Penggunaan Hibah KONI Samarinda Tak Wajar

- Senin, 17 Mei 2021 | 11:57 WIB

SAMARINDA–Tafahus hibah KONI Samarinda 2016 dipastikan bakal diulik lebih dalam Kejaksaan Negeri. Ini dipastikan selepas unsur pidana dari penyalahgunaan hibah senilai Rp 6 miliar dikantongi para beskal akhir April lalu. Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Samarinda Johanes Siregar menjelaskan, hasil gelar perkara di internal kejaksaan memastikan ada penyimpangan dari pengelolaan bantuan pemerintah tersebut.

“Perbuatan yang diduga penyimpangan ada. Tinggal cari siapa yang berbuat,” ungkapnya ketika ditemui awak media ini kemarin (16/5).

Untuk diketahui, kasus ini mulai dilirik Kejari Samarinda medio Desember 2020. Berbekal hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Kaltim yang terbit Mei 2017, beberapa pihak yang berkelindan pengelolaan hibah itu dipanggil untuk diklarifikasi. Dari Pemkot Samarinda selaku pemberi hibah, KONI Samarinda yang menerima, hingga para pengurus cabang olahraga (cabor) di bawah naungan otoritas keolahragaan itu.

Lanjut Jo, begitu Johanes Siregar disapa, hasil pengumpulan bukti dan keterangan ditelaah guna memastikan ada penyimpangan dalam penggunaannya. Namun, dia tak bisa membeber lebih jauh karena kasus mulai disidik para beskal. “Gambarannya begini, KONI menerima hibah dan mendistribusikannya ke cabor. Ada juga yang digunakan untuk kesekretariatan, misalnya. Nah, dari pendistribusian itu ada yang tak sesuai dengan laporan pertanggungjawabannya,” ulasnya.

Disinggung soal temuan BPK, dia tak menampik memang hasil auditor negara itu yang jadi pintu pembuka para jaksa menelisik. Sebelumnya, hibah ini memang jadi temuan dalam Buku III Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Pemkot Samarinda tentang hasil pemeriksaan atas kepatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan dengan Nomor 12.C/LHP/XIX.SMD/V/2017 yang terbit pada 30 Mei 2017.

Dalam LHP itu, pemberian hibah dinilai tidak sesuai ketentuan.

Ada tiga poin temuan auditor negara atas hibah ini. Pertama, tak adanya dokumen pendukung penilaian pemberian hibah sebesar Rp 12 miliar. Lalu, hasil audit internal KONI tak diyakini keandalannya karena adanya kesalahan perhitungan saldo. Ketiga, laporan pertanggungjawaban (LPj) KONI dalam penggunaan hibah itu tak diyakini kebenarannya.

Pointer temuan itu sudah diklarifikasi sepenuhnya ketika kasus ini masih penyelidikan. Semisal mengapa pemberian itu diberikan per semester masing-masing sebesar Rp 6 miliar. Atau mengapa permohonan yang terverifikasi Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Samarinda pemberian hibah sebesar Rp 20 miliar berubah dan yang dituangkan dalam APBD hanya Rp 12 miliar. “Dasarnya karena penyesuaian fiskal daerah dan berasal dari pembahasan anggaran DPRD dan pemkot,” ucapnya.

Soal potensi penyimpangan penggunaan, Kejari Samarinda bakal mencari perbandingan perhitungan jumlah kerugian dengan meminta bantuan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) atau ahli pidana yang berkompeten. Dari LHP itu, Rp 5,98 miliar hibah itu tak dapat diterima kewajarannya. “Jadi, dugaan kerugian daerahnya bisa berbeda, makanya kami cari perbandingan dulu. Karena hasil permintaan keterangan para pihak yang sudah digali ada laporan yang sesuai dengan penggunaannya,” tutur Jo.

Kini, kata dia, tim yang dikomandoinya bakal menyusun jadwal untuk memanggil kembali para pihak yang sempat dimintai keterangan untuk dituangkan dalam berkas acara pemeriksaan (BAP). “Besok (hari ini) sudah kerja. Susun jadwal, panggil, baru periksa. Pekan terakhir bisa berjalan,” tutupnya. Diwartakan sebelumnya, hibah 2014 KONI Samarinda juga sempat ditelusuri kejaksaan. Kala itu, pasukan gedung bundar, sebutan Kejaksaan Agung (Kejagung) mengusut penggunaan hibah senilai Rp 39 miliar yang digunakan dalam perhelatan pekan olahraga provinsi (Porprov) Kaltim yang terselenggara karena KONI Samarinda selaku panitia pelaksana.

Dari kasus itu, tiga orang terseret dan telah diadili. Mereka Aidil Fitri (ketua KONI Samarinda), Nursaim (bendahara KONI Samarinda), dan Andi Makmun Nuhung (mantan kepala Dinas Pemuda dan Olahraga). Ketika perkara ini bergulir di peradilan tingkat I, yakni 1 tahun pidana penjara.

Tak puas, ketiganya pun banding ke Pengadilan Tinggi dan berujung membengkaknya vonis yang diberikan. Aidil divonis 5 tahun, Nursaim 4 tahun pidana penjara, dan Andi Makmun Nuhung menjadi 2,6 tahun pidana penjara. Hanya Aidil yang memilih lanjut menempuh kasasi ke Mahkamah Agung. Dua orang lainnya memilih menerima putusan banding itu. Celaka, kasasi yang ditempuh kian memberatkan. Vonis pun kembali naik menjadi 8 tahun. Kasasi pun kembali melorot selepas Aidil menempuh peninjauan kembali dan vonis bersulih jadi 5 tahun. (ryu/riz/k16)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X