Sekelompok santri pendaki sempat panik dan ketakutan ketika tanah yang mereka pijak berguncang hebat dua kali. Langkah pertama: menjauh dari pohon-pohon.
JUNAIDI PONDIYANTO, Sumenep, Jawa Pos
SUARA gemuruh itu datang bersamaan dengan mendung hitam pekat. Musifiqurrahman dan sembilan rekan pendaki sontak langsung mengenakan jas hujan yang telah disiapkan.
Pada Sabtu siang lalu (10/4) itu mereka sudah berada di pos 3 pendakian Gunung Butak yang berada di perbatasan Kabupaten Malang dan Kabupaten Blitar, Jawa Timur. Melewati dua pos lagi, mereka akan tiba di puncak gunung setinggi 2.868 mdpl tersebut.
Yang mereka tidak tahu, berkilo-kilometer dari sana, gempa sedang terjadi. Persisnya 95 kilometer arah selatan Kepanjen, Kabupaten Malang, di kedalaman 80 kilometer. Lindu yang efeknya dirasakan hampir di seluruh wilayah Jatim.
*
Pagi yang cerah dan kesejukan cuaca gunung memacu semangat Musifiq –sapaan akrab Musifiqurrahman– dan sembilan rekan untuk memulai pendakian. Sekitar pukul 08.00, mereka memulai pendakian.
Bait-bait bacaan doa juga tidak lupa dipanjatkan untuk mengawali pendakian. ”Pengecekan bekal alat kebutuhan mendaki juga tidak lupa kami lakukan,” kata Musifiq, pendaki asal Sumenep, kepada Jawa Pos Radar Madura.
Sepuluh orang tersebut tergabung dalam Komunitas Santri Pendaki (Sandi). Mereka teman satu pesantren di Sumenep meski tidak semuanya berasal dari kabupaten di ujung timur Pulau Madura itu. Mereka mendaki untuk mengisi liburan menjelang Ramadan.
”Semua sudah dapat izin dari keluarga,” ujar Musifiq.
Sebagai tujuan pendakian, Gunung Butak tak sepopuler tetangganya, Gunung Panderman. Untuk mendakinya, ada dua jalur resmi. Via Panderman dan via Perkebunan Sirah Kencong, Blitar.
Kalau lewat Panderman, jalur masuknya sama. Baru akan memisah begitu bertemu persimpangan. Yang belok kiri menuju Panderman, yang lurus menuju Gunung Butak.