JAKARTA– Selama Mei, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan aktif melakukan pertemuan politik. Saat momen Lebaran Kamis (13/5), Anies bertemu dengan Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan. Sebelumnya Anies bertemu dengan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono alias AHY Kamis (6/5) lalu.
Sekretaris Jenderal PAN Eddy Soeparno tak menampik pertemuan yang berlangsung di kediaman Zulhas, sapaan akrab Zulkifli Hasan, itu. Namun, dia membantah bila ada yang menganggap pertemuan kedua tokoh memiliki agenda politik. Eddy menjelaskan bahwa pertemuan tersebut adalah momentum pasca-Ramadan.
”Hanya silaturahmi Idul Fitri dan sangat terbatas saja,” jelas Eddy (14/5). Dia juga memastikan bahwa pertemuan itu dilakukan dengan protokol kesehatan ketat dan bukan dalam rangka open house.
Eddy melanjutkan, tidak ada pembahasan terkait peluang calon presiden atau manuver politik lainnya. Kalaupun dikaitkan dengan politik, PAN sendiri bermitra dengan Anies di tingkat provinsi. Sebab, PAN merupakan salah satu unsur pimpinan di DPRD DKI Jakarta.
Obrolan yang dilakukan pun hanya terkait dengan kebijakan pencegahan pandemi Covid-19. Dalam hal ini, PAN menegaskan dukungan atas kebijakan pemerintah melarang masyarakat untuk mudik. Di samping itu hanya obrolan ringan. ”Tidak ada agenda khusus kok,” ucapnya.
Terpisah, pengamat komunikasi politik Universitas Pelita Harapan (UPH) Emrus Sihombing menduga pertemuan Zulhas-Anies sebagai penjajakan politik. Meski dibalut silaturahmi, sulit mengesampingkan motif itu. Apalagi, momen Kamisan tersebut tepat sepekan setelah pertemuan Anies-AHY. ”Pertemuan aktor politik pasti bicara politik. Salah satu agenda terdekat 2024. Hal wajar yang dilakukan aktor politik,” ujarnya kepada Jawa Pos kemarin.
Emrus menambahkan, sebagai tokoh nonpartai, Anies memiliki kepentingan untuk dekat dengan pimpinan parpol. Karena itu, komunikasi harus mulai dibangun. ”Dia ingin membaca keputusan dari para pemimpin partai politik,” imbuhnya.
Selain itu, Emrus menilai mantan menteri pendidikan dan kebudayaan tersebut ingin menguji respons publik. Hal itu ditandai dengan dipublikasikannya pertemuan tersebut meski berlangsung tertutup dan terbatas. ”Respons publik nanti akan baca di berita. Sejauh mana dukungan di publik,” ulasnya.
Emrus menambahkan, dipilihnya Demokrat dan PAN dalam safari politik pasti sudah berdasar pertimbangan. Secara kalkulasi politik, dia menduga kans untuk mendapat tiket pemilihan presiden relatif lebih terbuka di partai di luar pemerintah. Selain itu, PAN dan Demokrat merepresentasikan dua kutub politik yang ada saat ini, yakni partai berbasis nasionalis dan religius. ”Pertemuan ini sangat produktif bagi Anies sendiri,” tuturnya.
Terkait kans dukungan, Emrus menilai hal itu masih terlalu dini. Dia menduga elite parpol masih akan melakukan kalkulasi lebih lanjut. Apalagi, karakter politik di Indonesia sangat cair sehingga berbagai potensi masih terbuka. ”Bahkan, yang sudah ada perjanjian pun bisa juga tidak terjadi,” terangnya. (far/deb/c9/bay)