Tidak Latah Turunkan Bunga Kredit

- Jumat, 7 Mei 2021 | 17:21 WIB
ilustrasi
ilustrasi

Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) pada 19-20 April 2021 memutuskan untuk mempertahankan BI 7-day reverse repo rate (BI7DRR) sebesar 3,50 persen, suku bunga deposit facility sebesar 2,75 persen, dan suku bunga lending facility sebesar 4,25 persen. Sayang, rendahnya suku bunga acuan tidak langsung diikuti penurunan suku bunga kredit di tingkat perbankan.

SAMARINDA - Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kaltim Made Yoga Sudharma mengatakan, tingkat suku bunga kredit di perbankan memang tidak bisa serta-merta turun ketika suku bunga acuan menurun. Sebab, penurunan bunga kredit tanpa perhitungan yang baik justru bisa menjadi buah simalakama bagi perbankan.

Apalagi kondisinya jika dilihat secara global masih banyak negara yang ekonominya minus dengan permintaan rendah. “Hanya ada beberapa negara yang memiliki perekonomian baik. Sehingga, jika berbicara export oriented, maka penyerapan produk belum besar saat ini. Siapa yang mau menyerap pasar kita, kalau kita kasih loan dengan bunga rendah pada pelaku usaha,” ungkapnya, Kamis (6/5).

Kredit biasanya digunakan untuk peningkatan produksi, ekspansi bisnis, dan sebagainya. “Jika diberikan bunga rendah, dan pelaku usaha mengajukan kredit untuk meningkatkan produksi, lalu siapa yang mau menyerap barang tersebut di tengah ketidakpastian saat ini,” sambungnya.

Dikhawatirkan nantinya banyak industri yang mengalami over produksi, sehingga harga barangnya malah akan menurun. “Oleh karena itu, jika penurunan bunga kredit dilakukan juga akan membuat buah simalakama. Diturunkan suku bunganya, tapi di satu sisi ada banyak kredit yang harus direlaksasi juga,” tuturnya.

Kondisi ini diyakini akan mengganggu pendapatan dari industri jasa keuangan, sedangkan di sisi lain perbankan juga masih harus membayar bunga dana simpanan seperti deposito. Sedangkan bunga dana simpanan tidak boleh berhenti. Menurut Made, hal ini yang membuat tingkat suku bunga pada perbankan tidak serta-merta turun ketika suku bunga acuan menurun.

“Tidak bisa teman-teman di perbankan langsung menurunkan bunga, meski suku bunga sangat rendah. Transmisinya minimal tiga sampai enam bulan sejak suku bunga acuan menurun, baru bisa menyesuaikan,” katanya.

Dia menjelaskan, ini terjadi hampir pada seluruh perbankan. Bukan berarti pada penyedia jasa keuangan, di masa pandemi hanya memikirkan keuntungan bisnis. Sebab, perbankan harus tetap bisa menghasilkan untuk membiayai bunga dana pihak ketiga. Rasio loan to deposit (LDR) di perbankan saat ini mencapai 80 persen bahkan ada 92 persen, artinya dana mengendap di perbankan cukup besar.

Dana itu tetap harus diberikan bunga, sedangkan yang membayarkan bunga dari kredit terhenti akibat restrukturisasi kredit. Pihaknya yakin, perbankan bisa beradaptasi. Industri bisa berjuang dalam keadaan apapun. Saat ini, semua sektor sedang mengalami kesusahan, tapi kemampuan perbankan dalam beradaptasi secara alami akan tetap membawa keadaan yang baik.

“Kita tidak bisa terus menuntut perbankan menurunkan suku bunga kreditnya, tetap perbankan memiliki perhitungan masing-masing. Sebab, semakin rendah bunga kreditnya juga akan semakin menarik di mata nasabah. Hal ini akan alamiah dilakukan perbankan jika memang memungkinkan,“ terangnya.

Sementara itu, pemerintah tengah mengkaji kenaikan plafon kredit usaha rakyat (KUR) lewat skema khusus dari Rp 500 juta menjadi sebesar Rp 20 miliar. "Ini nanti diatur dalam KUR khusus, nanti implementasinya masih kami bahas di Kemenko Perekonomian," terang Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki.

Mengutip laman resmi Kemenko Perekonomian, skema KUR khusus diberikan kepada kelompok yang menggunakan mekanisme tanggung renteng, termasuk pengusaha pemula yang ikut dalam kelompok. KUR khusus dikelola secara bersama dalam bentuk klaster dengan menggunakan mitra usaha.

KUR khusus ditujukan untuk komoditas perkebunan rakyat, peternakan rakyat, dan perikanan rakyat. Misalnya, untuk membiayai peremajaan perkebunan kelapa sawit rakyat, pembelian kapal bagi nelayan, penggemukan ternak rakyat, dan lain sebagainya.

Ia mengatakan melalui pendanaan maksimal Rp 20 miliar, UMKM diharapkan bisa mengembangkan usaha mereka. Sebab, dalam evaluasi Kemenkop UKM, pemberian KUR khusus maksimal Rp 500 juta hanya cukup untuk membiayai modal kerja, namun belum mencakup pengembangan bisnis.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Ekonomi Bulungan Tumbuh 4,60 Persen

Kamis, 28 Maret 2024 | 13:30 WIB

2024 Konsumsi Minyak Sawit Diprediksi Meningkat

Selasa, 26 Maret 2024 | 12:21 WIB
X