Pengadilan India Ancam Hukum Pejabat, Jika Gagal Penuhi Suplai Oksigen Pasien Korona

- Selasa, 4 Mei 2021 | 09:53 WIB
Rumah sakit di berbagai penjuru India mengeluarkan status SOS meminta bantuan oksigen. Satu per satu pasien yang seharusnya tertolong justru meninggal karena tidak ada suplai oksigen. (AFP)
Rumah sakit di berbagai penjuru India mengeluarkan status SOS meminta bantuan oksigen. Satu per satu pasien yang seharusnya tertolong justru meninggal karena tidak ada suplai oksigen. (AFP)

DELHI– Lamban. Gambaran tersebut melekat pada pemerintah federal India dalam penanganan pandemi Covid-19. Atas dasar itu, pengadilan di Delhi memilih turun tangan. Mereka mengancam akan menjatuhkan hukuman kepada para pejabat yang gagal mengirimkan logistik yang bisa menyelamatkan nyawa pasien. Misalnya saja, oksigen dan ventilator.

’’Kita tidak bisa membiarkan orang-orang terus sekarat.’’ Bunyi pernyataan bersama hakim Vipin Sanghi dan Rekha Patil (2/5) seperti dikutip DW. Pengadilan mendesak pemerintah untuk memasok 490 metrik ton oksigen ke Delhi seperti yang dijanjikan sebelumnya.

Rumah sakit di berbagai penjuru India mengeluarkan status SOS meminta bantuan oksigen. Satu per satu pasien yang seharusnya tertolong justru meninggal karena tidak ada suplai oksigen. Sabtu (1/5) sebanyak 12 pasien di Batra Hospital meninggal dunia, salah satunya adalah dokter. Mereka adalah pasien yang nyawanya bergantung pada bantuan oksigen. Selama 80 menit suplai oksigen benar-benar kosong. Nyawa selusin pasien itu gagal tertolong.

Times of India juga melaporkan ada 34 pasien meninggal karena kekurangan oksigen di beberapa rumah sakit di New Delhi, Andhra Pradesh, serta Haryana. Sebanyak 31 lainnya juga kehilangan nyawa di Uttar Pradesh.

Pengadilan merasa bahwa situasi yang ada saat ini tidak biasa dan genting. RS sudah kewalahan, pun demikian dengan krematorium dan tempat-tempat pemakaman. Penduduk mulai putus asa mengharapkan bantuan.

Di sisi lain, pemerintah tampak abai dan tetap menggelar pemilu di berbagai wilayah. Hingga kemarin, penghitungan suara masih dilakukan. Sebagian besar prosesnya tentu tidak menjalankan protokol kesehatan. Kemarin Perdana Menteri Narendra Modi akhirnya bertemu dengan jajaran di Kementerian Kesehatan untuk membahas masalah pandemi.

Modi akhirnya memberikan kuasa finansial darurat ke militer. Itu membuat mereka bisa mendirikan fasilitas karantina, RS darurat, serta membeli berbagai peralatan. Militer pun kini membuka fasilitas RS-nya untuk masyarakat umum. Sekitar 600 dokter yang sudah pensiun beberapa tahun terakhir dipanggil lagi untuk membantu. Angkatan laut juga ikut mengerahkan 200 asisten perawat di rumah sakit sipil.

Situasi di India memang tidak biasa. Negara tersebut terus-menerus memecahkan rekor. Kemarin angka kematian harian mencapai 3.689 orang. Itu adalah yang tertinggi sejak pandemi kali pertama menyapu India. Kasus hariannya mencapai 392.488. Sehari sebelumnya, India menjadi negara pertama di dunia yang angka penularan hariannya tembus 400 ribu. Menurut banyak pakar, jumlah riil di lapangan jauh lebih tinggi. Vaksinasi juga tidak bisa dilakukan karena stok di sebagian besar wilayah sudah habis.

Pemerintah menggunakan jalur kereta, bantuan angkatan udara, dan angkatan laut untuk mengirimkan oksigen ke daerah-daerah yang paling terdampak. Sayang, langkah terlambat itu belum mampu mengendalikan situasi. Bantuan ke India saat ini terus berdatangan dari berbagai negara.

Belum bisa dipastikan apakah situasi di India murni karena pelanggaran protokol kesehatan ataukah karena mutasi virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19. Virus mutan asal India, B.1.617, memang lebih menular. Namun, WHO belum menyatakan apakah ia lebih berbahaya dari mutasi di Inggris ataupun Afrika Selatan.

Banyak negara yang takut dengan persebaran B.1.617 dan memilih menutup perbatasannya. Australia adalah yang paling ekstrem. Mereka tak hanya menolak penumpang biasa yang datang dari India, tapi juga penduduknya sendiri.

Warga Australia dan ekspatriat yang berada di India selama 14 hari terakhir dilarang pulang. Mereka yang memaksa pulang bisa didenda AUD 66.600 (Rp 742,7 juta), pidana penjara 5 tahun, atau keduanya sekaligus. Kebijakan itu berlaku mulai hari ini (3/5). ’’Keputusan tersebut didasarkan pada proporsi pelancong luar negeri yang menjalani karantina di Australia karena tertular infeksi Covid-19 di India,’’ ujar Menteri Kesehatan Australia Greg Hunt. (sha/c17/bay)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X