SAMARINDA–Tenggelamnya kapal Mulia Mandiri 07 yang mengangkut crude palm oil (CPO), Sabtu (10/4) lalu, menuai masalah lain. Bukan hanya soal pencemaran lingkungan dan meninggalkan satu awak kapal saja, tapi juga negara kehilangan pendapatan.
Untuk diketahui, kapal yang berlayar dari kawasan Sungai Lais menuju Dermaga Teluk Cinta ini tak memiliki surat persetujuan berlayar (SPB). Izin sudah tak berlaku sejak enam tahun lalu.
Secara tidak langsung, kapal berjenis self propelled oil barge (SPOB) ini melakukan pelayaran secara ilegal. Tanpa SPB yang dikantongi bukan hanya melanggar Undang-Undang 17/2008 tentang Pelayaran. Melainkan ikut berdampak pada penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
“Jadi, kalau nggak mengurus juga berdampak pada PNBP. Setiap kapal baik perorangan maupun usaha itu wajib mengurus SPB dahulu. Selain izin berlayar. Izin usaha juga harus ada,” kata Kasi Keselamatan Berlayar, Penjagaan dan Patroli KSOP Kelas II Samarinda Capt Slamet Isyadi.
Slamet tak memungkiri jika masih ada saja pelaut-pelaut bandel. Tidak mengurus izin pelayaran. Selain itu, tambatan-tambatan liar tanpa izin membuat kapal-kapal tanpa izin susah dipantau.
“Di Samarinda ini banyak tambatan tikus. Selain itu, kita terbatas SDM,” imbuhnya.
Terkait pengawasan, Slamet mengatakan, sebenarnya pihaknya telah menggandeng aparat penegak hukum lainnya. Seperti Satpolair Polresta Samarinda, Polda Kaltim, hingga TNI AL. Hal itu untuk mengatasi terbatasnya jumlah SDM.
“Edaran kementerian mengoptimalkan peningkatan BNPB-nya. Kami akan lakukan pemeriksaan perizinan. Kami juga dibantu aparat keamanan lain. Kalau ada kapal tidak berdokumen bisa di proses dan sanksi,” tegasnya.
Slamet juga menerangkan sebelum izin kembali diperbarui. pemeriksaan tetap wajib dilakukan terlebih dulu. Jika dalam pemeriksaan ada kelengkapan kapal yang kurang atau tidak berfungsi, maka izin tidak akan diterbitkan.
“Setiap kapal itu harus ada perizinannya. Tapi kalau kapal tidak lengkap tidak diberikan izinnya,” tukas dia. (*/dad/kri/k8)