Toleransi Tinggi di Selandia Baru, Menu Oseng Kangkung hingga Sambal Terasi

- Rabu, 28 April 2021 | 14:40 WIB
Nurul Kasyfita dan suami
Nurul Kasyfita dan suami

Sudah sejak 2015 Nurul Kasyfita menginjakkan kaki di Auckland, Selandia Baru. Menyelesaikan pendidikan, sekaligus bekerja. Dia betah tinggal di Negeri Kiwi. Ramadan tahun ini dilalui dengan nyaman. Tingkat toleransi tinggi, warga nan ramah, serta bertemu teman hidup.

 

RADEN RORO MIRA, Samarinda

 

MELEWATI waktu yang tak sebentar di negeri orang, membuat logat Nurul berbeda. Tentu dia masih fasih berbahasa Indonesia. Maksudnya meninggalkan kampung halaman adalah untuk pendidikan. Menyelesaikan S-3 yang dia ambil di The University of Auckland. “Kegiatan saya di sini menyelesaikan PhD. Karena beasiswa saya habis, saya harus bekerja. Bergabung di Critical Studies in Education and Counseling, Human Services and Social Work di tempat saya kuliah sejak 2016,” ungkapnya kepada Kaltim Post.

Saat ini, sambung dia, sudah menjadi pegawai tetap. “Alhamdulillah. Kalau di Indonesia seperti sekretaris program studi (prodi). Kapan kembali ke Samarinda, tentu setelah studi saya selesai, bergantung kondisi suami. Belum bisa menyebutkan tahun berapa,” bebernya. Nurul mengaku beruntung. Dia bertemu jodohnya, seorang mualaf bernama Russell Gavin Church dan menikah pada Maret 2018. Diceritakan jika suaminya kini mengidap kanker kolorektal (saluran pencernaan bawah) stadium tiga. Sehingga hari-hari juga dia lalui dengan aktif di Cancer Society of Auckland.

“Agar suami saya dapat support, membantu dan saling menguatkan melewati masa treatment (pengobatan). Saya juga jadi paham bagaimana sistem kesehatan di sini,” ungkap perempuan kelahiran Samarinda itu.

Nurul mengatakan, jika kegiatan belajar untuk menyelesaikan studi tak selalu mulus. Di sisi lain, dia bersyukur diberi amanah merawat suami. “Terasa bedanya saat PhD merawat suami sakit. Sebab kadang beliau tak bisa bekerja, sehingga saya menyebut ini nanti semua sesuai takdir Allah seperti apa,” kata dia.

Nurul dan suami tinggal di tengah kota, Auckland CBD (Central Business District). “Daerah Grafton namanya. Hanya dua bus stop dari rumah sakit. Sengaja tinggal di sini, karena akomodasi dari kampus dan harga mahasiswa. Kalau suami ada apa-apa, mau panggil taksi juga tidak habiskan banyak waktu, tenaga dan biaya jika ada emergency,” tuturnya. Pada Ramadan tahun ini, bertepatan dengan musim gugur. Dia menjelaskan, jika sedang dalam masa perpindahan menuju musim dingin yang umumnya jatuh pada Juni. Cuaca mulai sejuk dan sering hujan. Meski belum sedingin winter(musim dingin), suhu masih berada di kisaran 19-21 derajat Celsius. “Cuaca lumayan menyenangkan. Saya suka autumn (musim gugur). Ini musim favorit, belum terlalu dingin. Masih ada sisa hangat dari summer (musim panas). Jalani Ramadan juga nyaman,” ungkapnya.

Sehingga untuk waktu siang hari berkurang. Nurul mengatakan jika imsak sekitar pukul 05.30 pagi. Kemudian waktu berbuka mendekati jam 6 sore. “Sekitar 5.48 sore, jadi hanya 12 jam lebih sedikit. Tidak sampai 13 jam puasanya,” ungkapnya.

 

MUSLIM DIRANGKUL

Sejak insiden Christchurch Massacre atau penembakan di dua masjid wilayah Christchurch pada 2019 lalu, Nurul mengatakan jika pandangan masyarakat terhadap muslim lebih terbuka. Lebih banyak dirangkul. Dia juga beranggapan jika setelah peristiwa itu, warga Selandia Baru menjadi lebih ramah. “Memang rasis di sini sangat ditentang. Alhamdulillah kampus saya menjunjung tinggi equity atau kesetaraan. Jadi ada di website kampus, disebarkan informasi tentang apa itu Ramadan. Sehingga seluruh staf mengerti. Menghormati kami yang muslim, para manajer termasuk manajer saya juga diminta untuk staf muslim dapat pulang cepat, supaya bisa bersiap buka puasa,” paparnya.

“Untuk salat Id, mereka dikasih informasi. Bahwa mungkin staf muslim akan minta izin merayakan Id. Jauh sangat dirangkul sebelum ada Christchurch Massacre. Saya sangat senang bekerja dan hidup di Auckland. Semua orang merangkul dan support terhadap saya. Puasa saya nyaman,” lanjut perempuan kelahiran 1980 itu. Untuk aktivitas sehari-hari, Nurul memulai hari setiap jam 3 pagi. Waktu itu dipakai untuk belajar karena studinya sedang dalam tahap akhir. Kemudian mempersiapkan hidangan sahur.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X