Birokrasi Borneopolitan di Ibu Kota Negara Baru

- Selasa, 11 Mei 2021 | 11:00 WIB

Oleh: Bonataon MT Vincent Simandjorang*

 

Pada periode kepemimpinan terakhirnya, Presiden Joko Widodo meluncurkan agenda Visi Indonesia 2045. Untuk mempercepat pencapaian tujuan kehidupan berbangsa dan bernegara sebagaimana dalam pembukaan UUD 1945.

Tidak tanggung-tanggung, pemerintah memasang target pada 2045, genap satu abad kemerdekaan, Indonesia menjadi negara maju dengan pendapatan per kapita Rp 27 juta per bulan. Juga masuk lima besar kekuatan ekonomi dunia, kemiskinan mendekati 0 persen, dan peranan ekonomi luar Jawa yang lebih inklusif menjadi 48,2 persen.

Untuk mengurangi dominasi pembangunan yang Jawa-sentris, salah satu aksi dan keputusan Presiden Jokowi adalah memindahkan ibu kota negara (IKN) ke Kalimantan. Pandemi Covid-19 yang berdampak besar terhadap perekonomian dan anggaran negara tidak menghambat agenda pemindahan IKN yang menelan ongkos Rp 466 triliun.

Pemindahan IKN akan menjadi warisan (legacy) Presiden Jokowi sebelum berakhir pada 2024. Pemerintah pun mempersiapkan lokasi di Kabupaten Penajam Paser Utara, Kaltim, dengan istana negara yang baru menjadi titik nol dari IKN anyar. Presiden juga telah memamerkan pra-desain istana negara di IKN baru, dan tidak lama lagi akan dilakukan peletakan batu pertama.

Pertanyaan fundamental adalah bagaimana desain birokrasi IKN yang baru di Bumi Borneo? Karena fondasi batu penjuru istana negara adalah bukan batu yang mati, tetapi batu yang hidup, yaitu para abdi istana yang membantu presiden menjalankan kebijakan dan pelayanan publik.

Desain aparatur sipil negara (ASN) yang mengisi birokrasi Borneo bukan semata-mata berbicara kuantitas, generasi milenial, maupun teknologi dan sistem informasi yang canggih. Namun, lebih penting adalah bagaimana birokrasi mampu diisi oleh putra-putri bangsa bertalenta unggul dengan pola pikir (mindset) dan kultur kerja yang inovatif, gesit (agile), dan sehat.

Birokrasi Indonesia yang mengadopsi model kolonial yang hierarkis dan kaku harus berubah menjadi birokrasi yang kontekstual dan hidup (living bureaucracy). Perjuangan yang sangat berat tentunya karena untuk mewujudkan potensi penuh Indonesia, maka penyehatan birokrasi dimulai dari organisasi, tata laksana, dan aparatur yang mengisinya.

Indeks efektivitas pemerintahan di Indonesia pada 2019 yang dirilis Bank Dunia berada pada nilai 60,1. Posisi Indonesia amat jauh tertinggal dari negara tetangga, Singapura, yang sempurna di angka 100. Indeks efektivitas pemerintahan yang mencerminkan kualitas pelayanan publik, kualitas kebijakan, dan kualitas ASN menjadi tolok ukur kualitas birokrasi. Inovasi manajemen ASN perlu dilakukan sebagai bagian dari transformasi birokrasi di IKN baru.

Pengarusutamaan jabatan fungsional dengan kompetensi teknis yang mumpuni menjadi kebutuhan di semua lini organisasi, khususnya setelah penyederhanaan birokrasi menjadi dua level oleh presiden pada 2019. Dari 4,16 juta orang ASN, 39 persen diisi pelaksana administrasi. Sementara pengisi jabatan fungsional (JF) teknis selain dari tenaga guru, dosen dan kesehatan, hanya mencapai 6,18 persen (Badan Kepegawaian Negara, 2020).

Profesi JF yang menjadi tulang punggung (backbone) birokrasi yang efektif perlu diintegrasikan dan ditingkatnya lagi jumlahnya seperti perencana, analis kebijakan, perancang peraturan perundang-undangan, peneliti, statistisi, analis data ilmiah, pranata komputer, dan analis pengaduan pelayanan publik.

Computer assisted test (CAT) telah menjadi instrumen yang baik dalam merekrut ASN. Kebijakan rekrutmen ASN secara afirmatif telah diperluas dan memberikan kesempatan bagi putra-putri Papua, penyandang disabilitas, diaspora yang berkarya di luar negeri. Namun, rekrutmen kelompok afirmasi tersebut belum optimalnya menjaring calon kader ASN khususnya talenta berprestasi dari perguruan tinggi, profesional di sektor privat, dan diaspora untuk mengisi pos jabatan manajerial dan fungsional teknis.

Iklim dan budaya birokrasi yang adaptif diperlukan terhadap kelompok afirmasi tersebut seperti kejelasan deskripsi pekerjaan dan memungkinkan untuk bekerja secara fleksibel (telecommuting). Remunerasi dan fasilitas yang memadai sesuai nilai pasar (market value).

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X