NAYPYIDAW– Harapan untuk menyelesaikan konflik di Myanmar lewat jalur diplomasi kian sempit. Kemarin (9/4) junta militer menolak kunjungan Duta Besar PBB untuk Myanmar Christine Schraner Burgener. Diplomat Swiss itu akan berkeliling negara-negara Asia untuk memetakan jalan keluar bagi situasi di Myanmar.
Thailand bakal menjadi jujukan pertamanya. Pemerintah Thailand yang dipimpin militer cukup dekat dengan junta militer Myanmar. Burgener juga akan berkunjung ke Tiongkok yang merupakan sekutu dekat Myanmar. Belum ada kepastian tanggal dimulainya perjalanannya dan perincian apa saja yang bakal dibahas. Burgener juga ingin berkunjung ke Myanmar dan bertemu langsung dengan para jenderal junta militer.
”Kami tidak mengizinkan (pertemuan, Red) itu. Untuk saat ini kami tidak memiliki rencana untuk memperbolehkan itu terjadi,” kata Zaw Min Tun, juru bicara junta militer Myanmar, kepada Agence France-Presse.
Situasi di Myanmar saat ini sudah sangat memprihatinkan. Setidaknya 614 nyawa tewas pascakudeta di awal Februari. Sebagian di antaranya adalah anak-anak. Selain itu, hampir 3 ribu orang ditahan. Setiap hari ada korban jiwa berjatuhan. Kemarin pagi saja empat orang kehilangan nyawa di Bago. Junta militer mencoba memfitnah demonstran dengan menunjukkan beberapa senjata api yang diklaim disita dari mereka.
Demo dan mogok kerja membuat perekonomian Myanmar terpukul. Zaw Min Tun menuding para staf medis yang mogok kerja telah membunuh penduduk dengan tangan dingin. ”Kini rumah sakit umum tidak bisa berfungsi karena petugas kesehatan melanggar etika mereka,” terangnya. Dalam sebuah wawancara awal pekan ini, Zaw Min Tun menyatakan bahwa status darurat militer di Myanmar bakal diperpanjang hingga dua tahun. Baru saat itu pemilu akan digelar sekali lagi.
Situasi yang kian panas membuat banyak penduduk melarikan diri. Thailand dan India menjadi negara tujuan. Sejak kudeta, ada sekitar 1.800 warga Myanmar yang masuk wilayah India. Sebanyak enam di antaranya adalah legislator dari Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD). Itu adalah partai yang digawangi Aung San Suu Kyi.
”Nyawa anggota parlemen terancam di Myanmar. Mereka dicari dan diikuti tentara,” ujar salah satu penasihat Komite yang Mewakili Pyidaungsu Hluttaw (CRPH) tanpa mau disebut namanya. CRPH mengklaim sebagai pemerintahan sipil Myanmar yang sah untuk sementara, bukan junta militer.
Kehadiran para legislator tersebut membuat posisi India sulit. Mereka diketahui memiliki hubungan dekat dengan militer Myanmar. Meski begitu, India secara terbuka menyatakan menentang kekerasan yang terjadi di Myanmar baru-baru ini.
Dewan Keamanan PBB rencananya menggelar pertemuan informal dengan legislator Zin Mar Aung yang mewakili CRPH. Pekan lalu CRPH mengaku memiliki hampir 300 ribu bukti yang menunjukkan pelanggaran HAM oleh junta militer.
Terpisah, pemerintah Inggris menawarkan tempat perlindungan sementara untuk Kyaw Zwar Minn. Duta besar Myanmar untuk Inggris itu terusir dari kantor kedutaan Selasa (6/4). Staf kedutaan pendukung junta militer dan atase militer mengusirnya dan menyatakan bahwa dia bukan lagi duta besar Myanmar. Semalam pejabat yang menentang kudeta militer itu terpaksa tidur di dalam mobil.
Kamis (8/4) Kyaw Zwar Minn bertemu dengan pejabat Kantor Urusan Luar Negeri Inggris untuk Wilayah Asia Nigel Adams. Dalam pertemuan tersebut Adams memastikan bahwa pemerintah Inggris mendukung Kyaw Zwar Minn dan akan menjaga keselamatannya. ”Kami berusaha memastikan Kyaw Zwar Minn dapat hidup dengan aman di Inggris. Sementara dia memutuskan rencana jangka panjangnya,” bunyi pernyataan Kantor Urusan Luar Negeri Inggris seperti dikutip The Guardian. (sha/c9/bay)