Mayoritas Calon Dinasti Politik Tumbang

- Rabu, 14 April 2021 | 09:56 WIB
ilustrasi
ilustrasi

JAKARTA– Dinasti politik kini bukan jaminan bahwa calon kepala daerah bakal melenggang mulus meraih kemenangan di pilkada. Justru, di sejumlah daerah, calon yang terafiliasi dinasti politik mengalami kekalahan.

Kemenangan keluarga presiden, menteri, atau kerabat kepala daerah di Pilkada Serentak 2020 tak lebih dari sebagian cerita saja. Berdasar riset yang dilakukan Nagara Institute, mayoritas calon dari dinasti politik gagal menjadi pemenang. ”Dari 129 calon (yang terkait dengan dinasti politik, Red), hanya 57 yang dinyatakan sebagai pemenang,” ungkap Mustakim, peneliti Nagara Institute, dalam paparan virtual (12/4).

Sebanyak 72 atau sebagian besar calon malah tumbang. Namun, dua angka itu masih bisa berubah. Nagara Institute mencatat, masih ada enam calon dari dinasti politik yang mengikuti pemungutan suara ulang (PSU) berdasar putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

Mulyadi, peneliti Nagara Institute lainnya, menambahkan, kekalahan yang diderita 72 calon tersebut merupakan hal yang positif. Hal itu menunjukkan adanya resistansi yang cukup besar dari pemilih. Meski tidak banyak yang lantang bersuara, dia menilai ada silent majority. ”Mereka menolak calon dinasti politik,” ujarnya. Mulyadi menjelaskan, keberadaan dinasti politik dalam kontestasi rawan penyimpangan. Salah satu buktinya adalah putusan MK terkait PSU.

Bagi daerah dinasti politik yang tidak diuji ke MK, Mulyadi menilai bukan berarti mereka bersih. Selama ini ada indikasi lawan yang bertarung hanya calon boneka atau calon lain tidak mau capek menggugat. Sebagian dari mereka juga berstatus calon tunggal.

Anggota Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini mengatakan, data tersebut memberi kabar baik. Namun, perlu juga ditelisik faktor-faktor yang melatarbelakangi kekalahan dinasti politik. ”Jangan-jangan dikalahkan dinasti lain atau dikalahkan oligarki baru yang sudah disiapkan,” ucapnya. Jika itu yang terjadi, data yang dirilis Nagara Institute belum memberi kabar positif.

Titi menjelaskan, situasi sistem politik saat ini masih mendukung praktik oligarki dan dinasti politik. Dalam pencalonan, misalnya, syarat yang diatur dalam UU Pilkada terbilang rumit. Bagi calon dari partai, harus memiliki angka ambang batas yang tinggi. Dari jalur perseorangan pun sama, syarat dukungan e-KTP mengalami kenaikan. Dengan syarat yang berat, munculnya calon alternatif akan sulit. Kontestasi cenderung dikuasai aktor politik dengan sumber daya besar. ”Makin terbatasnya akses politik pencalonan punya andil,” tuturnya.

Meski demikian, Titi menilai masih ada asa. Jika kekalahan benar-benar disebabkan makin tereduksinya pilihan ke calon terkait dinasti, hal itu menunjukkan adanya perlawanan dari masyarakat.

Sementara itu, anggota Komisi II DPR Fraksi PKS Nasir Djamil menilai perlu dilakukan penelitian yang objektif terkait kondisi daerah yang dipimpin dinasti politik. Namun, secara regulasi, sulit untuk membatasi. ”Kalau mengulangi lagi (pembatasan dinasti politik, Red), MK sudah menyatakan konstitusional,” katanya. (far/c9/bay)

 

Grafis ---

 

DINASTI POLITIK DALAM ANGKA

Jumlah calon terafiliasi dinasti: 129 calon

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Garuda Layani 9 Embarkasi, Saudia Airlines 5

Senin, 22 April 2024 | 08:17 WIB
X