Usul Normalisasi Sungai, Muncul Proyek Irigasi

- Rabu, 21 April 2021 | 16:44 WIB

SAMARINDA–Proyek peningkatan irigasi di Desa Sepatin, Kecamatan Anggana, Kabupaten Kutai Kartanegara diklaim muncul dari usulan warga. Atas dasar itu, pemkab menyusun rencana penguatan irigasi di kawasan tersebut yang rampung akhir 2013 dan dikerjakan di tahun berikutnya. Semua itu terbantah ketika Haji Tamrin, mantan kepala Desa Sepatin bersaksi di Pengadilan Tipikor Samarinda, Senin (20/4).

Dalam persidangan yang digelar virtual itu, dia menuturkan, memohon agar Pemkab Kukar menormalisasi anak sungai di Delta Mahakam. Karena mengalami penyempitan akibat sedimen hingga tertutup bekas pohon tumbang pada 2014. “Jadinya kapal masyarakat agak susah melintas,” ucapnya ketika bersaksi. Proposal permohonan normalisasi itu, lanjut dia, diberikannya ke M Thamrin (satu dari tiga terdakwa dalam kasus ini). Hingga kini, ketika dia sudah tak lagi menjabat kepala desa, dia tak tahu nasib permohonan itu sudah diterima atau tidak.

“Karena tak ada kabar, masyarakat ya diam saja, pak,” sambungnya menerangkan. Haji Tamrin mengaku tahu ada proyek irigasi tersebut medio April 2014. Ketika M Thamrin menemuinya dan menanyakan beberapa titik lokasi kegiatan di seputar Pulau Kenyuran dan Pulau Tiga yang akan mendapat proyek irigasi dari pemkab. Dia pun menindaklanjuti dengan menerbitkan rekomendasi jika lokasi itu tak bermasalah secara kepemilikan dan bisa dipertanggungjawabkan.

“Saya tahu kalau Thamrin ini pelaksana proyek dari PT API (Akbar Persada Indonesia). Saya baru tahu siapa saja pemilik tambak yang bakal mendapat bantuan irigasi itu ketika diperiksa kejaksaan,” katanya. Soal pemilik tambak, menurut dia sebelum 2008, memang para pemilik punya surat kepemilikan tambak. Namun, pada tahun itu, Kementerian Kehutanan menetapkan Desa Sepatin jadi kawasan budidaya kehutanan (KBK). “Jadi tak lagi ada surat itu sejak 2008,” jelasnya.

Ketika proyek dikerjakan PT API, dia tak pernah memantau lokasi tersebut. Alasannya, lokasi pekerjaan bukan di lokasi yang sempat ditanyakan Thamrin ke dirinya kala itu. “Masih di wilayah Desa Sepatin, tapi bukan di kawasan yang saya terbitkan rekomendasi itu. Bukan pula di lokasi permohonan yang sempat saya buat untuk normalisasi itu,” tutupnya. Haji Tamrin dihadirkan untuk tiga terdakwa dalam kasus korupsi irigasi senilai Rp 9,58 miliar.

Mereka adalah, Maladi (pejabat pembuat komitmen/PPK proyek), Amiruddin (direktur PT Akbar Persada Indonesia/API), dan Moh Thamrin (pelaksana kegiatan PT API). Selain, mantan kades Sepatin itu, JPU Iqbal, Ando, dan Erlando juga menghadirkan empat saksi lainnya. Para saksi itu, Suharto Anwar (PPK perencana), Rohmatun (staf Dinas Pekerjaan Umum Kukar kala itu), dan dua petani tambak di Desa Sepatin; Hamzah dan Abdul Aziz.

Di depan majelis hakim yang dipimpin Joni Kondolele bersama Parmatoni dan Ukar Priyambodo, Suharto Anwar menerangkan jika perencanaan proyek irigasi itu disusun berdasarkan tinjauan kelayakan lokasi. “Saya hanya sekali tinjau lokasi. Sisanya konsultan perencana yang ke sana,” akunya.

Disinggung JPU soal proyek irigasi namun pekerjaan di lapangan justru penguatan tanggul sungai, saksi mengaku hal itu masihlah sama dan tak melenceng dari perencanaan yang disusun CV Smart Teknik Konsultan.

Begitu pun ketika pertanyaan lain dilontarkan JPU soal kawasan tersebut merupakan daerah konservasi KBK.

Hal ini, kata dia, memang sempat dipertanyakan konsultan yang menyusun perencanaan proyek. Namun, menurut dia, ada rekomendasi dari bupati Kukar kala itu yang menyebutkan jika proyek bisa terus berjalan. Sehingga, dia selaku PPK perencana melanjutkan penyusunan dokumen proyek tersebut.

“Sejak kapan rekomendasi bupati bisa melampaui kewenangan kementerian?” ucap Hakim Joni bertanya. “Rekomendasi bupati itu menjelaskan proyek tetap dilanjutkan sesuai kontrak yang sudah berjalan. Sembari mengurus izin penggunaan kawasan untuk proyek itu,” jawab Suharto Anwar.

Pernyataannya itu sontak membuat majelis hakim membuncahkan berbagai pertanyaan lain. Seperti, mengapa kontrak dokumen perencanaan proyek tak dihentikan sementara selama izin penggunaan kawasan belum dikantongi atau mengadendum kontrak untuk mereview hingga menyusun ulang perencanaan.

Pertanyaan lain yang disoal majelis hakim, ialah mengapa ada perubahan lokasi pekerjaan tanpa adendum teknis. Kemudian, tidak pula merujuk perencanaan yang sudah disusun tersebut. “Soal perubahan itu saya tahu ketika tinjauan, pak. Tupoksi saya hanya di perencanaan, tak sampai ke teknis pekerjaan. Jadi saya tak berani melampaui kewenangan saya,” jelasnya. Keterangannya itu membuat majelis hakim meradang.

Menurut hakim Joni, korupsi ini tak akan terjadi jika saksi selaku PPK perencana menghentikan penyusunan dokumen perencanaan kegiatan tersebut. Karena dokumen itu rampung, proyek pun direalisasikan di lapangan. “Kalau kamu hentikan sejak perencanaan masih disusun. Proyek tak bisa jalan, tak merugi daerah sampai Rp 9,58 miliar, dan tak ada tiga orang itu. Kenapa saksi enggak sekalian duduk sama mereka di sana,” ucapnya kesal sembari menunjuk ketiga terdakwa di layar persidangan virtual.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X