JAKARTA - Fenomena puluhan Paus Pilot Sirip Pendek yang terdampar di Pantai Modung, Bangkalan, Jawa Timur pada pertengahan Februari lalu menyedot perhatian publik. Pasalnya, hanya satu ekor yang berhasil diselamatkan dan telah dilepas liarkan dari total 52 mamalia yang terdampar.
Dari hasil identifikasi, ukuran panjang mamalia tersebut bekisar 2-5 meter dengan berat rerata 300 kilogram-3 ton. Tim Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga (Unair), Surabaya telah melakukan nekropsi untuk mengetahui penyebabnya. Penelitian dimulai dengan mengukur ketebalan lemak untuk proses histopatologi dan pemeriksaan mikrobiologi. Dari tiga sampel yang diambil, satu di antaranya adalah paus betina.
Salah seorang anggota, Drh. Bilqisthi Ari Putra, mengungkapkan hasilnya Senin (12/4). Dia menjelaskan, penyebab Paus terdampar dikarenakan sedang melakukan migrasi dan berburu makanan. Kemudian, adanya kelainan otot reflektor melon.
"Yang terjadi pada koloni Paus tersebut dipimpin oleh betina yang mengalami gangguan pernafasan," ungkapnya. Bilqist menyatakan, koloni Paus yang terdampar itu memang kebanyakan menderita komorbid seperti kelainan paru-paru atau pneumonia dan jantung.
Ditambah kelaparan sehingga tidak bisa survive dalam kondisi iklim yang saat itu sedang tidak bagus. "Sebagian mati karena gagal nafas dan jantung. Sedangkan anggota koloni yang lain mati karena dehidrasi dan kelelahan. Makanya nggak bisa kembali lagi ke tengah laut," jelas Bilqist.
Dirjen Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Kelautan (KKP) Haeru Rahayu menyatakan, tingginya jumlah mamalia laut yang terdampar merupakan salah satu ancaman besar bagi ekosistem Bumi. Sebab, mamalia laut memberikan sumbangan ekologis yang dimanfaatkan manusia untuk berasosiasi dengan biota tersebut.
Karena itu, pihaknya bakal melakukan berbagai upaya agar kejadian itu tidak terulang lagi. Yaitu, dengan melakukan pengendalian dan pengawasan pemanfaatan ruang laut. Selanjutnya, membentuk jejaring penanganan mamalia laut terdampar di tingkat daerah.
"Melakukan identifikasi atau pemetaan habitat penting mamalia laut. Dan, sosialisasi serta edukasi penanganan mamalia laut terdampar di lokasi yang sering mengalaminya," tutur Haeru. (Shf)