SAMARINDA–Sebanyak 49 bangunan di bantaran Sungai Karang Asam Besar (SKAB), Kelurahan Lok Bahu, Kecamatan Sungai Kunjang, mendapatkan surat peringatan untuk tidak melakukan peningkatan bangunan.
Pasalnya, rumah-rumah tersebut berdiri di atas area sempadan sungai. Sewaktu-waktu jika pemerintah merealisasikan program penataan, kawasan itu bisa dibongkar.
Camat Sungai Kunjang Jumar mengatakan, pihaknya menanti kelanjutan atas pemberian surat peringatan tersebut. Artinya jika memang ada program relokasi dan pembongkaran, pihak kecamatan dan kelurahan siap melaksanakan. "Sementara kami menunggu kelanjutan," ucapnya, Selasa (4/5).
Sedangkan terkait dokumen kepemilikan lahan, Jumar memastikan 48 bangunan yang masuk dalam area penanganan tim bidang sumber daya air (SDA) Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang, dan Perumahan Rakyat (PUPR dan Pera) Kaltim, tidak berizin. Namun, satu bangunan ternyata punya surat PPAT yang terbit pada 2009. Atas kondisi itu, dia mengaku ada dugaan kelalaian saat penerbitan.
"Pemilik lahan awal adalah mantan lurah. Pada batas bagian belakang sungai tertulis namanya. Sehingga dianggap masih ada lahan lagi, padahal kenyataan itu sungai. Petugas juga diduga tidak melakukan pengecekan," jelasnya.
Namun, jika memang pemerintah memerintah bangunan tersebut harus dibongkar, pihaknya akan siap menyosialisasikan termasuk soal ganti rugi atau dana kerahiman bagi masyarakat. Yang pasti selanjutnya dirinya meminta kepada ketua RT hingga lurah untuk membantu pengawasan dan pelaporan jika ada bangun baru yang akan berdiri.
"Kami harap, masyarakat sekitar juga membantu menginformasikan, karena petugas kami tidak terus-menerus di lapangan," tutupnya.
Sedangkan terkait dengan progres pengerukan, PPK Normalisasi SKAB Hendy Nur Yadi menerangkan, tahun ini pihaknya mengalokasikan Rp 1 miliar untuk penanganan sepanjang 2.150 meter. Saat ini alat berat tengah berasa di Jalan M Said, Gang 4. Progres penangan sudah mencapai 16 persen atau sekitar 650 meter. "Kendala pekerja yaitu rumah warga di bantaran sungai dan banyaknya jembatan penghubung permukiman yang posisinya cukup rendah, sehingga menyulitkan mobilisasi alat," ucapnya.
Tak hanya itu, padatnya permukiman di bantaran sungai, menyulitkan tim untuk pembuangan sedimentasi, karena titik akses truk sangat minim. "Solusinya hasil galian kami buat tanggul di bibir sungai, mengisi beberapa lahan yang kosong," tutupnya. (dns/dra/k8)