Bantuan Internasional Mulai Datang di India, Terpaksa Cari Stok Oksigen via Internet

- Rabu, 28 April 2021 | 14:38 WIB

DELHI– Suara dr Gautam Singh tercekat menahan tangis. Dalam video yang diunggah di akun Twitter-nya, Singh meminta bantuan oksigen. Stok oksigen di tempatnya bekerja, Rumah Sakit (RS) Shri Ram Singh, hanya tinggal dua jam saja.

Singh dan timnya sudah menghubungi beberapa RS lain, tapi tidak ada hasil. Sama seperti mayoritas penduduk India yang putus asa, dia berharap bisa mendapat bantuan lewat dunia maya. ”Tolong kirim oksigen ke kami. Pasien kami sekarat,” ujar dokter spesialis jantung berusia 42 tahun itu seperti dikutip Associated Press.

Para dokter dan keluarga pasien tidak bisa lagi berharap kepada pemerintah. Dengan angka penularan harian yang memecahkan rekor tertinggi global selama lima hari berturut-turut, penanganan pasien nyaris kolaps. Kekurangan oksigen, kamar, dan obat terjadi di berbagai penjuru India. Yang terparah terjadi di wilayah ibu kota, yakni Delhi.

Keluarga pasien kini tidak hanya harus antre di lokasi. Tapi juga memantau berbagai media sosial yang memberikan informasi ketersediaan obat, kamar pasien, maupun oksigen. Prinsipnya, siapa cepat dia dapat. Layanan informasi di berbagai RS kini sibuk dengan telepon yang terus berdering menanyakan ketersediaan kamar. Kalau toh kamar ada, kadang oksigennya tidak ada sehingga bakal sia-sia jika pasien parah dibawa ke sana. Butuh waktu berjam-jam untuk mendapatkan kepastian, padahal pasien tak punya banyak waktu untuk bertahan.

Antrean di apotek juga mengular. Redemsivir kini menjadi barang langka. Hanya 100-an orang pertama yang antre yang bisa mendapatkannya. ”Kini mereka menjual obat di pasar gelap. Harga obat INR 1.200 (Rp 233 ribu) dijual INR 100 ribu (Rp 19,4 juta) dan Anda tidak bisa memastikan itu asli atau bukan,” terang Amrita, salah satu keluarga pasien Covid-19.

Angka kematian harian Senin (26/4) sudah mencapai 2.771 orang. Jika dirata-rata, setiap jam 115 orang meninggal. Krematorium tak mampu lagi menampung. Pembakaran jenazah kini dilakukan di ruang terbuka, termasuk di lahan parkir. Asap bekas pembakaran jenazah menyelimuti Delhi dan sekitarnya.

Pemerintah menjadi bulan-bulanan hujatan rakyat. Namun, Perdana Menteri Narendra Modi mencoba mengelak. Dalam sebuah wawancara akhir pekan lalu, Modi mengakui bahwa infeksi Covid-19 melonjak. ”Tapi, jumlah orang yang sembuh juga sama tingginya,” dalihnya seperti dikutip BBC.

Kemarin pagi (27/4) bantuan internasional tiba di Bandara Delhi. Inggris mengirimkan 100 ventilator dan 95 konsentrator oksigen. Itu adalah pasokan medis darurat pertama yang tiba di negara tersebut. Negara lain yang berjanji membantu adalah Amerika Serikat (AS), Jerman, Israel, dan Pakistan. Mereka berencana menyuplai oksigen, alat uji diagnosis, ventilator, dan APD.

”AS akan menyediakan berbagai bantuan darurat, termasuk pasokan terkait oksigen, bahan vaksin, dan terapi,” ujar Presiden AS Joe Biden dalam panggilan telepon dengan Modi. Banyak pihak menilai bantuan internasional itu ibarat setetes air di lautan. Belum sebanding dengan ledakan pasien.

AS juga berencana menyumbangkan 60 juta dosis vaksin AstraZeneca ke berbagai negara. India adalah salah satunya. AS dan beberapa negara kaya lainnya dikecam karena menimbun vaksin, padahal di pihak lain banyak negara miskin yang tidak mampu membeli. AstraZeneca masih dalam tahap evaluasi oleh badan pengawas obat di AS. Jika izin penggunaan sudah keluar, baru vaksin tersebut akan disumbangkan.

Sementara itu, penduduk Turki harus rela berlebaran di rumah saja. Mulai 29 April hingga 17 Mei pemerintah menerapkan lockdown nasional akibat lonjakan kasus Covid-19. Angka penularan harian pada Senin (26/4) sudah mencapai 37.312 kasus. Itu menjadi yang tertinggi di Eropa. ”Kita harus secepatnya mengurangi jumlah kasus hingga kurang dari 5 ribu per hari,” tegas Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan seperti dikutip Agence France-Presse.

Kebijakan kali ini jauh lebih ketat. Untuk kali pertama supermarket ditutup pada hari Minggu. Perjalanan antarwilayah juga dilarang. Pemerintah sepertinya ingin mengurangi potensi ledakan kasus menjelang dan setelah Hari Raya Idul Fitri. (sha/c9/bay)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X