Puasa 16 Jam di Jerman, Rindu Soto Banjar dan Pisang Ijo

- Selasa, 27 April 2021 | 15:25 WIB
Annisa Ghina Savira
Annisa Ghina Savira

Mengejar ilmu jauh dari Tanah Air. Annisa Ghina Savira harus rela menjalani Ramadan di negeri orang. Bahkan, ini sudah tahun keempat dia berpuasa di Jerman.

 

DINA ANGGELINA, Balikpapan

 

GHINA, sapaan Annisa Ghina Savira, menginjakkan kaki pertama kali di Kota Bremen, wilayah barat Jerman pada 24 Januari 2018. Di kota itu, dia tercacat sebagai mahasiswi Hochschule Bremen. Jurusan Internationaler Studiengang Politikmanagement Bachelor Program. Aktivitas pendidikan ini membuatnya harus melewati Ramadan di negeri orang. Terpisah jarak sekitar 11 ribu kilometer antara Indonesia dan Jerman, tak memungkinkan untuk mudik. Apalagi saat ini, Ghina sedang masa internship di Konsulat Jenderal Republik Indonesia di Hamburg, Jerman.

Ghina menuturkan, euforia Ramadan di Jerman memang kurang dibanding suasana di Indonesia. Melihat mayoritas penganut agama di negara tersebut bukan muslim. “Tentunya juga tidak ada pasar Ramadan dan azan berkumandang di mana-mana,” sebutnya. Semua toko roti, supermarket, dan restoran tetap buka setiap hari.

Perempuan 21 tahun itu menjalani puasa setiap hari secara mandiri. Tidak seperti di kampung halaman, buka puasa bisa dilewati bersama orang terdekat. Ghina hanya mengandalkan informasi dari aplikasi dan kalender masjid terdekat untuk mengetahui waktu imsak dan berbuka puasa.

Dia menuturkan, pada Ramadan tahun ini, Jerman melewati musim semi. Umat muslim harus berpuasa sekitar 16 jam. Namun, dia bersyukur, puasa terasa lebih ringan karena cuaca yang adem. “Tidak terlalu terasa menahan lapar. Tahun lalu yang agak challenging karena harus menahan lapar sampai 19 jam masuk waktu summer,” ungkapnya. Perempuan kelahiran Kota Samarinda itu mengatakan, ada beragam kisah yang sudah dilewati selama empat tahun bertemu bulan puasa di Jerman. Salah satu yang begitu membekas saat tahun kedua. Ghina pingsan saat menjalani Ramadan di Köthen.

“Puasanya kurang lebih 20 jam, belum lagi cuacanya benar-benar panas. Lucu sih kalau ingat dan kocaknya lagi temen awalnya enggak percaya saya pingsan,” ucapnya. Sang kawan tak menyangka Ghina pingsan. Mengingat selama ini dia dikenal memiliki fisik yang kuat dan tidak pernah lemas sebelumnya. Lama tinggal di Jerman membuat putri dari pasangan Suryadi Noor dan Nanny Elita itu juga terbiasa tinggal sendiri. Selama Ramadan, dia menghabiskan waktu untuk memasak kebutuhan sahur dan buka puasa. Apalagi Ghina tipe orang yang harus makan nasi. Tentu mencari menu yang praktis dan tak ribet.

“Setiap sahur dan berbuka pasti dengan nasi. Biasanya ditambah lauk ayam, telor, ikan tuna, atau daging. Biasanya masak makanan Indonesia, jadi suasana Indonesia masih terasa,” bebernya. Es pisang ijo dan soto banjar merupakan menu makanan yang paling dirindukan sulung dari tiga bersaudara tersebut. Biasanya, dua menu ini selalu jadi makanan yang dihidangkan ibunda di rumah. Mengatasi homesick, Ghina berusaha setiap hari masak menu Indonesia. “Dulu sebelum ke Jerman juga diajarin sama papa untuk bisa masak berbagai menu. Jadi enggak terlalu kaget karena hampir masak tiap hari,” tuturnya.

Meski jauh dari keluarga, Ghina senang karena banyak warga asing seperti Arab dan Indonesia yang menetap di Jerman. Dia pun menjalin silaturahmi yang baik dengan masyarakat Indonesia yang berada di Bremen. Suasana Ramadan masih terasa, meski tidak seheboh dan meriah seperti di Indonesia. “Ibu-ibu di sini juga sering membagikan makanan berbuka puasa gratis sekali seminggu. Ada kajian dan tadarus rutin selama bulan Ramadan setiap tahun,” ungkapnya. Cara lain mendapat suasana Ramadan, biasanya menghadiri kegiatan buka puasa bersama di kantor perwakilan RI.

“Biasanya di tempat ini bisa menemukan banyak makanan Indonesia,” tuturnya. Gadis yang hobi traveling itu mengungkapkan, terkadang buka puasa kumpul bersama mahasiswa di Bremen. Entah memasak bersama di satu rumah atau masing-masing membawa makanan sendiri. Suasana ini cukup menghiburnya yang rindu Ramadan di Tanah Air. Setelah buka puasa, mereka juga melakukan salat Tarawih berjamaah. “Sesama mahasiswa jumlah tidak banyak, rasa kekeluargaan dapat sekali. Lumayan untuk mengobati rindu keluarga di Indonesia,” ujarnya.

Walau bukan negara dengan mayoritas muslim, Ghina bersyukur fasilitas tempat ibadah tidak sulit di Bremen. Bahkan, masjid dan musala cukup banyak. Sebab, sebagian besar terdapat warga Turki, Afganistan, Syria, dan negara Arab lainnya. Dia merasa masyarakat di Jerman Barat sangat menjunjung tinggi toleransi dan kebebasan beragama. Ghina dan muslim yang lain tidak merasakan ada hambatan untuk menjalani ibadah di negara orang. “Yes for sure (pastinya) Ramadan di Indonesia lebih baik karena bisa kumpul dan ibadah bareng orang terdekat,” tuturnya. Belum lagi, soal makanan bebas karena banyak pilihan. Sementara berpuasa di Jerman, waktu yang dilewati lebih lama dengan kondisi cuaca tak menentu.

Apalagi masyarakat lokal tetap menjalankan aktivitas setiap hari. “Tidak ada pengecualian bagi yang berpuasa ada libur panjang untuk Ramadan maupun Idulfitri,” imbuhnya. “Pernah pada saat Idulfitri harus ujian di kampus, but ya that is one of the untold story yang harus dilalui,” tambahnya. Dia menyadari ini semua risiko yang sudah harus diterima sebagai mahasiswa asing di negeri orang. Dia yakin, selama ada niat kuat apapun rintangan bisa dilalui. Ghina menuturkan, warga Indonesia di Bremen rutin melakukan salat Idulfitri berjamaah. Namun, sejak pandemi Covid-19 melanda tahun lalu, jamaah salat dibatasi dan terbagi berdasarkan domisili.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X