Tax Amnesty Hanya Untungkan Pengusaha Kakap

- Selasa, 25 Mei 2021 | 09:56 WIB
ilustrasi pelayanan pajak
ilustrasi pelayanan pajak

Lima tahun berselang, pemerintah kini tengah menggodok kebijakan tax amnesty jilid kedua. Pro-kontra mengiringi wacana kebijakan itu.

 

BALIKPAPAN-Rencana pemerintah mengaktifkan kembali pengampunan pajak atau tax amnesty jilid dua terhadap para pengemplang disambut hangat kalangan pengusaha. Sebaliknya, pengampunan itu dikritisi ekonom karena dianggap dapat menurunkan kepercayaan pembayar pajak yang selama ini patuh. Apalagi, berkaca pada hasil tax amnesty jilid satu lima tahun lalu, capaiannya di Kaltim tak terlalu memuaskan.

Tax amnesty jilid satu berlangsung selama sembilan bulan (Juni 2016-Maret 2017). Hasilnya, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Kalimantan Timur dan Utara (Kaltimra) menghimpun dana Rp 1,5 triliun. Perinciannya, Rp 1,3 triliun berasal dari tebusan tax amnesty, dan Rp 247,8 miliar dari tunggakan pajak. Khusus untuk dana tebusan amnesti pajak, Direktorat Jenderal Pajak Kaltimra mengakui penerimaan tersebut masih minim. Setelah periode pertama dan kedua, uang tebusan yang masuk dengan tarif 5 persen ini hanya Rp 176 miliar. Penerimaan terbesar ada di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Samarinda sebesar Rp 616,9 miliar, dari jumlah peserta yang juga terbanyak, mencapai 6.329 wajib pajak.

Sementara di seluruh Kaltimra, ada 19.740 wajib pajak yang mengikuti tax amnesty. Rinciannya, 13.048 wajib pajak orang pribadi dan 6.692 wajib pajak badan atau perusahaan. Padahal, wajib pajak yang WP yang terdaftar di DJP Kaltimra sebanyak 440.169 orang (wajib pajak pribadi dan wajib pajak badan atau perusahaan). Terkait hal itu, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kaltim Slamet Brotosiswoyo menuturkan, jangkauan peserta pada tax amnesty jilid satu masih minim, sehingga wajar jika pemerintah mengkaji untuk memberikan kesempatan kedua bagi pengemplang pajak. 

“Dulu masih ada pengusaha yang terlewat. Tidak ikut karena ada kekhawatiran masalah keterbukaan, sehingga jika memang ada jilid dua, sangat baik. Ini kesempatan bagi pengusaha memperbaiki kekeliruan. Menghapus dosa. Asal pemerintah konsekuen. Pemerintah tidak mencari-cari kesalahan pengusaha,” ungkapnya kepada Kaltim Post, Ahad (23/5).

Slamet menuturkan, dampak pandemi Covid-19 yang berlangsung lebih dari setahun, memukul sektor usaha. Sehingga, wacana tax amnesty jilid kedua dianggap masuk akal dalam menghimpun dana di tengah krisis. “Penerimaan pajak belakangan ini kan melemah. Disebabkan ketaatan wajib pajak yang menurun karena dampak pandemi,” katanya. Apabila program ini jadi diluncurkan pemerintah, Slamet berharap targetnya harus jelas dan terarah. “Dulu kan tujuannya (tax amnesty jilid satu) mencari dana dari luar negeri. Tetapi yang diburu pengusaha dalam negeri. Jadi pemerintah harus bijak, konsekuen, tidak mencari-cari kesalahan,” terangnya.

Diakuinya, banyak pengusaha yang mengeluh karena sudah ikut tax amnesty tetapi masih diuber-uber petugas pajak. “Bagaimanapun, tidak ada yang terang dalam berusaha. Tetapi kalau wajib pajaknya memanipulasi data, itu wajar dicari petugas pajak,” katanya.

