelaksanaan pembelajaran dapat berjalan kembali secara optimal.

Pembelajaran Tatap Muka (PTM) diusulkan kembali berjalan dengan memerhatikan tingkat risiko masa pandemi. Evaluasi secara berkala pun dilakukan untuk melihat sejauh mana PTM di tengah masa pandemi.

Beberapa sekolah sebenarnya telah menyatakan siap untuk melaksanakan pembelajaran luar jaringan (luring). Setidaknya ada 72 sekolah yang menyatakan siap melakukan PTM. Namun, puncuk pimpinan Kota Tepian berkata lain.

Tetap berpatokan pada program kerja yang diusung. Hanya membuka 14 Sekolah Tangguh untuk PTM dalam 100 hari masa kerja. Melihat situasi pendidikan saat ini, Pengamat Pendidikan Musyahrim angkat bicara.

Menurut dia, program yang diusung kali ini merupakan langkah yang tepat. Namun, dia berpendapat jika harusnya PTM dapat dilakukan tidak hanya untuk 14 sekolah.

"Dari 14 sekolah itu kan (sudah) dievaluasi, toh berjalan lancar kan. Nah, setelah itu harusnya nggak ada pilihan lagi. Tetapkan sudah (PTM) dengan sistem protokol ketat dan ada pembatasan (siswa)," kata Musyahrim.

Pria yang pernah menjabat Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kaltim ini juga berpendapat, jika penerapan PTM terus tertunda bisa membuat generasi penerus mengalami penurunan kualitas pendidikan.

Sebab, selama belajar daring diterapkan learning loss atau kehilangan kemampuan dan pengalaman belajar pada siswa. "Itu (sistem daring) akan berdampak kacau ke generasi kita,” jelasnya.

Jadi, menurut dia, anak-anak ini tidak fokus belajar. Sebanyak 80 persen handphone yang digunakan itu bukan untuk belajar, tapi malah main game dan lainnya. Hanya 20 persen di otak anak untuk belajar, hanya untuk memenuhi syarat.

Evaluasi lain yang mengerjakan soal juga bisa jadi kakaknya atau ibunya. Jika demikian, kacau. “Itulah dulu dilarang pegang handphone, sekarang malah disuruh, tapi anak-anak kita ini malah untuk main game," sambungnya.

Dampak learning loss ini akan sangat berbahaya bagi pembangunan daerah. Sebab, kualitas SDM nantinya menurun. Meskipun dampaknya baru akan terasa pada lima atau 10 tahun mendatang.

"Ini harus segara diselamatkan anak-anak kita. Semisal dalam satu kelas nggak bisa 10 orang, ya lima orang tidak masalah, yang penting belajar dahulu hari-hari. Buktinya 14 sekolah itu PTM nggak ada masalah sejauh ini," imbuhnya.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X