Kasus Orient Bahan Evaluasi Mendasar, Meski Menang, jika Tidak Jujur, Hasilnya Sia-Sia

- Sabtu, 17 April 2021 | 12:04 WIB

JAKARTA– Kasus dibatalkannya kemenangan bupati terpilih Sabu Raijua Orient Riwu Kore oleh Mahkamah Konstitusi (MK) patut menjadi bahan evaluasi. Hal tersebut penting untuk memastikan kasus yang baru pertama terjadi itu tidak terulang di kemudian hari.

Peneliti Konstitusi dan Demokrasi (KoDe) Inisiatif Muhammad Ihsan Maulana sepakat bahwa proses pencalonan ke depan perlu lebih cermat dalam verifikasi. Namun, dia menilai hal tersebut tidak cukup. Ada juga faktor lain yang perlu ditekankan, yakni kejujuran pasangan calon (paslon). ”Ini menjadi refleksi bagi bakal pasangan calon kepala daerah untuk jujur dalam hal pencalonan,” ujarnya (16/4).

Kejujuran, lanjut Ihsan, selama ini juga menjadi salah satu asas kepemiluan, yang akrab disebut luber dan jurdil. ”Kasus Orient menunjukkan, ada asas jujur yang diingkari dalam aspek syarat pencalonan yang dilanggar,” imbuhnya.

Ihsan menjelaskan, putusan MK telah memberikan sinyal bahwa dalam pencalonan ke depan, paslon harus taat asas kepemiluan. Bahkan, MK berani mengesampingkan sejumlah ketentuan, misalnya selisih ambang batas kemenangan hingga keterlambatan pendaftaran sengketa. Artinya, kalau menang sekalipun, jika ada proses yang tidak jujur, hasilnya bisa sia-sia.

Selain bagi paslon, putusan MK menjadi pembelajaran bagi partai politik untuk lebih cermat. Sebab, seyogianya partai menjadi penyaring pertama dalam menentukan kualifikasi seseorang. Mengingat kontestasi bermula pada pencalonan yang diusung partai. ”Harus lebih cermat sebelum memutuskan untuk memberikan rekomendasi kepada paslon yang akan maju,” tuturnya.

Terpisah, Wakil Ketua Komisi II DPR Luqman Hakim mengapresiasi MK terkait putusan sengketa Pilkada Sabu Raijua 2020. MK pada Kamis (15/4) memerintahkan pemungutan suara ulang (PSU), termasuk mencoret Orient bersama calon wakil bupatinya dari pencalonan.

Menurut Luqman, putusan MK sangat melegakan karena Indonesia telah terhindar dari penyusupan orang asing di posisi kepala daerah. Undang-Undang (UU) Pilkada sangat jelas mengatur bahwa yang bisa menjadi calon kepala daerah adalah warga negara Indonesia (WNI), bukan warga negara asing (WNA).

Belajar dari kasus tersebut, ke depan Luqman menyarankan agar KPU daerah tidak hanya memeriksa keabsahan formil dokumen persyaratan calon kepala dan wakil kepala daerah. KPU juga perlu diberi kewenangan untuk melakukan kerja sama dengan pihak-pihak terkait. ”Untuk memeriksa kebenaran materiil dari dokumen persyaratan calon,” imbuh pria asal Semarang itu.

Politikus PKB tersebut meminta jangan sampai kasus seperti itu terulang di masa mendatang. Pilkada Sabu Raijua harus menjadi pelajaran penting. ”Semua pihak harus patuh pada undang-undang,” tegas pencinta topi tersebut.

Komisioner KPU I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi mengakui bahwa kasus pilkada Sabu Raijua akan menjadi pelajaran bagi jajarannya. Khususnya dalam memperkuat proses verifikasi dalam pencalonan. Terkait kesiapan PSU pilkada Sabu Raijua, Raka menyebutkan, rapat pada Kamis belum menghasilkan kesimpulan. Penetapan tanggal dan kesiapan lainnya masih dibahas di daerah. KPU RI dalam kapasitas memberikan supervisi. ”Saat ini sedang dipersiapkan (KPU Sabu Raijua, Red),” ujarnya. (far/lum/c9/bay)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Temui JK, Pendeta Gilbert Meminta Maaf

Selasa, 16 April 2024 | 10:35 WIB

Berlibur di Pantai, Waspada Gelombang Alun

Senin, 15 April 2024 | 12:40 WIB

Kemenkes Minta Publik Waspada Flu Singapura

Minggu, 14 April 2024 | 07:12 WIB

Kemenkes Minta Publik Waspada Flu Singapura

Sabtu, 13 April 2024 | 15:55 WIB

ORI Soroti Pembatasan Barang

Sabtu, 13 April 2024 | 14:15 WIB

Danramil Gugur Ditembak OPM

Jumat, 12 April 2024 | 09:49 WIB
X