Kampanye tentang bahaya korupsi akan lebih ampuh jika disampaikan eks narapidana (napi) kasus korupsi. Karena itu, KPK ingin menjadikan para eks koruptor sebagai agen penyuluh antikorupsi.
AGUS DWI PRASETYO, Jawa Pos, Bandung
Akan datang hari, mulut dikunci
Kata tak ada lagi
Akan tiba masa, tak ada suara
Dari mulut kita
DENGAN mata berkaca-kaca, belasan napi kasus korupsi khidmat mendengarkan lagu berjudul Ketika Tangan dan Kaki Berkata ciptaan Chrisye dan Taufiq Ismail itu. Beberapa napi terlihat menggerakkan bibir seolah ingin ikut bernyanyi. Namun, suara mereka seperti tertahan di tenggorokan. Tak bisa keluar dengan lepas.
Lagu yang dirilis pada 1997 tersebut jadi penutup acara penyuluhan antikorupsi yang digelar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Lapas Kelas I Sukamiskin, Bandung, akhir bulan lalu. Sebanyak 25 napi yang mendapat program asimilasi dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum HAM) menjadi peserta.
Selama kurang lebih 2,5 jam, para napi tersebut mengikuti kelas khusus tentang psikologi dari Joice Manurung dan tim. Temanya tentang mengenal, menyadari, dan membangun diri. Secara umum, Joice dan timnya mengajak para napi memahami kondisi masing-masing. Dan menyusun langkah-langkah ke depan setelah keluar dari lapas.
Penyuluhan antikorupsi untuk para napi kasus korupsi baru pertama digelar KPK di Lapas Sukamiskin. Joice pun baru kali pertama menyampaikan materi psikologi di hadapan para warga binaan pemasyarakatan (WBP) yang memiliki latar belakang pelaku rasuah tersebut. ”Kita mengajak mereka untuk merasa terpanggil memberantas atau mencegah korupsi,” kata Joice.
Menjadikan napi korupsi sebagai penyuluh antikorupsi merupakan program baru KPK di bawah kepemimpinan Komjen Polisi Firli Bahuri, tepatnya di kedeputian bidang pendidikan dan peran serta masyarakat. Targetnya, para napi tersebut dapat membantu KPK untuk menularkan semangat antikorupsi saat bebas dari penjara dan berbaur dengan masyarakat.