Bambang Iswanto
Dosen Institut Agama Islam Negeri Samarinda
BUMI Etam berduka. Salah seorang ulama kharismatiknya, KH Fachrudin Wahab telah berpulang ke rahmatullah di bulan suci Ramadan.
Kepergiannya menyisakan duka mendalam. Banyak tebaran ilmu yang dirasakan masyarakat Kaltim. Penguasaan ilmu agama menjadikan beliau dihormati semua kalangan. Ulama lain dan umara’ serta masyarakat umum banyak merasa kehilangan sosok yang santun dalam berdakwah dan menyebarkan ilmu.
Selain santun, almarhum dikenal sebagai ulama yang bersahaja dan gampang mendekatkan diri dengan semua pihak. Memiliki toleransi yang tinggi dengan ras, suku, golongan, dan agama manapun.
Bawaannya yang rendah hati, sering menjadikan jamaah seperti tidak berjarak. Banyak cerita hikmah bermuatan kearifan lokal yang dimasukkan dalam materi taklim, sehingga pesan agama yang disampaikan terasa gampang dicerna dengan hal-hal yang bersinggungan dengan umat.
Keluasan ilmu dan penguasaan banyak kitab tetap membuat beliau sosok yang rendah hati. Alasan-alasan itulah dan masih banyak alasan lain yang tak tersebutkan, membuat umat, khususnya masyarakat Kaltim merasa kehilangan.
Kehilangan ulama itu merupakan musibah besar. Dalam sebuah hadis disebutkan bahwa meninggalnya ulama merupakan musibah yang tidak tergantikan. Sebuah kebocoran yang tidak bisa ditambal. Kepergiannya laksana bintang yang padam yang menyebabkan kegelapan.
Ulama itu ibarat paku bumi yang ditancapkan Allah untuk menegakkan ajaran Islam. KH Fachrudin Wahab salah satunya. Wafatnya beliau sama saja dengan tercabutnya salah satu paku besar di Bumi Etam.
Sejatinya, siapa pun yang mengetahui tentang arti penting kehadiran ulama di tengah masyarakat, pasti akan merasakan kesedihan ketika ada ulama yang wafat. Dalam kitab Tanqihul Qaul karya Abdurrahman bin Abu Bakar as-Suyuthi disebutkan bahwa Rasulullah mengingatkan orang yang tidak bersedih dengan meninggalnya ulama sebagai pertanda orang munafik.
Biasanya semakin tinggi tingkat kecintaan seseorang terhadap ilmu, semakin terasa memuncak pula kehilangannya. Seorang perawi hebat yang riwayatnya tersebar di Kutubus Sittah, Imam Ayyub as-Sikhtiyani digambarkan, jika mengetahui ada ulama yang meninggal, beliau merasa seperti kehilangan sebagian anggota tubuh. Hal ini karena begitu cintanya beliau kepada ilmu dan ulama.
PEWARIS NABI