Arkeolog Temukan Budi Daya Kepiting Bakau dan Madu Hutan

- Minggu, 6 Juni 2021 | 11:58 WIB
Temuan sejarah peradaban manusia lampau yang diperkirakan mencapai ribuan tahun lalu. Lokasinya di dekat lokasi yang direncanakan dibangun istana negara. Tampak Gua Panglima, di kecamatan Sepaku.
Temuan sejarah peradaban manusia lampau yang diperkirakan mencapai ribuan tahun lalu. Lokasinya di dekat lokasi yang direncanakan dibangun istana negara. Tampak Gua Panglima, di kecamatan Sepaku.

BALIKPAPAN–Kumpulan jejak peninggalan kebudayaan dan peradaban masa lalu di lokasi ibu kota negara (IKN) baru terus diteliti. Setelah menemukan gua yang telah dihuni manusia dengan perkiraan ribuan tahun, tim dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional. (Puslit Arkenas) kembali mengumpulkan data mengenai adat dan kebudayaan leluhur suku yang mendiami wilayah tersebut.

Yaitu, suku Paser yang berada di Kecamatan Sepaku, Penajam Paser Utara (PPU). Kepala Puslit Arkenas Dr I Made Geria menerangkan, penelitian dilaksanakan di Kelurahan Mentawir di Kecamatan Sepaku. Di sana, masyarakat diketahui mengelola kawasan mangrove atau hutan. Termasuk membudidayakan kepiting bakau sebagai sumber pangan. Tak hanya itu, leluhur suku Paser di kelurahan tersebut juga mengelola hutan bambu untuk memproteksi aliran air saat hujan turun.

Dari kesimpulan para peneliti, kawasan itu sering kali hujan dengan intensitas tinggi dan mengakibatkan erosi. Keberadaan bambu di wilayah tersebut juga dimanfaatkan masyarakat untuk kerajinan. Semacam topi dan bakul. “Jadi ada nilai kearifan, yang sejak dulu dikelola mereka. Dan juga untuk menyelamatkan kawasan sungai, yang ada di situ di lingkungan. Yang hanya bisa dimanfaatkan ketika musim hujan,” katanya saat ditemui Kaltim Post di Lobi Hotel Gran Senyiur, Jumat (4/6).

Dari hasil penelitian di Kelurahan Mentawir yang sudah didiami suku Paser, kini telah berbaur dengan pendatang. Dan memunculkan multi-kultur yang harmonis. Selain itu, masyarakat adat Paser mendiami hutan di Kelurahan Sepan di Kecamatan Penajam. Mereka mengelola kawasan hutan di sana dengan membudidayakan madu hutan. “Kalau hutannya habis, mereka tidak bisa memproduksi madu. Sehingga masih tetap dilindungi. Karena ingin memanfaatkan hutan itu. Dalam artian, bukan menghabiskan tapi memikirkan keberlanjutannya,” terang dia.

Sehingga dapat disimpulkan sementara, masyarakat adat yang mendiami wilayah calon IKN baru sudah mendapat warisan kebudayaan dari leluhurnya untuk kehidupan berkelanjutan. Mereka hanya perlu mendapat perhatian lebih agar pengelolaannya bisa lebih baik. Lanjut dia, nantinya ada beberapa rekomendasi yang akan dihasilkan. Selain tulisan ilmiah, ada beberapa rekomendasi kebijakan pelestarian yang menjadi nilai penting.

Temuan itu, sambung dia, akan disampaikan kepada pemerintah agar ditindaklanjuti oleh kementerian atau lembaga terkait saat pembangunan IKN baru ini. “Tentunya dalam hal ini, penguatan terhadap keberadaan IKN. Terkait dengan nilai-nilai kebudayaan tadi. Mendekati walaupun tidak sempurna, tetapi bisa dimaknai, bahwa ada value(nilai)yang tidak bisa kita tinggalkan. Saat pembangunan IKN nanti,” ungkapnya.

