Temuan Arkeolog, IKN Dihuni Manusia sejak 4 Ribu Tahun Lalu

- Selasa, 1 Juni 2021 | 10:35 WIB
DEKAT ISTANA NEGARA: Gua Panglima yang ditemukan oleh arkeolog tak jauh dari titik nol Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP) IKN.    PUSAT PENELITIAN ARKEOLOGI NASIONAL UNTUK KP
DEKAT ISTANA NEGARA: Gua Panglima yang ditemukan oleh arkeolog tak jauh dari titik nol Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP) IKN. PUSAT PENELITIAN ARKEOLOGI NASIONAL UNTUK KP

BALIKPAPAN-Ibu kota negara (IKN) baru di Kecamatan Sepaku, Penajam Paser Utara (PPU) tampaknya menyimpan sejarah peradaban manusia lampau. Usianya diperkirakan ribuan tahun lalu. Hal itu diketahui setelah puluhan arkeolog menemukan sebuah gua, tak jauh dari kawasan inti pusat pemerintahan (KIPP) IKN.

Penelitian dilaksanakan oleh Pusat Penelitian Arkeologi Nasional. Lembaga penelitian pemerintah yang khusus ditugaskan untuk menggali, mengembangkan, dan memasyarakatkan sejarah, peninggalan, dan capaian leluhur Indonesia. Mulai keberadaan manusia awal sampai manusia sekarang. Penelitian di IKN dilaksanakan sejak tahun lalu. “Ada temuan-temuan di luar perkiraan sebelumnya. Salah satu temuan hunian gua, yaitu Gua Panglima di Kecamatan Sepaku. Menurut tim kami, jarak lurusnya itu hanya sekitar 5 kilometer dari titik nol (IKN). Artinya, itu masuk di zona inti dari IKN itu sendiri,” kata Ketua Tim Peneliti Prof Harry Truman Simanjuntak kepada Kaltim Post di Balikpapan,Sabtu (29/5).  

Dia melanjutkan, gua ini tidak terjangkau oleh manusia. Terletak di pegunungan karst di hutan primer. Lokasinya cukup sulit diakses lantaran tertutup hutan belantara. Dari hasil penelusuran tersebut, ditemukan informasi bahwa manusia sudah menghuni gua tersebut sejak ribuan tahun lalu. Kesimpulan itu setelah membandingkan data-data regional yang telah dihimpun Pusat Penelitian Arkeologi Nasional.

“Jadi, wilayah IKN itu sudah punya sejarah yang panjang. Leluhur kita sudah menghuni wilayah ini. Saya berani mengatakan sejak ribuan tahun yang lalu. Ribuan tahun berapa? Kita harus bersabar dulu. Tapi dari data temuan itu, minimal 4-5 ribu tahun yang lalu sudah ada dihuni itu,” jabarnya. Dari hasil penelitian itu juga, arkeolog menemukan artefak atau sisa peralatan berbahan batu dan tulang di dalam gua tersebut. Manusia yang pernah menghuni gua tersebut, membuat peralatannya dengan cukup bagus. Seperti spatula atau sutil (peralatan memasak) berbahan tulang. Ada pula dari cangkang kerang laut. Padahal wilayah tersebut jauh dari laut.

“Tetapi leluhur kita, mampu dengan kemampuan menjelajahnya, sampai ke pinggiran pantai. Terus dia bawa molusca laut itu,” tutur pria berkacamata ini. Peralatan lainnya, batu dari sungai yang mereka gali. Lalu, ada sisa pembakaran di dalam gua. Hal itu mengindikasikan yang menghuni gua tersebut sudah memanfaatkan api untuk berbagai keperluan. “Mungkin mengolah makanan, atau juga memanaskan tubuh, dan macam-macam,” sambung alumnus jurusan Arkeologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada (UGM) ini.

Temuan lainnya, sisa manusia yang ada di gua itu. Walaupun dalam bentuk fragmen atau bagian tulang. Bukan dalam bagian tulang lengkap yang ditemukan dalam kuburan. Akan tetapi, menurutnya hal itu dapat dimaklumi. Sebab, kegiatan tersebut baru penelitian pendahuluan. Belum menjangkau banyak ruang. “Jadi, ada sisa-sisa manusia. Baik berupa gigi maupun fragmen tulang lengan. Dan ada beberapa lagi, yang masih perlu dianalisis. Karena kelihatannya juga bagian dari manusia,” jelas Truman.

