Mukmin Bertakwa dan Pancasilais

- Sabtu, 29 Mei 2021 | 11:30 WIB

Bambang Iswanto

Dosen Institut Agama Islam Negeri Samarinda

 

 

RAMADAN 1442 H sudah berlalu dua pekan lalu. Umat muslim yang ingin memaksimalkan ibadahnya, melanjutkan puasa Ramadan dengan puasa enam hari pada Syawal. Rasulullah menyebut, ganjaran orang yang menambahkan puasa Syawal, sama dengan berpuasa selama setahun.

Syawal, bulan yang waktunya tepat setalah Ramadan sesungguhnya merupakan waktu yang tepat untuk mendiagnosis diri. Apakah sudah mencapai kesuksesan puasa Ramadan atau tidak. Untuk diketahui, tujuan orang mukmin berpuasa adalah menjadi mukmin yang bertakwa kepada Allah.

Takwa dalam pengertian yang sederhana adalah taat kepada perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Cara mengukur kesuksesan puasa seseorang pada Ramadan adalah sejauh mana dia taat menjalankan perintah dan menjauhi larangan Allah. Makin bertakwa, semakin taat dan semakin takut bermaksiat.

Secara fisik, ketakwaan bisa ditandai dengan makin rajin salat wajib maupun sunah, makin sering berpuasa sunah, makin banyak beramal fisik dan harta, diringi dengan menjauhi minuman keras, berjudi, berzina, dan larangan yang kelihatan lainnya. Secara rohani, hatinya menjadi lembut dan penyayang, menjauhi penyakit hati seperti pendendam, pemarah, iri, dengki, dan sejenisnya.

Jika ciri-ciri itu dirasakan, kesuksesan berpuasa sudah diraih, sebaliknya jika tidak terdapat ciri-ciri di atas bahkan gejala yang muncul bertolak belakang seperti tambah enggan salat, enggan membayar zakat, perilaku maksiat makin mudah dilakukan, sering marah, dengki, dan membenci orang lain, maka alamat kesuksesan puasanya kabur. Puasa yang sudah dilakukan tidak memberi bekas apapun yang terkait dengan takwa sebagai tujuan dari puasa yang dilakukannya.

Bisa jadi puasanya dijalankan, tapi tidak memberikan makna apapun selain merasakan lapar dan dahaga. Jenis puasa yang sejak awal sudah diwanti-wanti Rasul kepada orang beriman, agar tidak menjalani puasa seperti ini. Puasa yang tidak bermanfaat dan sia-sia.

Tidak sampai seminggu ke depan, Indonesia akan memperingati hari lahir Pancasila sebagai ideologi negara. Jika diambil titik singgung dengan takwa pasca-Ramadan, saat ini waktu yang tepat pula untuk mengukur diri, apakah sudah pancasilais atau belum.

Banyak yang berteriak, “saya Indonesia, saya Pancasila (is).” Slogan ini sering berhenti hanya sebatas ungkapan dan tulisan. Tidak dipraktikkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan beragama. Mengaku pancasilais, tetapi kelakuan menginjak-nginjak nilai luhur Pancasila.

Hal seperti itu, tak ubahnya seperti orang yang tidak pernah berpuasa pada Ramadan tetapi paling meriah merayakan Idulfitri, yang biasa dirayakan dengan cara yang salah pula.

Orang yang tidak memahami hakikat puasa dan hakikat kemenangan Idulfitri. Yang paham dengan hakikat puasa dan Idulfitri merayakan dengan banyak bertakbir mengagungkan, bertasbih, dan bertahmid memuji Allah. Disertai dengan rasa syukur karena sudah bisa menjalankan puasa dengan maksimal.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X