BEGITU banyak harapan baik yang mengemuka ketika Kalimantan Timur diputuskan sebagai ibu kota negara (IKN). Satu dari sekian banyak harapan itu adalah pengembangan industri baru berbasis sumber daya alam (SDA).
Potensi perkebunan kelapa sawit di Kaltim yang sangat besar diharapkan mampu mengembangkan industri turunannya seiring pemindahan ibu kota negara. Yang menarik, terdapat korelasi antara proyeksi IKN pada 2045 dengan lompatan produk domestik bruto (PDB)-nya, dan visi pemerintah untuk mengubah posisi Indonesia sebagai raja minyak sawit mentah menjadi raja hilir sawit pada 2045.
Sebab itu, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) sudah sepatutnya membaca sinyal pertumbuhan ekonomi baru di Kalimantan dan sekitarnya dengan mengembangkan industri hilir sawit.
Pemerintah telah mengeluarkan sejumlah kebijakan untuk mengubah Indonesia menjadi raja hilir sawit dunia. Selain pengenaan bea keluar dan pungutan ekspor serta mandatori biodiesel untuk substitusi solar impor, kebijakan lainnya seperti pemberian insentif pajak berupa tax allowance, tax holiday, serta pembebasan bea impor atas mesin serta barang dan bahan modal.
Selain itu, pengembangan kawasan industri terintegrasi, yakni integrasi industri hilir dengan fasilitas/jasa pelabuhan. Tak ketinggalan sistem Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) untuk industri hilir sawit nasional juga terus dikembangkan dan diterapkan untuk memenuhi tuntutan global terhadap aspek keberlanjutan.
Berbagai instrumen kebijakan pemerintah tersebut diharapkan dapat mendorong perkembangan hilirisasi sawit untuk menciptakan nilai tambah yang lebih tinggi dan menghasilkan multiplier effect yang lebih besar.
Kaltim memang memiliki persoalan tersendiri. Hilirisasi produk kelapa sawit berjalan lambat. Kendala mendasar adalah belum tersedianya infrastruktur yang memadai dan menyambungkan hingga menjangkau seluruh pelosok di Kaltim.
Akibatnya, produksi komoditas kelapa sawit hanya sebatas minyak mentah sawit. Belum ada memproduksi turunannya yang selayaknya memiliki nilai tambah dan daya saing tinggi di pasar global.
Kondisi yang paling terlihat, lambannya pengembangan kawasan ekonomi khusus (KEK) Maloy Batuta Trans Kalimantan (MBTK) di Sangkulirang, Kutai Timur--kawasan disiapkan untuk kegiatan industri dan hilirisasi kelapa sawit maupun kegiatan industri lainnya.
IKN membawa harapan baru untuk menyelesaikan kendala-kendala tersebut. IKN diharapkan menjadi magnet penarik percepatan kawasan ekonomi khusus (KUK) dan tumbuhnya industri dan hilirisasi kelapa sawit di Kaltim.
Semua permasalahan tersebut akan menjadi tema diskusi menarik pada Kaltim Post Talk Show sore ini. Adalah Azmal Ridwan, pembina Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Kaltim yang akan mengurai permasalahan tersebut. (***/dwi/k16)