NEW DELHI– Kesengsaraan penduduk India berlipat ganda. Belum usai pandemi yang merenggut ribuan nyawa, kini mereka harus berkutat dengan badai Tauktae. Hingga kemarin (18/5), sebanyak 27 korban meninggal dan sekitar 100 orang hilang akibat terpaan badai terbesar yang melanda pesisir Gujarat sejak 1998 tersebut.
Korban hilang terbanyak berasal dari kapal pengebor minyak yang terempas oleh gelombang setinggi 8 meter di Mumbai. Ada 273 awak di dalamnya. Sebanyak 177 orang di antaranya berhasil diselamatkan dan 96 awak lainnya masih hilang. Kapal perang milik Angkatan Laut India langsung diterjunkan untuk melakukan penyelamatan. Helikopter militer juga dikerahkan untuk mengevakuasi 137 awak kapal tongkang lainnya yang terjebak badai.
Badai yang masuk kategori 3 tersebut menerpa Gujarat pada Senin malam (17/5) dengan kekuatan 160 kilometer per jam. Badai itu terbentuk di Laut Arab saat perubahan iklim menghangatkan perairan di wilayah tersebut.
Di sepanjang jalur yang dilewati Tauktae, tampak pohon dan tiang listrik tercerabut serta jalan-jalan diblokade. Beberapa rumah rusak. Salah seorang korban tewas adalah perempuan 80 tahun yang tertimpa tiang listrik. Termasuk anak-anak. Sebab, tembok rumahnya roboh maupun atapnya ambruk.
’’Saya belum pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya. Listrik terputus membuat suasana gelap dan angin menderu. Itu menakutkan,’’ kata salah seorang pemilik hotel di Bhavnagar sebagaimana dikutip Agence France-Presse.
Diperkirakan 16.500 rumah rusak akibat terpaan Tauktae, 40 ribu pohon tumbang, dan 2.400 desa tanpa aliran listrik. Di Distrik Amreli, 40–50 menara telepon rusak sehingga penduduk tidak bisa berkomunikasi. Di Distrik Saurashtra, listrik terpaksa dimatikan untuk pencegahan. Sekitar 200 ribu penduduk diungsikan sebelum badai datang. ’’Usaha kami selama tiga hari terakhir dengan mengevakuasi penduduk telah terbayar. Kami berhasil meminimalkan korban jiwa,’’ ujar Kepala Menteri Gujarat Vijay Rupani. Badai kini menuju ke utara dan kekuatannya terus melemah. (sha/c14/bay)