JAKARTA– Sejumlah satuan pendidikan mulai melakukan pembelajaran tatap muka (PTM) usai vaksinasi guru dan tenaga kependidikan. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mewanti-wanti, minggu pertama tak boleh jadi ajang balas dendam.
Direktur Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah, Kemendikbud Jumeri mengatakan, awal masuk PTM terbatas, sekolah tidak boleh membabi buta. Dalam artian, tidak langsung membebani siswa dengan segala macam materi karena merasa punya hutang pembelajaran sebelumnya. ”Hari pertama lebih kepada mengembalikan psikologis siswa yang lama tidak PTM,” ujarnya dalam diskusi daring (8/4).
Hal tersebut sambil dibarengi dengan sosialisasi soal pola hidup sehat dan penegakan protokol kesehatan (prokes) yang harus dipenuhi. Terutama, saat PTM terbatas di sekolah.
Selain itu, sekolah juga diminta untuk menyiapkan penyederhanaan kurikulum untuk diterapkan di masa PTM terbatas. Dia menekankan, sekolah harus bisa membagi mana materi yang diajarkan di sekolah dan dikerjakan di rumah. Mengingat, waktu belajar di sekolah masih dibatasi. ”Misal hal-hal esensial yang diajarkan di sekolah. Lalu, untuk konsultasi apa yang kurang dipahami siswa di rumah,” paparnya.
Meski begitu, urusan kurikulum ini diserahkan sepenuhnya pada pihak satuan pendidikan. Di era Merdeka Belajar saat ini, kata dia, sekolah diberikan kebebasan memilih kurikulum yang digunakan, terutama di masa pandemi Covid-19.
Sejauh ini, ada tiga kurikulum yang digunakan selama masa pandemi. Yakni, kurikulum 2013, kurikulum mandiri, dan kurikulum darurat Kemendikbud. Diakui Jumeri, saat ini, sekolah paling banyak menggunakan kurikulum 2013. Setidaknya, dari total sekolah di Indonesia, 60 persen masih menggunakan kurikulum tersebut. Sisanya, dibagi rata antara kurikulum mandiri dan kurikulum darurat.
”Namun kami sampaikan, bagi yang menggunakan kurikulum 2013 untuk tidak memaksakan menghabiskan materi,” tegasnya. Sebab, hal ini akan sangat membebani siswa di masa pandemi saat ini.
Disinggung soal update vaksinasi guru dan tenaga kependidikan saat ini, Jumeri menjabarkan, sejauh ini sudah 746.896 orang mendapat vaksinasi dosis pertama. Sedangkan yang telah menerima dosis kedua sebanyak 248.689 orang. Pihaknya menyadari, keterbatasan vaksin membuat vaksinasi guru dan tenaga kependidikan tak bisa dilakukan serentak dan masif.
Meski begitu, ia optimis, target vaksinasi 5 juta guru dan tenaga pendidikan rampung sebelum tahun ajaran baru nantinya. Dengan begitu, diharapkan PTM terbatas sudah bisa dilakukan semua satuan pendidikan.
”Tapi sekali lagi, PTM terbatas tidak harus menunggu tahun ajaran baru. Saat dini sudah bisa dimulai,” ungkapnya. Tentunya, imbuh dia, dengan prasyarat pemenuhan daftar isi Kemendikbud terlebih dahulu.
Pengamat pendidikan Indra Charismiadji menuturkan cukup berbahaya jika penyelenggaraan PTM terbatas hanya bergantung pada vaksinasi untuk guru. Dia menegaskan semua pihak tetap harus optimis bahwa vaksin Covid-19 akan bekerja dengan baik. ’’Tapi kita juga harus siap dengan kemungkinan terburuk,’’ katanya dalam peluncuran program Gerakan Guru Cerdas (Garudas) di Jakarta kemarin (8/4).
Indra menuturkan selain vaksinasi, kedisiplinan menjalankan protokol kesehatan juga penting. Tidak hanya oleh para guru, tetapi juga untuk siswanya. Selain itu lingkungan sekitar sekolah juga harus ikut disiplin menjalankan protokol kesehatan. Sehingga siswa bisa tetap aman saat melakoni pembelajaran tatap muka.
Dia lantas menjelaskan bahwa pelaksanaan PTM terbatas di tengah pandemi ini tidak bisa disamakan dengan tatap muka normal sebelum ada Covid-19. Justru ketika PTM terbatas digulirkan, guru tidak hanya mengajar tatap muka. Tetapi juga mengajar secara online.
Sebab dengan protokol kesehatan jaga jarak, tidak bisa semua siswa masuk sekaligus. Siswa diatur masuk bergantian. Ada yang tatap muka di kelas dan ada yang tetap PJJ dari rumah masing-masing. ’’PTM terbatas bisa menimbulkan masalah baru karena pendidik dituntut untuk mengajar dengan dua model sekaligus,’’ katanya.