SURABAYA– Industri makanan dan minuman (mamin) berkesempatan meningkatkan kinerjanya selama Ramadan. Namun, peluang itu tidak sama besar ke semua sektor. Produsen mamin musiman seperti kue kering menyebut omzetnya belum kembali normal seperti para pengusaha pangan dasar.
Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia Jawa Timur (Gapmmi Jatim) Yapto Willy Sinatra menyatakan, secara keseluruhan, kinerja mamin mulai pulih. ’’Tahun lalu omzet kami turun 10 persen saat bulan puasa dan Lebaran. Padahal, momen itulah yang ditunggu-tunggu para pelaku usaha di sektor ini,’’ ungkapnya (22/4).
Tahun ini Yapto memproyeksikan kenaikan penjualan 20–30 persen. Namun, kenaikan itu hanya akan terjadi terhadap pengusaha pangan dasar atau makanan yang menjadi kebutuhan sehari-hari masyarakat. Misalnya, mi instan dan roti.
Di sisi lain, produsen mamin Lebaran belum bisa mencapai kondisi tersebut. Kebijakan mudik yang detailnya berubah-ubah, menurut Yapto, ikut memengaruhi strategi bisnis para pembuat kue kering atau jajan Lebaran. ’’Kalau kondisi hari raya normal, sebenarnya lonjakan kebutuhannya bisa sampai 70 persen. Tapi, tahun ini kenaikan seperti itu tak akan terjadi,’’ ujar Yapto.
Diah Arifianti, pembuat kue kering di Surabaya, menuturkan bahwa omzet tahun ini sama saja dengan tahun lalu. Ada kenaikan yang cukup signifikan jika dibandingkan dengan hari-hari biasa berkat adaptasinya terhadap dunia digital.
’’Trennya kan berganti. Bukan beli untuk jamuan tamu. Tapi, beli untuk diberikan sebagai hadiah ke saudara,’’ jelasnya. Karena itu, dia mengubah tampilan produknya. Kue-kue kering produksinya dikemas menarik dan dirangkai menjadi parsel. Dia lantas menjajakannya lewat platform digital. Hasilnya, ada peningkatan produksi dari 30–40 stoples pada hari biasa menjadi 200–300 stoples saat Ramadan. (bil/c14/hep)