JAKARTA– Rabu, 12 Mei 2021, tepat 23 tahun tragedi penembakan empat mahasiswa Trisakti yang memicu reformasi. Namun, hingga saat ini, kasus pelanggaran HAM berat yang dilakukan rezim Orde Baru itu belum juga dituntaskan negara.
Presiden Mahasiswa Universitas Trisakti Andi Rachmat Santoso menyatakan, pada momen tahun ini, pihaknya meminta negara tidak melupakan pelanggaran HAM Trisakti, Semanggi I, Semanggi II, serta pelanggaran HAM masa lalu lainnya. Sebaliknya, pengusutan harus terus dilakukan. ”Dalam bentuk pertanggungjawaban yang konkret, bukan hanya rekonsiliasi,” ujarnya dalam keterangan pada Kamis (13/5).
Sebagaimana diketahui, tragedi Trisakti menewaskan Elang Mulia Lesmana, Hafidhin Royan, Heri Hartanto, dan Hendriawan Sie yang ditembak aparat saat demonstrasi. Dia mengingatkan, dalam kampanye Pilpres 2014, Jokowi berjanji menuntaskan kasus-kasus lama pelanggaran HAM. Termasuk tragedi Trisakti serta Semanggi 1 dan 2 yang terjadi pada 1998–1999.
Namun, realitasnya, kata Andi, selama lima tahun pemerintahan Jokowi-JK, tidak ada satu pun kasus pelanggaran HAM berat yang sudah diselesaikan. Pada periode keduanya, situasi tidak berubah. Hingga lebih dari dua tahun berjalan, dia tidak melihat ada iktikad baik untuk menunaikan janji tersebut.
Selain penuntasan kasus HAM masa lalu, pihaknya menuntut negara menjaga amanah reformasi. Dalam kacamatanya, saat ini agenda reformasi tengah dalam masa kritis. Indikasinya, represivitas aparat meningkat, partisipasi publik dalam legislasi minim, hingga indeks demokrasi dan persepi korupsi merosot.
KPK sebagai salah satu simbol dan produk reformasi juga tengah dikebiri dengan revisi UU KPK. Yang terbaru, pemecatan terhadap 75 pegawai KPK. ”KPK sebagai anak kandung reformasi kali ini diserang bertubi-tubi dan dilemahkan berkali-kali,” jelasnya. (far/c14/bay)