Di Anjungan Karang Mumus, Balai Kota Samarinda, Selasa (11/5), Wali Kota Samarinda Andi Harun menyampaikan perihal penutupan Jembatan Mahkota II yang diperpanjang. Hal itu berdasarkan surat rekomendasi dari Direktorat Pembangunan Jembatan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui surat resmi.
SAMARINDA–AH, sapaan akrab Andi Harun mengatakan, pihaknya sudah mendesak kementerian agar segera memutuskan status jembatan, apakah boleh dibuka atau melanjutkan penutupan. Namun, surat yang dikirim pada Senin (10/5), dibalas pada hari yang sama, dengan kesimpulan bahwa kementerian belum merekomendasikan Jembatan Mahkota II untuk dibuka.
"Meski keberadaan jembatan diperlukan, apalagi menjelang Idulfitri, tetapi kalau berkaitan dengan nyawa manusia kami tidak bisa main-main," ucapnya.
Soal upaya pengecekan kondisi jembatan, AH menyebut sudah beberapa kali dilakukan, baik kontraktor Dinas PUPR Samarinda, PT Nindya Karya (IPA Kalhol) hingga pihak direktorat Pembangunan Jembatan. Namun, AH menuturkan, pada pylon 7, ada keretakan, sehingga diperlukan pemeriksaan lebih lanjut dengan alat khusus dalam rangka mengetahui apakah keretakan berpengaruh pada struktur atau tidak, yakni crack detection microscope. "Di Kaltim tidak ada. Kami tengah mengusahakan alat yang ada di Jakarta tetapi perlu waktu tunggu enam minggu," ucapnya.
Soal metode pemeriksaan, AH menegaskan, perlu waktu satu sampai dua hari untuk pengukuran dan waktu yang sama untuk mengolah data angka dari alat itu, total sekitar empat hari. Setelahnya, hasil pengukuran diserahkan ke kementerian PUPR, karena mereka yang punya tim ahli untuk menghitung kondisi terkini jembatan. "Penutupan satu hingga dua bulan kami pikir wajar. Demi keamanan bersama. Kami mohon warga Palaran dan sekitarnya pengguna Jembatan Mahkota II untuk bersabar," sebutnya.
Terkait keberadaan alat crack detection microscope, Kepala Dinas PUPR Samarinda Hero Mardanus Satyawan menambahkan, alat tersebut tengah dipesan dengan pola sewa, bukan pengadaan. Karena jumlah yang sedikit, tidak banyak pemerintah atau kampus hingga kantor swasta yang punya. "Makanya enam minggu itu waktu antrean, karena alat itu dipinjam banyak tempat," ujarnya.
Hero juga menyampaikan, jika dalam waktu tunggu ada informasi keberadaan alat lain yang bisa disewa, pihaknya akan mengambil langkah cepat. Upaya mencari rekanan yang bisa membantu juga terus dilakukan, sehingga segera dikerjakan.
"Kami maunya cepat tetapi memang alatnya tidak banyak yang punya. Makanya kalau ada, kami siap menyewa," tutupnya. (dns/dra/k8)