Proyek Irigasi Desa Sepatin, Bermasalah sejak Awal

- Rabu, 14 April 2021 | 21:00 WIB
-
-

SAMARINDA–Proyek peningkatan irigasi di Desa Sepatin, Anggana, Kutai Kartanegara (Kukar) sudah bermasalah sejak perencanaan. Rancangan kegiatan sudah rampung disusun baru diketahui jika proyek itu ternyata berada di kawasan konservasi hutan produksi. Bukannya menyunting ulang perencanaan, proyek jalan mulus meski berkubang bermasalah.

Ini diungkapkan Muhammad Irwanda, konsultan perencana proyek tersebut ketika bersaksi dalam sidang lanjutan perkara itu di Pengadilan Tipikor Samarinda, Senin (12/4). “Sudah selesai saya buat baru diberitahu pihak pemkab (Kukar) jika lokasinya kawasan konservasi,” ucapnya bersaksi dalam sidang yang digelar virtual tersebut. Kendati demikian, ia mengklaim sudah menyerahkan lampiran perencanaan lanjutan tersebut ke pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek untuk mendapatkan izin terdahulu baru proyek dijalankan.

Namun, ketika disinggung JPU Iqbal, jika lampiran itu diajukan mengapa proyek jalan mulus, perencana dari CV Smart Teknik Konsultan itu mengaku hal itu lantaran rencana anggaran belanja (RAB) kegiatan itu sudah berjalan sehingga tak bisa distop begitu saja. “Bukannya bisa diadendum. Kenapa tak dilakukan?,” tanya JPU. Namun, dijawabnya jika hal itu bukan kewenangannya.

Rencana proyek itu, disusunnya berbekal tinjauan lokasi ke Desa Sepatin didampingi M Thamrin, terdakwa dalam kasus ini.

Ada tujuh lokasi yang ditilik perlu penguatan. Lantaran kondisi tanggul tak berfungsi maksimal sehingga air bisa meluber ketika pasang. Ditambah, tak ada pintu air yang bisa mengatrol keluar masuknya arus air. “Perlu peninggian tanggul dan ada pintu air biar kendalikan arus air,” akunya. Irwanda dihadirkan JPU sebagai saksi bersama Akhmad Marisi (Kabid Aset BPKAD Kukar), Dedi Kusnanta (Ketua Pokja Unit Layanan Pengadaan/ULP), Baihaqi (konsultan pengawas), dan Heri Susanto (Sekretaris Panitia Penerima Hasil Pekerjaan/PPHP) untuk tiga terdakwa yang terseret dalam kasus ini.

Para pesakitan itu, Maladi (PPK), Amiruddin (direktur PT Akbar Persada Indonesia/API), dan M Thamrin (pelaksana kegiatan PT API). Baihaqi mengaku baru mengetahui jika lokasi proyek tersebut masuk kawasan konservasi ketika dirinya diperiksa Kejari Tenggarong medio 2019. Sepanjang pengawasan yang ditempuhnya, tak ada permasalahan dan proyek jalan sesuai tahapan.

Adendum atau perubahan kontrak, lanjut dia, hanya soal mobilisasi jumlah unit alat berat ekskavator amfibi. “Saya lupa jumlah unitnya yang berkurang. Tapi, dana dari mobilisasi alat berat itu dialihkan ke peningkatan mutu proyek,” sambungnya. Disinggung majelis hakim yang dipimpin Joni Kondolele bersama Parmatoni dan Ukar Priyambodo soal adendum lokasi, yang semula tujuh lokasi peningkatan irigasi menjadi lima. Ditegaskannya hal itu tak ada. “Saya memantau berdasarkan lokasi yang ditunjuk pelaksana dan PPK (M Thamrin dan Maladi). Ada yang selesai langsung turunkan tim mengukur kualitas pekerjaan,” katanya.

Dedi Kusnanta mengaku lelang proyek itu dihelat berpedoman dokumen yang diajukan Maladi selaku PPK. Dari berkas itu, bukan tujuh lokasi yang bakal mendapat penguatan irigasi itu. “Hanya lima setahu saya,” akunya.

Lima lokasi itu merupakan kawasan tambak milik warga. Yakni Nairo, Mamang, Nangkubur, Bayur, dan Haji Meneng. Dua titik lain yang berada dekat tambak Pemangkaran dan Salo Bendrang tak ada dalam lelang yang diurusnya itu.

“Yang ikut di awal 50 peserta, tapi hanya 10 yang melampirkan berkas lanjutan dan akhirnya yang menang dengan penawaran terendah PT API,” tuturnya. Proyek sudah rampung akhir 2014 lalu, berdiri di kawasan konservasi hutan produksi tanpa izin Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Wilayah IV Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan, Kementerian Kehutanan. Hasil kegiatan justru terdaftar jadi aset Pemkab Kukar. Hal ini diakui Akhmad Marisi ketika diperiksa.

“Lahannya bukan aset pemkab. Pencatatan itu berbekal lampiran hasil belanja modal dinas,” akunya.

Disinggung Hakim Joni, lahan bukan aset pemkab mengapa proyek itu dicatat jadi aset, Marisi menegaskan hanya menindaklanjuti hasil belanja modal di Dinas Bina Marga, kini Dinas Pekerjaan Umum. Setiap proyek yang rampung 100 persen maka harus dicatat dalam pembukuan aset daerah.

“Lucu saja, bangun tanpa izin. Pas jadi langsung diklaim jadi aset,” ucap Joni mendengar jawaban saksi.

Saksi terakhir, Heri Susanto mengaku ketika pemeriksaan hasil pekerjaan itu, dia tak mengikuti semua proses. Lantaran ada urusan dinas yang tak bisa ditinggalnya. Hanya pemantauan di hari pertama yang diikutinya. “Sisanya saya tak ikut dan berita acara PPHP itu saya tanda tangani di kantor karena yang lain sudah menandatangani,” ucapnya di akhir persidangan.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X