Perubahan rona lingkungan pasti berdampak pada spesies yang mendiaminya. Perlu inventarisasi agar bisa menentukan langkah penyelamatan spesies tersebut.
BALIKPAPAN – Tahapan pembangunan ibu kota negara (IKN) baru dikhawatirkan berdampak buruk bagi lingkungan. Khususnya terhadap keanekaragaman hayati di Kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Soeharto dan Teluk Balikpapan. Yang direncanakan masuk Kawasan Perluasan IKN (KP-IKN).
Pengamat Lingkungan Kaltim Bernaulus Saragih pun mengamini keanekaragaman hayati yang ada saat ini pasti akan terdampak saat kegiatan pembangunan IKN dimulai. Menurut dia, setiap perubahan rona lingkungan pasti berdampak terhadap spesies yang ada di sana. Bisa berdampak positif dan negatif.
“Makanya harus dimulai dengan inventarisasi yang benar dulu, sehingga ada data. Mana yang langka, mana yang terancam punah, dan mana kawasan yang memiliki HVCF,” kata dia kepada Kaltim Post, Selasa (1/6).
Dosen Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman itu menyarankan beberapa tahapan perlindungan keanekaragaman hayati yang bisa dilakukan pada kawasan calon IKN. Yakni pemerintah perlu melakukan inventarisasi serta pemetaan wilayah keanekaragaman hayati dan ekosistem di kawasan tersebut.
Selanjutnya, bisa melakukan penentuan mana spesies atau ekosistem yang termasuk langka atau masuk endangered species. Yang spesies atau ekosistem tersebut terancam punah. “Demikian juga, mana kawasan atau wilayah yang memiliki nilai konservasi tinggi atau high value conservation forest (HVCF),” terang dia.
Setelah itu, Saragih menyarankan pemerintah untuk melakukan konservasi atau perlindungan secara in situ atau ex situ. Setelah mendapat data terkait keanekaragaman hayati pada lokasi calon IKN tersebut.
Konservasi secara in situ berarti bahwa wilayah, spesies, atau kawasan tersebut harus dilindungi dan tidak boleh diganggu, sehingga harus dipertahankan. Tidak boleh dibangun apapun pada areal tersebut untuk IKN.
Sementara konservasi secara ex situ, bisa saja spesies langka tersebut dipindahkan ke daerah lain. Baik di alam menyerupai habitat aslinya atau dalam kebun atau taman. “Jadi, pilihan mana yang akan dilakukan, sangat bergantung pada hasil inventarisasi spesies dan kemampuan pemerintah,” pungkas dia. (kip/dwi/k16)