Kelola Rp 140 T, BPKH Diminta Lebih Produktif Berinvestasi

- Minggu, 11 April 2021 | 12:05 WIB
ilustrasi
ilustrasi

JAKARTA– Data sampai akhir Desember 2020, dana haji yang dikelola Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) mencapai Rp 140 triliun lebih. Wakil Presiden Ma’ruf Amin berharap BPKH lebih produktif dan tetap memperhatikan prinsip syariah dalam mengelola dana haji.

Keterangan tersebut dia sampaikan Global Islamic Investment Forum di Jakarta (9/4). Dia menjelaskan sesuai ketentuan undang-undang, BPKH wajib menempatkan dan menginvestasikan dana haji sesuai dengan prinsip syariah. ’’(Kemudian, Red) Prinsip kehati-hatian, keamanan, nilai manfaat, dan likuiditas. Baik di dalam maupun di luar negeri,’’ tuturnya.

Ma’ruf menjelaskan data per Desember 2020 dan haji di BPKH mencapai Rp 140 triliun. Kemudian dana tersebut dapat diinvestasikan dalam beberapa bentuk. Seperti produk investasi perbankan, surat berharga, emas, investasi langsung, dan lainnya. dia menjelaskan bentuk investasi lainnya seperti wakaf, investasi dalam pelayanan haji, dan investasi global.

Menurut Ma’ruf antrian haji di Indonesia saat ini cukup panjang. Minimal sebelas tahun. Antrian yang panjang tersebut mengakibatkan dana haji yang berasal dari setoran awal ongkos haji mengendap cukup lama. Dia menjelaskan pada 2018 lalu dana haji diinvestasikan pada sejumlah produk perbankan syariah.

’’Seperti deposito syariah dengan porsi sebesar 55 persen,’’ jelasnya. Kemudian sukuk dana haji Indonesia (SDHI) dengan porsi sebesar 35 persen. Sisanya sebesar 10 persen disebar di korporasi penempatan dana di Islamic Development Bank dan perbankan di Arab Saudi. Ma’ruf berharap BPKH terus menjadi kerjasama dengan lembaga keuangan dunia. Sehingga bisa mendapatkan alternatif untuk berinvestasi di luar negeri.

Sementara itu Wakil Ketua MPR Jazilul Fawaid mengatakan, jangan ada kenaikan dan penambahan biaya ibadah haji. Terkait adanya pandemi Covid-19, itu menjadi tanggung jawab penyelenggara haji. "Apapun resikonya, ya jangan tambah biaya," terang dia dalam acara diskusi di Media Center DPR RI kemarin.

Dia menyamakan biaya ibadah haji seperti akad transaksi pembelian. Jika di tengah jalan harganya diubah, menurut dia, hal itu menyalahi syariah. Maka, tidak perlu ada penambahan biaya, karena akan memberatkan calon jamaah haji.

Menurut Gus Jazil, sapaan akrab Jazilul Fawaid, pelaksanaan ibadah haji itu tidak ada pilihan. Hanya pemerintah yang menjadi penyelenggara. Berbeda dengan umrah yang penyelenggaranya beragam. "Kalau nggak cocok dengan satu travel, bisa pilih travel yang lain," ungkapnya.

Untuk itu, kata dia, pemerintah harus arif dan bijaksana dalam melaksanakan ibadah haji.Jangan sampai memberatkan dan mengecewakan para jamaah dalam pembiayaan. Apalagi jika ibadah haji dilaksanakan dalam pandemi, maka akan banyak hak jamaah yang dikurangi.

Misalnya, tawaf, waktunya akan dibuat jarak. Tidak bisa mencium hajar aswad. Selain itu, masker juga akan menjadi masalah, karena dalam melaksankan haji tidak boleh menggunakan jahitan. "Banyak hal yang akan terkurangi kehidmatannya. Kalau kemudian bertambah beban biayanya, ya nggak imbang," ungkapnya. (wan/lum)

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Ekonomi Bulungan Tumbuh 4,60 Persen

Kamis, 28 Maret 2024 | 13:30 WIB

2024 Konsumsi Minyak Sawit Diprediksi Meningkat

Selasa, 26 Maret 2024 | 12:21 WIB
X