TWK Bukan Dasar Pemberhentian 75 Pegawai KPK

- Selasa, 18 Mei 2021 | 13:02 WIB
Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Antar Komisi dan Instansi di KPK, Sujanarko didampingi Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunjukkan surat pelaporan pada awak media di Kantor Dewan Pengawas (Dewas) KPK, Gedung KPK lama, Kuningan, Jakarta, Senin (17/5/2021).
Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Antar Komisi dan Instansi di KPK, Sujanarko didampingi Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunjukkan surat pelaporan pada awak media di Kantor Dewan Pengawas (Dewas) KPK, Gedung KPK lama, Kuningan, Jakarta, Senin (17/5/2021).

JAKARTA–Presiden Joko Widodo (Jokowi) meredam kontroversi tes wawasan kebangsaan (TWK) pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi aparatur sipil negara (ASN). Hasil asesmen TWK, kata presiden, tidak serta-merta menjadi dasar untuk memberhentikan 75 pegawai KPK.

Presiden menyatakan, alih status kepegawaian di KPK tidak boleh merugikan hak-hak pegawai untuk diangkat menjadi ASN. Itu sebagaimana pertimbangan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusan judicial review (JR) UU Nomor 19/2019 tentang KPK. ”KPK harus memiliki SDM-SDM terbaik dan berkomitmen tinggi dalam upaya pemberantasan korupsi,” kata Jokowi dalam keterangan pers, (17/5).

Jokowi menyebutkan, alih status kepegawaian di KPK harus menjadi bagian dari upaya pemberantasan korupsi. Jika ada kekurangan dalam TWK, kata Jokowi, ada peluang untuk memperbaiki. Baik itu secara kedinasan maupun individu. Perbaikannya bisa melalui pendidikan wawasan kebangsaan. “Dan perlu dilakukan perbaikan dari tingkat individual maupun organisasi,” terang dia.

Mantan gubernur DKI Jakarta itu meminta kepada pihak-pihak terkait seperti pimpinan KPK, menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB), serta kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN), untuk merancang tindak lanjut bagi 75 pegawai yang dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS) itu.

Secara terpisah, Sujanarko, perwakilan 75 pegawai KPK yang dinyatakan TMS, mengapresiasi arahan Presiden Jokowi tersebut. Menurut dia, pernyataan presiden harus dimaknai sebagai upaya merehabilitasi nama baik 75 pegawai yang dianggap tidak lolos asesmen TWK.

Sujanarko berharap, pernyataan presiden itu ditindaklanjuti pimpinan KPK dengan mencabut Surat Keputusan (SK) Nomor 652/2021 yang berisi tentang hasil asesmen TWK sekaligus perintah untuk pegawai TMS menyerahkan tugas dan tanggung jawab kepada atasan langsung. “Pimpinan KPK juga harus merehabilitasi nama 75 pegawai KPK yang telah dirugikan karena keputusan dan kebijakan pimpinan tersebut,” kata Koko, sapaan Sujanarko.

Dia meminta pemerintah untuk membentuk tim investigasi publik yang independen untuk mengevaluasi dan memberikan tindakan tegas terhadap kebijakan serta tindakan pimpinan. Termasuk memperbaiki sistem di KPK yang diperlukan untuk mendukung pemberantasan korupsi.

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron juga mengapresiasi respons Jokowi terkait polemik alih status kepegawaian tersebut. Pernyataan itu, kata Ghufron, menunjukkan Jokowi punya komitmen tinggi terhadap pemberantasan korupsi. “Untuk itu, kami sepakat akan menjadikan hasil tes wawasan kebangsaan sebagai masukan untuk langkah perbaikan lembaga dan individu KPK,” ujarnya.

Menindaklanjuti arahan itu, pihaknya akan berkoordinasi dengan KemenPAN-RB dan BKN. Dia berharap, proses alih status pegawai KPK segera selesai tanpa merugikan hak-hak pegawai. “Dan tetap taat asas dan prosedur sehingga kami bisa kembali fokus pada kerja-kerja pemberantasan korupsi,” imbuhnya.

Di sisi lain, kemarin perwakilan pegawai TMS melaporkan anggota Dewan Pengawas (Dewas) KPK Indriyanto Seno Adji atas dugaan pelanggaran etik. Salah satu yang dilaporkan adalah indikasi keberpihakan Indriyanto kepada pimpinan KPK. Secara aturan, itu tidak diperbolehkan. “Dewas secara kelembagaan harus tetap kita jaga, tapi hari-hari ini dewas sudah berpihak pada pimpinan,” kata Koko.

Keberpihakan yang dimaksud, salah satunya adalah kehadiran Indriyanto dalam konferensi pers pengumuman 75 pegawai KPK yang TMS pada 5 Mei lalu.

Dugaan keberpihakan lainnya, Indriyanto melalui keterangan tertulis menyatakan dukungan terhadap SK penonaktifan 75 pegawai. Keterangan itu dinilai sebagai pendapat sepihak dari Indriyanto tanpa mempelajari lebih dulu substansi SK.

Sujanarko menambahkan, pihaknya kemarin juga meminta klarifikasi dari Dewas KPK terkait kabar pimpinan KPK berusaha menarik Dewas untuk urusan teknis kepegawaian. Padahal, secara aturan Dewas tidak memiliki fungsi tersebut. “Itu perbuatan yang berlebihan dan berpotensi melanggar etik,” paparnya.

Penyidik senior KPK Novel Baswedan mengungkapkan, tindakan-tindakan Indriyanto jelas menunjukkan sikap yang melanggar nilai-nilai profesionalisme. Seharusnya, Dewas bukan menjadi pembela ketua KPK. “Kami berharap, Dewas bisa melakukan fungsinya dengan sebaik-baiknya,” imbuh dia.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X