Ketika Sains Jadi Jawaban Konflik Orang Utan dan Sawit

- Jumat, 4 Juni 2021 | 09:53 WIB

Sekitar 80 persen orang utan tinggal di kawasan non-konservasi yang rawan konflik. Mereka tak lagi hidup dalam hutan hujan Kalimantan yang terkenal itu.

 

SATWA yang kerap disebut berkonflik dengan kebun sawit adalah orang utan. Padahal, kebun sawit bisa menjadi penjaga orang utan. Memang, satwa ini sering dianggap hama karena memakan umbut sawit atau sawit muda. Tetapi, umbut sawit bukanlah makanan utama orang utan. Maka dari itu, dengan sains, jalan tengah bisa diupayakan. Namun, perlu komitmen dari pengusaha kebun sawit.

Di Kaltim, ada 1,2 juta hektare kebun sawit. Lebih dari setengah sektor pertanian Kaltim juga dari kontribusi sawit. Di sisi lain, diperkirakan, ada sekitar 65 ribu orang utan di seluruh Kalimantan. Tetapi, tak semua hidup adem ayem di hutan. Mereka banyak tinggal di kebun sawit, pertambangan, permukiman, hingga HTI (hutan tanaman industri). Hal ini dijelaskan Yaya Rayadin, peneliti dari Ecology and Conservation Center for Tropical Studies. Lelaki yang juga akademisi Universitas Mulawarman (Unmul) ini, sudah melakukan riset belasan tahun soal orang utan.

Yaya dan timnya melakukan berbagai penelitian tentang tingkah laku hewan. Salah satunya dengan memasang camera trap. Dari kamera itu, Yaya merekam bagaimana pergerakan hewan, kemudian mempelajari perilakunya. Dia mengatakan, dalam upaya konservasi orang utan, yang diperlukan adalah memahami perilaku satwa ini. "Hal ini pun terus berkembang. Ada teori saya yang di awal, ternyata setelahnya bisa tak relevan lagi. Orang utan itu pintar loh," jelasnya. Dia menceritakan, misal bertemu dengan orang utan di area tambang atau sawit, dan ingin mengamati mereka, dia hanya bisa mengamati dari dalam mobil yang masih menyala mesinnya namun tak jalan.

Pada momen itu, orang utan akan lebih tenang. Berbeda, ketika mesin mobil dimatikan, maka si orang utan akan pergi. Dengan pengamatan perilaku, dia bisa menemukan formula konservasi orang utan di sebuah kebun sawit. Namun, upaya konservasi di kebun sawit A bisa berbeda dengan kebun sawit B. "Kesulitan membuat rencana konservasi orang utan di kebun sawit itu berbeda-beda. Tetapi, tentu saja lebih mudah yang membangun konservasi sebelum kebun sawit dibuat, daripada yang sudah berjalan kebun sawitnya, baru hendak membuat kawasan konservasi," katanya.

Diakui Yaya, dibandingkan 5 sampai 10 tahun lalu, saat ini kondisi konflik masyarakat dengan orang utan tak lagi banyak terdengar. Hal ini menurutnya ada beberapa sebab. Pertama, pohon sawit mudah telah tumbuh besar. Sedangkan, bagian sawit yang biasa dimakan orang utan adalah sawit muda. Selain itu, sebab lainnya adalah beberapa perusahaan kebun sawit sudah menyiapkan areal konservasi orang utan. Sehingga, risiko konflik makin kecil. Sebab, jika ada areal konservasi serta koridor satwa, para orang utan itu masih punya "rumah".

Tetapi, jika orang utan itu tak tinggal di kawasan konservasi, memang tak mengherankan, mengingat kawasan konservasi pun juga sedikit. Yaya mengatakan, dalam studi sebelumnya, dia mendapati dari 3 juta hektare lanskap Kutai, area konservasi tak sampai 300 ribu hektare. Padahal, lahan di luar area konservasi itu memungkinkan awalnya adalah rumah orang utan, namun dirambah untuk kepentingan pertambangan, perkebunan, industri, maupun permukiman.

Tak berada di hutan alam, dan kerap dianggap hama di kebun sawit, bukan berarti orang utan kondisinya baik-baik saja. Kebun sawit tetaplah bukan habitat orang utan. Sebab, kondisi orang utan yang ditemukan di kebun sawit, juga kondisi malanutrisi. “Di hutan alam, berat badan induk orang utan sekitar 40-50 kilogram. Sedangkan, kami menemukan induk orang utan di kebun sawit itu berat badannya hanya 20 kilogram,” papar alumnus Universitas Hokkaido, Jepang tersebut.

Yaya menegaskan, orang utan yang ke kebun sawit itu karena terpaksa. Bukan karena mereka merasa senang merasa banyak makanan. Sebab, jika ada orang utan yang memakan sawit, maka bisa dipastikan hutan di sekitar sudah rusak. Meski begitu, sejumlah perusahaan kebun sawit sudah memulai upaya konservasi. Sebab, pasar dunia juga menuntut agar perusahaan sawit membangun produksi yang bersifat keberlanjutan.

"Khususnya bagi mereka yang memiliki pangsa pasar di Eropa," kata Yaya.

Maka dari itu, sejumlah perusahaan sawit juga meminta bantuan terkait bagaimana konservasi orang utan di areal sawit. Yaya dan timnya pun telah mendatangi berbagai perusahaan sawit untuk melatih para pekerja mereka bagaimana menyiapkan area konservasi. Pelatihan juga terkadang dilakukan kepada petani sawit atau masyarakat di sekitar kebun sawit itu. Sehingga, mereka tidak menyakiti orang utan.

Terkait berapa persentase koridor satwa ataupun areal konservasi yang harus disiapkan sebuah kebun sawit, sebenarnya berbeda-beda. "Itu semua bergantung dengan kondisi kebun sawitnya. Bentuknya seperti apa, bagaimana kondisi hutan di sekitar itu juga memengaruhi. Ada perhitungannya. Jadi, agak susah jika harus dipersentasekan harus berapa," sambung Yaya. Selain itu, dengan adanya areal konservasi di kebun sawit, perusahaan kebun sawit itu juga diminta Yaya untuk menjaga areal konservasinya. Mulai dari patroli dan sebagainya.

Sehingga tak disatroni pembalak liar. Sejauh ini, perusahaan yang bekerja sama dengan Yaya, mematuhi aturan untuk turut menjaga hutan. "Jadi, kami meminta selesai membangun areal konservasi itu, harus dirawat. Bukan asal bangun selesai. Ketika tidak dirawat, areal konservasi diganggu, maka satwa akan lari ke kebun sawit lagi," sambungnya. Saat ini, beberapa bank yang akan memberi pinjaman ke perusahaan juga meminta strategi konservasi mereka. Apalagi, idealnya menurut dia konservasi hanya butuh komitmen perusahaan. Sebab, konservasi tak mahal-mahal amat. Banyak perusahaan yang berkonsultasi ke dia, tapi tak juga melanjutkan upaya konservasi. Namun, tentu saja masih ada yang berkomitmen.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X