Penelitian itu baru dilaksanakan pada satu gua. Sebagai tonggak awal hunian di wilayah ini. Truman menyebut, hunian tersebut ada juga di wilayah Kalimantan lainnya. Seperti di lereng barat Pegunungan Meratus di Kalsel, lalu ke utara ke arah Sangkulirang, Kutim. Jadi, dapat disimpulkan sejak ribuan tahun lalu, ada kewilayahan yang sudah dihuni secara kontemporer oleh manusia. Dan ada interaksi di antara mereka.

Itu terlihat dari temuan peralatan yang sama di lokasi yang sudah diteliti. Selain gua, tim peneliti juga menemukan semacam industri peleburan logam di Kelurahan Maridan, Kecamatan Sepaku. Diduga, sebelumnya sebagai pusat industri pengolahan logam. Sebarannya sangat luas. Mulai tepi pantai sampai hulu sungai. “Area ini sudah terlacak minimal radius 3 kilometer. Wilayah yang sudah teridentifikasi,” katanya.

Di kawasan itu, ditemukan terak besi atau ampas sisa pengolahan besi. Kemudian bahan peleburan besi, semacam laterit dan lelehan besi. Serta alat untuk melebur pahat pada tuyer atau lubang tungku pembakaran. “Kami juga belum tahu sejak kapan industri itu berkembang di sana,” lanjutnya. Terlepas dari itu, kata dia, dapat disimpulkan sementara bahwa di wilayah yang akan dijadikan IKN itu dulunya semacam pusat perkembangan logam.

Paling tidak untuk skala lokal. Walau begitu, sangat memungkinkan juga, untuk perkembangan logam untuk wilayah Kalimantan. “Jadi, masih banyak tanda tanya yang belum bisa kami jawab. Namun, dengan keberadaan itu, setidaknya sudah tergambarkan bahwa wilayah itu dihuni para leluhur kita. Dan memiliki capaian besar untuk mengembangkan teknologi metalurgi,” terang Truman.

Temuan ini, sambung dia, menjadi milestone atau tonggak sejarah dari peradaban manusia di dunia. Setelah menemukan logam, mengetahui teknologi peleburan dan pembuatan alat, peradaban cepat berkembang. Walaupun di sisi lain, negatifnya adalah menciptakan konflik malah semakin merajalela. Dengan adanya senjata, di wilayah tertentu malah terjadi konflik horizontal. Karena merasa kuat, punya senjata yang bisa diandalkan. Tapi terlepas dari itu, dampaknya terhadap peradaban dunia sangat terasa.

“Ini semua jangan sampai hilang. Oleh sebab itu, di akhir penelitian kita, akan menghasilkan buku besar tentang Kalimantan. Di mana, kami sebatas meneliti, memberikan rekomendasi. Artinya ibu kota yang justru menghancurkan, memusnahkan, menghilangkan nilai-nilai lokal. Bisa dalam lingkup lingkungan, budaya, dan sejarah,” pesannya. Lanjut dia, penelitian melibatkan 50 orang. Selain arkeolog, ada pula ahli bahasa, ahli sejarah, dan antropolog yang terlibat.

Namun tidak semua turut melakukan penelitian ke lapangan. Hanya 27 peneliti yang melakukan penelitian langsung di IKN baru. Ditargetkan pada penelitian selanjutnya, selain melakukan eksplorasi horizontal, juga memperdalam dari fitur-fitur penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya. Penelitian tersebut tidak fokus pada wilayah IKN semata. Yakni Kecamatan Sepaku, PPU hingga Kecamatan Samboja, Kutai Kartanegara (Kukar). Tetapi harus melihat keterkaitan dalam konteks geografi Kalimantan. Karena eksistensi yang ada di IKN, baik kehidupan lingkungan, perkembangannya bagian dari eksistensi Kalimantan.

“Jadi, luas sekali penelitiannya. Selalu melihat keterkaitan IKN dengan wilayah Kalimantan keseluruhan. Dan lebih jauh lagi nantinya, dalam konteks kebangsaan. Yaitu Nusantara. Itu yang bagi saya membuat penelitian ini menantang. Rencananya penelitian ini sampai 2023,” pungkasnya. (kip/riz/k16)

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X