Mahfud Setuju Bahas RUU Perampasan Aset

- Jumat, 30 April 2021 | 14:03 WIB
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukan) Mahfud MD
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukan) Mahfud MD

JAKARTA– Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset Terkait Tindak Pidana disusun sejak 2003. Namun, hingga kini, RUU itu belum terwujud menjadi undang-undang. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sebagai pengusul berharap RUU tersebut mendapat perhatian untuk masuk program legislasi nasional (prolegnas).

Kepala PPATK Dian Ediana Rae menjelaskan urgensi keberadaan UU itu. Menurut dia, kejahatan dengan motif keuangan dan ekonomi saat ini tidak boleh hanya berorientasi pada menangkap pelaku. Tetapi juga bagaimana mengembalikan kekayaan negara yang telah diambil.

’’Sistem dan mekanisme yang ada mengenai perampasan saat ini belum mampu menegakkan hukum yang berkeadilan,’’ jelas Dian dalam PPATK Legal Forum kemarin (29/4). Dian menyatakan, belum diterapkannya follow the money atau mengejar aset pelaku membuat negara diperkirakan mengalami kerugian hingga Rp 135 triliun sejak 2013.

RUU Perampasan Aset sendiri sebenarnya pernah masuk prolegnas dewan, tepatnya periode 2014–2019. Hal itu dikonfirmasi anggota Komisi III DPR Arsul Sani yang hadir dalam forum tersebut. Namun, Arsul menyebut, hingga akhir masa jabatan, tidak ada pengajuan naskah akademik (NA) dari pemerintah sehingga pembahasannya mandek.

Arsul menegaskan, DPR pun menilai RUU itu penting. Dewan siap membahas RUU tersebut jika pemerintah segera mengajukan NA. Tidak menutup kemungkinan RUU itu bisa dimasukkan ke Prolegnas Prioritas 2021 saat daftar RUU-nya direvisi sekitar Juni atau Juli. ’’Kalau ternyata tidak, kita tahu lah pembicaraan akan panjang dan mendalam, maka bisa didorong di Prolegnas 2022,’’ jelas legislator PPP itu.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukan) Mahfud MD pun mendorong supaya setidaknya RUU tersebut bisa masuk prolegnas. Setelah itu, bisa masuk meja pembahasan. ’’Bisa diadakan di revisi Prolegnas 2021, tergantung kesiapan kita. Karena regulasi menyangkut penyelamatan aset masih tersebar ke dalam berbagai peraturan perundang-undangan,’’ terangnya.

Menurut Mahfud, perlu ada kesamaan persepsi antara kementerian/ lembaga dalam pemerintahan sendiri. Sebab, dia menduga, molornya pembahasan RUU salah satunya disebabkan adanya ego sektoral. ’’Memang ada masalah lain yang sifatnya lebih politis, nah ini yang harus kita atasi bersama,’’ tegasnya.

Selain itu, pihak yang bertanggung jawab untuk mengelola aset membutuhkan kepastian. Saat ini, pengelolaan aset hasil rampasan tindak pidana ditangani Kejaksaan Agung. Asisten Khusus Jaksa Agung Narendra Jatna menambahkan, kewenangan itu memang terjadi di banyak negara. Jadi, tidak lantas harus ditangani Kementerian Keuangan saja.

Narendra menambahkan, Kejagung juga sudah diakui secara internasional untuk mengelola aset rampasan hasil tindak pidana itu. ’’Perkembangan paling baru PPA (Pusat Pemulihan Aset, Red) adalah menggagas integrated asset recovery system, (yaitu) database yang terintegrasi ke berbagai lembaga penegak hukum,’’ jelasnya. (deb/c17/bay)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Ibu Melahirkan Bisa Cuti hingga Enam Bulan

Selasa, 26 Maret 2024 | 12:30 WIB

Layani Mudik Gratis, TNI-AL Kerahkan Kapal Perang

Selasa, 26 Maret 2024 | 09:17 WIB

IKN Belum Dibekali Gedung BMKG

Senin, 25 Maret 2024 | 19:00 WIB

76 Persen CJH Masuk Kategori Risiko Tinggi

Senin, 25 Maret 2024 | 12:10 WIB

Kemenag: Visa Nonhaji Berisiko Ditolak

Sabtu, 23 Maret 2024 | 13:50 WIB

Polri Upaya Pulangkan Dua Pelaku TPPO di Jerman

Sabtu, 23 Maret 2024 | 12:30 WIB

Operasi Ketupat Mudik Dimulai 4 April

Sabtu, 23 Maret 2024 | 11:30 WIB

Kaji Umrah Backpacker, Menag Terbang ke Saudi

Jumat, 22 Maret 2024 | 20:22 WIB
X