Rukyat Hilal Gunakan Metode Hisab, Tertutup Kabut dan Perbukitan

- Selasa, 13 April 2021 | 14:56 WIB
MEMASTIKAN: Tim Kanwil Kemenag Kaltim berupaya menyaksikan hilal melalui teodolit dari Menara Asmaul Husna, Masjid Baitul Muttaqien Islamic Center, Samarinda, Senin (12/4).
MEMASTIKAN: Tim Kanwil Kemenag Kaltim berupaya menyaksikan hilal melalui teodolit dari Menara Asmaul Husna, Masjid Baitul Muttaqien Islamic Center, Samarinda, Senin (12/4).

SAMARINDATim kantor wilayah (Kanwil) Kementerian Agama (Kemenag) Kaltim melakukan pemantauan rukyat hilal 1 Ramadan 1442 Hijriah di menara Asmaul Husna, kompleks Masjid Baitul Muttaqien Islamic Center, Jalan Slamet Riyadi, kemarin (12/4).

Hasilnya, hilal melalui metode rukyat atau mata dengan alat teodolit tidak terlihat, sehingga dilakukan metode hisab berdasarkan perhitungan matematik astronomi.

Kabid Bimbingan Masyarakat Islam (Bimas Islam) Samudi mengatakan, dari kegiatan kemarin, rukyat hilal tidak terlihat, sehingga metodenya beralih ke hisab dengan memercayakan hasil pengamatan tim stasiun meteorologi Temindung. “Posisi bulan sudah 3 derajat. Di mana sesuai kesepakatan negara-negara muslim di Asia Tenggara bahwa sudah masuk waktu 1 Ramadan. Namun hasil itu kami laporkan ke Kemenag untuk bahan sidang Isbat,” ucapnya.

Dalam keputusan sidang kemarin, pemerintah pusat sudah menetapkan 1 Ramadan 1442 H jatuh, Selasa (13/4). Di Kaltim, pemantauan serupa dilaksanakan di Samarinda, Balikpapan, dan Berau.

Terkait dengan pelaksanaan salat tarawih, Samudi menegaskan, Kemenag sudah menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor 3/2021 tentang panduan Ramadan dan Idulfitri. Salah satunya membolehkan salat Tarawih berjamaah di masjid tetapi dengan protokol kesehatan ketat, seperti fasilitas mencuci tangan, menggunakan masker, dan menjaga jarak serta maksimal jamaah 50 persen dari daya tampung masjid. “Begitu juga untuk tadarus, harus dengan protokol kesehatan. Paling penting disarankan tidak menggelar acara buka puasa bersama. Kalau ada harus mematuhi protokol kesehatan, misalnya peserta tidak boleh lebih 50 persen kapasitas gedung,” tegasnya.

Soal pantauan hilal, Kepala Stasiun Meteorologi Temindung Riza Arian Noor mengatakan, dalam pemantauan melalui metode rukyat, di Samarinda baru bisa menggunakan teodolit. Keterbatasan metode itu lantaran visibility yang minim akibat cuaca berawan, juga perbukitan dapat memengaruhi pantauan.

Makanya pemantauan paling baik dilakukan di pantai-pantai barat Indonesia misalnya di Pantai Pelabuhan Ratu, Jawa Barat, atau pantai-pantai sisi barat Pulau Sumatra.

“Idealnya pakai teleskop yang dilengkapi filter agar pandangan tidak terhalang awan atau kabut, bahkan yang lebih canggih hasilnya bisa disaksikan melalui streaming,” ucapnya di menara pantau, kemarin. (dns/dra/k8)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X