Sebelumnya, Ketua Tim Peneliti Prof Harry Truman Simanjuntak turut menyampaikan temuan sejarah peradaban manusia lampau yang diperkirakan mencapai ribuan tahun lalu. Lokasinya di dekat lokasi yang direncanakan dibangun istana negara. “Ada temuan-temuan di luar perkiraan sebelumnya. Salah satu temuan hunian gua, yaitu Gua Panglima di Kecamatan Sepaku. Menurut tim kami, jarak lurusnya itu, hanya sekitar 5 kilometer dari titik nol (IKN). Artinya itu, masuk di zona inti dari IKN itu sendiri,” katanya.

Dia melanjutkan, gua ini terletak di pegunungan karst yang berada di hutan primer. Sehingga tidak terjangkau oleh manusia. Lokasinya cukup sulit untuk diakses lantaran tertutup hutan belantara. Dari hasil penelusuran tersebut, ditemukan informasi bahwa manusia sudah menghuni gua tersebut sejak ribuan tahun lalu. Kesimpulan itu setelah membandingkan dengan data-data regional yang telah dihimpun Pusat Penelitian Arkeologi Nasional. 

“Jadi wilayah IKN itu, sudah punya sejarah yang panjang. Leluhur kita sudah menghuni wilayah ini. Saya berani mengatakan sejak ribuan tahun yang lalu. Ribuan tahun berapa? kita harus bersabar dulu. Tapi dari data temuan itu, minimal 4–5 ribu tahun yang lalu sudah ada dihuni itu,” katanya. Dari hasil penelitian itu juga, arkeolog menemukan artefak atau sisa peralatan berbahan batu dan tulang di dalam gua tersebut. Manusia yang pernah menghuni gua tersebut, membuat peralatannya dengan cukup bagus. Seperti spatula atau sutil (peralatan memasak) berbahan tulang. Ada pula dari cangkang kerang laut. Padahal, wilayah tersebut jauh dari laut.

“Tetapi leluhur kita, mampu dengan kemampuan menjelajahnya, sampai ke pinggiran pantai. Terus dia bawa molusca laut itu,” tutur pria berkacamata itu. Ada juga alat-alat dari batu, yang berasal dari sungai yang mereka gali. Kemudian dikerjakan menjadi sebuah peralatan. Lalu, ada sisa pembakaran di dalam gua. Dan hal itu mengindikasikan yang menghuni gua tersebut sudah memanfaatkan api untuk berbagai keperluan. “Mungkin mengolah makanan, atau juga memanaskan tubuh, dan macam-macam,” sambung alumnus jurusan Arkeologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada (UGM) ini.

Temuan lainnya, sisa manusia yang ada di gua itu. Walaupun dalam bentuk fragmen atau bagian tulang. Bukan dalam bagian tulang lengkap yang ditemukan dalam kuburan. Akan tetapi, menurutnya hal tersebut dapat dimaklumi karena kegiatan tersebut baru penelitian pendahuluan. Dan belum menjangkau banyak ruang. “Jadi ada sisa-sisa manusia. Baik berupa gigi, maupun fragmen tulang lengan. Dan ada beberapa lagi, yang masih perlu dianalisis. Karena kelihatannya juga bagian dari manusia,” jelas Truman.

Selain gua, tim peneliti menemukan semacam industri peleburan logam di Kelurahan Maridan, Kecamatan Sepaku. Peneliti menduga lokasi ini sebagai pusat industri pengolahan logam. Sebarannya sangat luas. Mulai tepi pantai sampai ke hulu sungai. “Area ini sudah terlacak minimal radius 3 kilometer. Wilayah yang sudah teridentifikasi,” katanya. Di kawasan itu, ditemukan terak besi atau ampas sisa pengolahan besi. Kemudian bahan peleburan besi, semacam laterit dan lelehan besi.

Termasuk alat untuk melebur pahat pada tuyer atau lubang tungku pembakaran. “Kami juga belum tahu. Sejak kapan industri itu berkembang di sana,” lanjutnya.

Dari temuan itu, pihaknya menyimpulkan sementara bahwa di wilayah yang akan dijadikan IKN, dulunya semacam pusat perkembangan logam. Paling tidak untuk skala lokal. Walau begitu, sangat memungkinkan juga, untuk perkembangan logam untuk wilayah Kalimantan.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X