JIKA bicara negara pemimpin pasar mobil listrik, Tiongkok sudah pasti disebut. Namun, satu negara saja tak mungkin bersaing dengan satu benua. Saat ini Eropa memang lebih unggul dalam pertumbuhan mobil listrik jika dibandingkan dengan Asia.
Antusiasme pebisnis Tiongkok dalam industri masa depan itu tak perlu diragukan. Dalam beberapa pekan terakhir, Huawei, Xiaomi, Alibaba, bahkan DJI sudah melirik industri elektrifikasi itu. Mereka ramai-ramai memasuki pasar mobil listrik pintar. ’’Persaingan seperti ini bagus untuk mendorong inovasi,’’ ungkap William Li, pendiri perusahaan mobil listrik Tiongkok NIO, kepada Agence France-Presse.
Selama kuartal I 2021, mobil listrik baru di Tiongkok sudah mencapai 500 ribu unit. Dari sisi kuantitas, Eropa memang kalah. Namun, Eropa sudah mendekati Negeri Tirai Bambu tersebut. Pada periode yang sama, benua biru sudah menyerap 450 ribu unit.
Secara regional, Asia jelas tertinggal dari pemerintah Eropa. Komitmen pemerintahan Asia baru segelintir negara, jauh jika dibandingkan dengan Eropa. ”Wilayah Asia masih hanya mengekor dari pasar global. Selama ini, penjualan di Tiongkok berkontribusi 90 persen dari angka total benua (Asia, Red),’’ papar Anna-Marie Baisden, kepala penelitian otomotif dari Fitch Solutions, kepada CNBC.
Padahal, beberapa negara lain di Asia juga punya peran di industri otomotif dunia. Misalnya, Jepang dan India. Namun, pemerintahnya belum menyediakan insentif menarik agar pelaku industri lebih cepat melakukan transisi.
Jepang sudah menargetkan pada 2030 murni menjual mobil listrik. Ada rumor bahwa pemerintah bakal memberikan stimulus untuk pembelian mobil listrik lokal. Namun, belum ada kelanjutan dari rezim Perdana Menteri Yoshihide Suga.
India punya faktor yang berbeda. Demografi di sana masih didominasi masyarakat menengah ke bawah. Otomatis mobil listrik yang masih berstatus produk premium belum mendapatkan hati di masyarakat. ’’Kebijakan dan pelaku industri di sana sudah mendukung. Tapi, demografi justru jadi tantangan,’’ paparnya. (bil/c12/bay)