Pendapat lainnya diungkapkan Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Balikpapan Yaser Arafat. Berkaca pada tax amnesty sebelumnya, dia menyebut program ini baik. Apalagi tujuannya menambah pundi keuangan negara. Dia menuturkan, saat ini kondisi likuiditas naik, suku bunga turun, dan nilai tukar bagus. “Pandemi ini, fiskal dan moneter keuangan negara tergerus, defisit tinggi. Salah satu cara ekstrem mewujudkan lagi tax amnesty 2,” ujarnya. Karena itu, dia setuju jika diberlakukan pengampunan pajak kedua. Terutama melihat fungsi dan manfaatnya. “Kami apresiasi. Tujuannya memang menertibkan pajak demi menjaga APBN 2022,” imbuhnya. Hanya, yang dia takutkan rencana setelah tax amnesty, kabarnya Kementerian Keuangan akan meningkatkan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 12-15 persen. Padahal ini berdampak besar pada sektor mikro. Menurutnya dengan PPN tinggi, baik konsumen dan pelaku usaha sektor menengah ke bawah akan sangat terpukul. Kondisi sekarang daya beli masyarakat menurun. “Momentum mencegah resesi, orang diharap untuk belanja yang banyak agar uang berputar,” tuturnya

Sementara kalau PPN naik dan wacana tax amnesty, keduanya menjadi kontradiktif. Yaser menilai, tax amnesty menguntungkan orang-orang berpenghasilan atas. Sedangkan rencana kenaikan PPN merugikan atau menyakitkan kaum menengah ke bawah. Tax amnesty seperti insentif yang menikmati menengah ke atas. “Sedangkan dampak kenaikan PPN juga memukul mikro dan membahayakan sektor ekonomi,” ungkapnya. Apalagi daya beli masyarakat sekarang menurun, orang mau belanja saja harus berpikir. Bagaimana jika ada kenaikan PPN. Belum lagi belanja langsung di daerah banyak ditahan, jadi perputaran uang kurang cepat.

Mungkin tender agak lama, dana di daerah mengendap. Yaser mengatakan, rencana PPN perlu dikaji dan pertimbangan yang matang kalau sampai diberlakukan. Dia memahami, negara ingin menjaga APBN dengan menaikkan PPN 12-15 persen. Namun, akan sangat berisiko terhadap UMKM “Kita tahu, dua tahun lalu fundamental ekonomi Indonesia 60 persen ditopang pada UMKM. Jadi ini miris, harusnya hati-hati,” sebutnya. Dia membeberkan, sebelumnya ada kebijakan menurunkan PPh badan dan suku bunga diturunkan, sehingga mendorong orang untuk belanja.

“Sekarang terbalik, malah kebijakan PPN mau dinaikkan, padahal sekarang perusahaan mau bayar gaji sudah sulit. Sekarang banyak pekerja dirumahkan,” imbuhnya. Bagaimana kalau meningkatkan PPN, posisi masih 10 persen saja rumit. Apalagi menaikkan 12-15 persen. Yaser memberi contoh di luar negeri seperti Inggris dan Jerman, mereka justru menurunkan PPN agar orang mau belanja. Mereka yang tergolong negara maju saja menurunkan PPN untuk menjaga daya beli masyarakat. Jadi dia mempertanyakan, kenapa Indonesia mengambil kebijakan sebaliknya. “PPN mau dinaikkan yang menyulitkan bawah dan memberi tax amnesty yang menguntungkan orang atas. Jadi ini siapa yang diuntungkan dan dirugikan. Jangan terkesan begitu,” ujarnya. Dia meminta agar ada pertimbangan melihat efek selanjutnya. Menurutnya, tax amnesty tetap berjalan dan tak masalah.

Melihat tujuannya untuk menambah pundi-pundi negara dan mendorong kepatuhan pajak. Ibaratnya cara membersihkan dosa-dosa yang ada. “Negara butuh uang mutar ekonomi, tujuan tax amnesty. Tapi kalau bisa PPN jangan naik, matangkan dulu dari sisi mikro dan makro. Saran selain TA, pantau korporasi besar,” katanya. 

Pemerintah Blunder

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X