Selama Ramadan, konsumsi masyarakat khususnya makanan semakin meningkat. Terlebih ketika mendekati Idulfitri.
SAMARINDA–Tak ingin kecolongan, Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM) Samarinda bersama instansi terkait menggelar intensitifikasi untuk mengawasi bahan makanan yang beredar.
Pasalnya, kejadian yang lalu, beberapa makanan kadaluwarsa sempat beredar. Bahkan, di antaranya mengandung bahan pengawet atau pewarna yang bukan untuk makanan.
"Kami bersama instansi terkait melakukan peningkatan pengawasan selama Ramadan hingga menjelang Idulfitri. Mulai seminggu sebelum puasa hingga seminggu setelah Lebaran nanti," jelas Kepala BBPOM Samarinda Sem Lapik, Senin (10/5).
Pengawasan yang dilakukan bukan sekadar menyasar ke ritel atau grosir, jajanan pasar yang ada di pasar Ramadan ikut diperiksa. Setidaknya ada 19 ritel makanan dan 81 sampel makanan yang diperiksa secara acak. Baik yang berada di Kota Tepian maupun kabupaten sekitar.
Hasilnya, empat sampel makanan mengandung bahan pengawet bukan untuk makanan dan pewarna tekstil. Dua makanan olahan kerupuk di Tenggarong, Kukar, diketahui menggunakan boraks, sedangkan di ibu kota Kaltim, dua sampel cendol mengandung pewarna rhodamin. Pewarna yang biasa digunakan di industri tekstil dan kertas. Melalui peraturan menteri kesehatan, pewarna itu dilarang digunakan untuk makanan.
"Dari ritel tidak ditemukan makanan kadaluwarsa hingga ilegal, tapi pada jajanan bulan puasa yang kita ambil sampel secara acak ini ditemukan ada mengandung boraks dan rhodamin. Untuk penjualnya sudah diberikan arahan dan akan selalu dipantau," jelas pria yang baru menjabat epala BBPOM selama empat bulan tersebut.
Temuan kandungan zat yang bukan untuk makanan itu akan kembali ditelusuri. Sebab, diketahui kerupuk yang mengandung boraks bukan olahan makanan dari Kaltim. Sedangkan, untuk cendol, penjualnya kini tengah dibimbing secara berkala.
"Kami masih dalami motifnya makanan kerupuk yang didatangkan dari luar (Kaltim). Kalau cendol itu buat sendiri, tapi pedagangnya tidak tahu. Makanya segera diedukasi bahwa bahan itu tidak boleh digunakan. Dari sekian banyak yang kami periksa, hanya sebagian yang ditemukan bahan berbahaya. Kami bersyukur masyarakat mulai sadar dan paham tentang keamanan pangan, begitu pula pengusahanya," pungkas dia. (*/dad/dra/k8)